Kasus Pembangunan Jalan Poros Tengah Terus Berlanjut, Ini Tiga Tuntutan KPC

- 28 Juli 2020, 21:26 WIB
  Pembangunan jalan poros tengah yang menghubungkan Kecamatan Cilawu dengan Banjarwangi yang dinilai membabat kawasan hutan lindung kasusnya masih berlanjut.
Pembangunan jalan poros tengah yang menghubungkan Kecamatan Cilawu dengan Banjarwangi yang dinilai membabat kawasan hutan lindung kasusnya masih berlanjut. /Aghus Somantri/

GALAMEDIA - Pembangunan jalan poros tengah yang menghubungkan Kecamatan Cilawu dan Banjarwangi, Kabupaten Garut dengan membabat kawasan hutan lindung di bawah Perum Perhutani, masih terus berlanjut.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, aparat hukum Polda Jabar telah mengambil langkah-langkah pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait, mulai dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Rang (PUPR) hingga Kepala Desa Sukamurni, Kecamatan Cilawu.

Ketua Konsorsium Penyelamatan Cikuray, Usep Ebit Mulyana mengatakan, pihaknya pun telah ikut memberikan keterangan sebagai pelapor dalam kasus perusakan hutan lindung dalam pembangunan jalan poros tengah tersebut di Polda Jawa Barat.

Baca Juga: Hasil Swab Wawali Kota Solo Ternyata Tidak Terdeteksi SARS-Cov 2

"Saya dan beberapa kawan lainnya telah diperiksa sebagai pelapor. Pihak-pihak terkait juga telah diperiksa mulai dari Kepala Dinas PUPR hingga Kepala Desa Sukamurni Cilawu," ujarnya, Selasa 28 Juli 2020.

Ebit menyebutkan, saat ini ada tiga tuntutan besar dari konsorsium terkait pembangunan jalan poros tengah tersebut, yaitu pertama, penghentian pembangunan jalan poros tengah. Menurutnya, penghentian ini harus dibuktikan dengan tidak adanya kegiatan tersebut dalam daftar kegiatan dinas, berikut anggarannya dihapus.

"Jadi bukan penghentian sementara seperti saat ini sambil proses amdalnya berjalan, tapi kita minta penghentian pembangunan jalan ini secara permanen. Kalau mau dilanjut, jangan nabrak hutan lindung Cikuray," ucapnya.

Kemudian tuntutan kedua, terang Ebit, adalah penegakan proses hukum bagi para pelaku yang telah membabat hutan lindung di kawasan Cikuray untuk pembangunan jalan poros tengah, karena pembabatan hutan tersebut dilakukan tanpa ijin dan jelas-jelas merusak lingkungan sekitar.

Baca Juga: Cegah Kepadatan, Pengunjung Lembang Park and Zoo Diminta Datang Saat Weekdays

“Tuntutan kedua kita ingin, pelaku pembabatan hutan lindung dan aktor intelektualnya diproses secara hukum, karena ini sudah jelas-jelas ada pelanggaran pidana lingkungan. Bupati sudah mengakui itu, Gakkum KLHK pun sudah mengakui ada pelanggaran,” katanya.

Lalu tuntutan yang ketiga, lanjut Ebit, pemerintah daerah harus melakukan rehabilitasi kawasan hutan lindung yang telah dirusak untuk pembangunan jalan poros tengah, dengan menganggarkan kegiatan rehabilitasi lahan dan kawasan di bekas jalan poros tengah yang telah dibabat dan kemudian diratakan oleh alat berat.

"Ini konsekuensi logis untuk pemerintah daerah. Mereka yang merusak, mereka yang harus meehabilitasi lahan tersebut, dan ini tidak menghilangkan tindak pidana perusakan lingkungan yang telah mereka lakukan," ucapnya.

Sementara, terkait audensi yang dilakukan pihaknya dengan DPRD Garut, tambah Ebit, terpaksa dijadwal ulang mengingat pihak-pihak yang dihadirkan dianggap tidak kompeten untuk membahas tiga tuntutan yang dibawa pihakya (konsorsium) tersebut.

Baca Juga: Kota Tasikmalaya Nol Pasien Covid-19, Warga Diminta Tetap Waspada dan Jaga Protokol Kesehatan

Ebit menilai, seharusnya audensi bisa menghadirkan kepala daerah dan kepala-kepala dinas terkait serta unsur pimpinan DPRD Garut. Dengan begitu, pihaknya bisa memastikan tiga tuntutan yang diajukan itu bisa mendapatkan kepastian.

"Kalau yang hadir hanya perwakilan, tidak akan bisa mengambil kebijakan soal tiga tuntutan yang kita disampaikan. Masalahnya, persoalan jalan poros tengah ini sudah sampai pada proses hukum, jadi harus ada sollusinya dari pemerintah daerah dan DPRD," ujarnya.

Ebit menuturkan, bupati harus menghentikan pembangunan jalan poros tengah, dan DPRD harus menegaskan haknya sebagai pengawas pemerintah, jangan hanya diam melihat pelanggaran pidana yang telah sangat jelas.

Baca Juga: Sekolah di Kecamatan Berstatus Zona Hijau Selama Tiga Bulan dapat Laksanakan Pembelajaran Tatap Muka

Jika bupati tidak mengambil Langkah-langkah penghentian dan rehabilitasi Kawasan, Ebit pun memastikan, pihaknya akan terus melakukan perlawanan dalam berbagai bentuk, termasuk membawa permasalahan ini hingga tingkat nasional.

“Kita telah mengagendakan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR-RI, mereka telah siap menerima kawan-kawan KPC, tinggal menunggu masa reses, setelah RDP di DPR-RI, akan dilanjut dengan rapat dengan Kemenkumham dan Polri untuk penegakan hukumnya,” ucapnya.

Ebit menambahkan, pihaknya melihat dari proses yang telah berjalan, DPRD pun harusnya mengambil peran dalam upaya penghentian proses pembangunan jalan poros tengah, penegakan proses hukum dan rehabilitasi Kawasan yang telah dirusak. Jika tidak mau ambil peran, ia pun menduga DPRD ikut dalam persekongkolan jahat dalam perusakan lingkungan hutan lindung di Kawasan Gunung Cikuray tersebut.

Baca Juga: Ganti Pangkostrad, Panglima TNI Mutasi Sebanyak 181 Perwira Tinggi

“Kalau DPRD diam, berarti ada sesuatu yang membuat mereka diam, kita khawatir DPRD jadi bagian dari persekongkolan pembangunan jalan poros tengah ini, kalau jadi bagian dari persekongkolan ini, kita akan laporkan juga DPRD,” katanya.

 

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x