Kisruh PPDB Jalur Zonasi dan Prestasi, Begini Solusi dari Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia

- 25 Juli 2023, 22:04 WIB
Kisruh PPDB baik sistem zonasi maupun prestasi, ini solusi yang ditawarkan oleh Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Dr. Cecep Darmawan./ istimewa
Kisruh PPDB baik sistem zonasi maupun prestasi, ini solusi yang ditawarkan oleh Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Dr. Cecep Darmawan./ istimewa /

GALAMEDIANEWS – Kisruh PPDB atau Penerimaan Peserta Didik Baru melalui jalur zonasi dan prestasi menjadi “agenda”rutin yang terjadi setiap tahunnya termasuk di tahun 2023 ini. Oleh karena itu, Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Prof. Dr. Cecep Darmawan mencoba mengupas tuntas penyebab sekaligus memberi solusi untuk mengatasi kekisruhan tersebut.

 

PPDB merupakan proses pendaftaran dan penerimaan siswa baru dari satu jenjang pendidikan ke jenjang berikutnya melalui jalur zonasi, prestasi, afirmasi maupun jalur perpindahan tugas orang tua.

Dalam prosesnya, sistem PPDB di Indonesia khususnya melalui jalur zonasi dan prestasi, banyak ditemukan kecurangan-kecurangan sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan dan kekisruhan di tengah masyarakat.

Menurut Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Dr. Cecep Darmawan, kendala utama PPDB, apapun sistemnya baik jalur prestasi ataupun zonasi, bisa jadi karena karakter sebagian dari masyarakat kita yang selalu berupaya mencari celah untuk melakukan kecurangan.

“Dulu kan pakai sistem ujian, kemudian dicarilah bocoran soal. Lalu pakai nilai raport, tapi nilainya banyak yang di upgrade. Kemudian prestasi, dicarilah sertifikat-sertifikat yang aspal (asli tapi palsu). Lalu zonasi lewat berbagai cara supaya KK (Kartu Keluarga)-nya mendekati sekolah. Jangan-jangan itu cermin bahwa sebagian dari kita belum memiliki budaya integritas,” katanya kepada GalamediaNews yang dihubungi, Selasa 25 Juli 2023.

Baca Juga: Zonasi PPDB Perlu Dievaluasi, Aduan Masyarakat Terus Bertambah, Menko PKM: Bukan Salah Sistem

 

Kondisi ini, lanjut Cecep, harusnya menjadi feedback bagi pemerintah yakni dengan membuat regulasi yang ketat, jangan sampai ada celah atau kekosongan-kekosongan yang bisa direkayasa oleh masyarakat.

“Contoh soal pindah KK. Kan di situ diaturnya 1 tahun. Terus orang kalau pindah satu tahun sebelumnya siapa yang mau larang? Disdukcapil (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil) tidak punya hak untuk melarang. Orang mau pindah kan haknya saja. Bahwa setelah pindah mau ditempati atau tidak itu bukan urusan Disdukcapil. Itu contoh kalau regulasinya kurang ketat,” ujarnya menjelaskan.

Menurut Cecep, kalau mau aturan pindak KK dalam PPDB itu diubah, jangan 1 tahun sebelumnya, tapi 5 atau 10 tahun sebelumnya.

“Sekarang kalau pindah KK 1 tahun sebelumnya, secara aturan memang legal ya. Kalau bicara kebenaran formil ya enggak salah, tapi kalau bicara soal keadilan ya itu menjadi problem,” tuturnya lagi.

Dalam praktiknya, lanjut dia, panitia PPDB juga tidak bisa serta merta bertanya kepada pendaftar ‘Anda benar enggak rumahnya di sini?’, karena alamat yang digunakan itu berdasarkan KK, dan KK-nya ada. Jadi panitia juga tidak bisa disalahkan begitu saja.

Oleh karena itu, solusi pertama untuk kasus eksodus KK di PPDB jalur zonasi ini adalah memperketat regulasi mengenai waktu pindah KK dari 1 tahun sebelumnya menjadi 5 tahun sebelumnya.

