Jadi Medan Pertempuran Baru, China dan Amerika Serikat Saling Serang di Myanmar

- 20 Juli 2020, 06:36 WIB
China dan Amerika Serikat saling serang di Negara Myanmar.
China dan Amerika Serikat saling serang di Negara Myanmar. /

GALAMEDIA - Amerika Serikat (AS) disebut memprovokokasi Myamar dengan sangat kejam dan mendorong negara-negara  di Asia Tenggara ke dalam masalah Laut China Selatan dan Hong Kong. Ini diungkapkan Kedutaan Besar China untuk Myanmar pada Ahad (19/7/2020).

Disebut AS bahwa Beijing merongrong kedaulatan tetangganya, Kedutaan Besar China mengatakan, agen-agen AS di luar negeri melakukan "hal-hal menjijikkan" untuk menahan China serta telah menunjukkan wajah "egois, munafik, hina, dan jelek".

AS pekan lalu menguatkan posisinya di Laut China Selatan dengan menyatakan, mereka akan mendukung negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang menantang klaim Beijing atas sekitar 90 persen jalur air strategis tersebut.

Baca Juga: Valentino Rossi Gagal Finis di MotoGP Spanyol 2020, Ini Penjelasan Bos Tim Yamaha

Pada sebuah pernyataan Sabtu (18/7/2020), Kedutaan Besar AS untuk Myanmar menyatakan tindakan China di Laut China Selatan dan Hong Kong sebagai bagian dari "pola yang lebih besar untuk melemahkan kedaulatan tetangganya".

Pernyataan AS itu menyamakan antara tindakan China di Laut China Selatan dan Hong Kong dengan proyek investasi besar-besaran Tiongkok di Myanmar yang Washington peringatkan bisa menjadi perangkap utang. Juga, dengan perdagangan perempuan dari Myanmar ke China sebagai pengantin dan obat-obatan dari China yang masuk ke Myanmar.

"Inilah bagaimana kedaulatan modern sering hilang. Bukan melalui aksi nyata dan terbuka, tetapi lewat kaskade yang lebih kecil yang mengarah pada erosi lambat seiring berjalannya waktu," kata Kedutaan Besar AS seperti dikutip Reuters.

Baca Juga: Usai Gigit Pasien Positif Covid-19, Nyamuk Bisa Tularkan Virus Corona ke Orang Lain?

Terkait itu China pun merespons dengan mengatakan, pernyataan itu menunjukkan sikap "anggur asam" AS terhadap "hubungan China-Myanmar yang berkembang".

Selanjutnya, China menyatakan, pernyataan tersebut merupakan "lelucon lain dalam tur global oleh pihak berwenang AS untuk mengalihkan perhatian pada masalah-masalah domestik dan mencari keegoisan keuntungan politik".

"AS pertama-tama harus melihat ke cermin untuk melihat, apakah masih terlihat seperti negara besar sekarang," ujar Kedutaan Besar China seperti dilansir Reuters.

Myanmar semakin menjadi medan pertempuran bagi pengaruh AS dan China sejak hubungan antara pemerintah yang dipimpin oleh pemenang Nobel Aung San Suu Kyi dan Barat menjadi tegang karena perlakuannya terhadap minoritas Muslim Rohingya.

Baca Juga: Merugi Rp 102 Triliun dan Telan Banyak Korban Jiwa Akibat Banjir, China Terpaksa Ledakkan Bendungan

Penulis dan sejarawan Myanmar Thant Myint-U mengatakan kepada Reuters melalui e-mail, meskipun negara itu memiliki nilai ekonomi yang bisa para pesaing abaikan, kepentingan strategisnya sebagai jembatan antara daratan China dan Teluk Benggala sulit untuk dikesampingkan.

"Naluri Myanmar sejak kemerdekaan pada 1948 adalah berusaha berteman dengan semua orang, tetapi tidak jelas, apakah itu akan tetap mungkin, dalam periode persaingan adikuasa (AS dan China) yang semakin meningkat," katanya.

"Beratnya revolusi industri raksasa China sudah mengubah Myanmar. Jika proyek infrastruktur multi-miliar dollar ditambahkan sebagai campuran, perbatasan antara kedua negara (China-Myanmar) akan menjadi semakin sulit dilihat," ujar Thant.

Baca Juga: Pentagon: Diberi Upah Rp 15 Juta/Bulan, Ribuan Tentara Bayaran Rusia Serang Pasukan Turki di Libya

"Penting untuk diingat, Myanmar adalah salah satu dari sedikit negara di dunia, di mana Perang Dingin terakhir menyebabkan pertempuran bersenjata proksi yang pada gilirannya menyebabkan kediktatoran militer dan dekade isolasi diri," imbuh dia.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x