"Berdasarkan hasil penelitian kami menunjukkan bahwa 95,5 persen dari siapa yang memenangkan pemilihan presiden atau pemilihan kepala daerah dipengaruhi oleh kekuatan uang, terutama mahar politik. Orang-orang yang berpartisipasi dalam pemilu harus mengeluarkan uang antara Rp 5 miliar hingga Rp 15 miliar per orang," kata Amir dikutip dari ACLC KPK.
Mari kita tolak politik uang dan hancurkan belenggu korupsi!
Tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai jenis korupsi berawal dari politik uang, oleh karena itu perjuangan melawan korupsi di Indonesia tidak akan selesai jika kita tidak mengalahkan induk dari semua korupsi, yaitu politik uang.
Pendidikan antikorupsi penting untuk memungkinkan masyarakat untuk menolak gempuran korupsi. Penolakan ini diharapkan dapat memutus mata rantai korupsi yang telah mencengkeram
"Jika KPK dan lembaga penegak hukum lainnya dapat memutus mata rantai korupsi politik, sekitar 66 hingga 70 persen korupsi dapat dicegah atau dikurangi secara signifikan," kata Wuryono Prakoso, Kepala Satuan Tugas Direktorat Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK.
Masyarakat harus mengerti bahwa selama lima tahun mereka menjual suara mereka dengan harga yang cukup murah dan hal ini tentunya akan menentukan takdir mereka sendiri.
"Misalnya, masyarakat menerima sebuah amplop berisi uang Rp 500.000 untuk memilih seseorang yang tidak berintegritas, yang berarti suara mereka hanya bernilai Rp 100.000 per tahun selama lima tahun, atau 275 rupiah per hari," ujar Wuryono Prakoso.
"Jika saja masyarakat mengetahui bahwa jalan tidak diperbaiki, sekolah tidak dibangun, akses ke layanan kesehatan buruk, anak-anak tidak tumbuh dengan baik, dan semua kebutuhan dasar mereka tidak dipenuhi oleh para pemimpin yang hanya mengandalkan kekuatan uang," lanjutnya.
Inilah sebabnya mengapa pendidikan adalah salah satu alat yang paling penting dalam memerangi korupsi. Itulah sebabnya KPK telah meluncurkan 'trisula pemberantasan korupsi', yang terdiri dari pendidikan, pencegahan, dan penindakan.