Kedua, bekerjasama dengan Disdukcapil kalau ada calon siswa/siswi yang pindah KK, maka alasan kepindahannya harus jelas apalagi jika tidak dengan orang tua. Jangan sampai pindah KK dilakukan hanya untuk PPDB.

Hal Fundamental dalam Perbaikan Sistem Zonasi

 Baca Juga: TERJADI KERICUHAN, PPDB Zonasi 2023 Jawa Barat Perlu Dievaluasi!

Menurut Cecep dalam sistem zonasi PPDB ini ada hal yang lebih fundamental untuk diperbaiki dan diperhatikan oleh pemerintah.

“Sistem zonasi itu kalau semua sekolah oleh pemerintah dibangun, didirikan dengan standarisasi yang unggul, enggak usah ada aturan zonasi, karena orang akan menzonasikan dirinya sendiri. Sebab, sekolah yang dekat rumahnya itu kualitasnya sama dengan sekolah yang selama ini dianggap unggul, berprestasi atau jadi favorit,” ucapnya.

Kendati demikian, itu sebenarnya solusi long term, pemerintah harus membuat road map untuk standardisasi pendidikan atau sekolah unggul.

“Enggak mungkinlah dalam 1 tahun, mungkin dalam 5 tahun atau 10 tahun tapi berlanjut. Kita sebut saja misalnya di Bandung ada SMA Negeri 3, SMA 5 dan SMA 8 yang banyak diburu peserta PPDB, coba bikin bagaimana sekolah-sekolah yang lainnya itu standardisasinya seperti itu,” kata Cecep lagi.

Kecurangan PPDB Jalur Prestasi Akademik

 Baca Juga: Muhadjir Effendy Sebut Kecurangan PPDB Bukan Karena Sistem, Tapi Pengawas Pemerintah Daerah yang Tidak Jalan

Sementara itu untuk pelanggaran Jalur Prestasi Akademik berdasarkan nilai raport, menurut Cecep solusi yang bisa diterapkan yaitu harus ada parameter jelas terkait sekolah asal.

“Jadi jangan dari nilai raport anak saja, tapi harus dilihat juga akreditasi sekolah asal, dan dari nilai rata-rata ujian akhir sekolah. Nilai sekolah yang dilihat pun jangan rata-rata nilai sekolah tahun ini saja, tapi 3 tahun terakhir, kalau perlu 5 tahun terakhir jadi akan menentukan ranking sekolahnya berada di posisi berapa,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Cecep, faktor yang menentukan diterima atau tidaknya siswa dalam PPDB jalur prestasi ini bukan hanya berdasarkan nilai raport anak tapi harus berbanding lurus dengan ranking sekolah atau akreditasi sekolah tipe berapa yang harus ikut diperhitungkan.

“Jadi tidak sekedar begini, maaf ya..sepertinya sekolah A tidak begitu bagus tapi nilai raport anak kok bisa 9 dan 10 semua? Itu kalau diterima hanya karena nilai raport tidak fair, karena tiap sekolah kan punya standard beda-beda,” tutur Ketua Prodi PKn Magister dan Doktor UPI Periode 2020-2024 itu menambahkan.

Solusi lain untuk mengatasi kecurangan PPDB jalur prestasi akademik yakni dengan melakukan tes lagi terhadap calon siswa.

“Kalau menurut saya untuk jalur prestasi akademik ini sebaiknya dites lagi, jadi fair. Kalaupun nanti nilai raport mau diperhitungkan, boleh tapi misalnya hanya 20 hingga 30 persen saja dari penentuan. Sisanya yang 70 hingga 80 persen berdasarkan dari hasil tes tersebut. Tapi sekali lagi, jangan sampai soalnya bocor juga. Apapun sistemnya kalau diakalin begitu kan repot juga,” ujar Cecep menegaskan.

 

Itulah beberapa solusi yang ditawarkan oleh Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia untuk mengatasi kisruh PPDB jalur zonasi maupun prestasi yang kerap terjadi tiap tahunnya.***

 

 

 

 

Editor: Feby Syarifah

Sumber: Wawancara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah