Sebanyak 12 Wakil Menteri Harus Mundur Atau ...

- 27 Agustus 2020, 17:43 WIB
gedung MK
gedung MK /


GALAMEDIA -  Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk melarang wakil menteri (wamen) merangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan negara maupun swasta.

Hal itu menjawab gugatan soal Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang mengatur soal jabatan wamen dan larangan untuk rangkap jabatan.

Sebelumnya gugatan ini diajukan Ketua Forum Kajian Hukum dan Konstitusi Bayu Segara ke MK pada awal Januari lalu.

Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan dalam UU No. 39/2008 telah mengatur soal larangan menteri untuk rangkap jabatan. Menurut hakim, larangan itu juga berlaku bagi jabatan wamen.

Baca Juga: Ogah Terjadi Konflik Bersenjata, Presiden Taiwan Minta China Menahan Diri

"Wamen ditempatkan sebagai pejabat sebagai status menteri. Oleh karena itu, larangan rangkap jabatan bagi menteri yang diatur dalam UU 30/2008 berlaku pula bagi wamen," ujar hakim MK Manahan MP Sitompul saat membacakan pertimbangan putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis 27 Agustus 2020.

Manahan menjelaskan, larangan tersebut dimaksudkan agar wamen fokus pada beban kerja di kementerian.

Sementara terkait keberadaan wamen, menurut hakim, memang diperbolehkan. Pada beleid itu telah menjelaskan presiden dapat mengangkat wamen apabila terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan khusus. Oleh karena itu, gugatan uji materi yang mempersoalkan keberadaan wamen ini ditolak oleh MK.

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Gratis Hanya Untuk Peserta BPJS Kesehatan

"Pengangkatan wamen boleh diatur presiden terlepas dari diatur atau tidak diatur dalam undang-undang. Sebab presiden yang mengangkat wamen adalah pemegang kekuasaan pemerintah menurut UUD 1945," kata Manahan.

Sebelumnya, gugatan diajukan lantaran pemohon keberatan dengan penunjukkan 12 wamen oleh Presiden Joko Widodo. Pemohon menilai jabatan wamen itu hanya untuk mengakomodasi kepentingan tim sukses (timses).

Keberadaan wamen juga dinilai hanya menimbulkan pemborosan anggaran negara dan bertentangan dengan prinsip Jokowi yang selama ini kerap menyinggung soal perampingan birokrasi.

MK sendiri pernah melakukan uji materi pasal dan UU yang serupa pada 2012. Saat itu, MK menyatakan bahwa pasal tersebut tak bertentangan dengan UUD 1945. Dalam pertimbangannya, MK menganggap presiden memiliki wewenang mengangkat wamen sesuai beban kerja dan kebutuhan.

Baca Juga: Di Tengah Pandemi, Wayang Orang Sriwedari Mulai Hidup Lagi

Jokowi diketahui telah melantik 12 wamen tidak lama setelah pelantikan menteri pada Oktober 2019. Sejumlah wamen yang ditunjuk berasal dari berbagai latar belakang mulai dari parpol, profesional, hingga tim sukses.

Beberapa di antaranya yang merangkap jabatan sebagai komisaris adalah Wakil Menteri Keuangan Suahazil Nazara yang juga Wakil Komisaris Utama PT PLN (Persero) dan Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin yang merangkap sebagai Wakil Komisaris Utama PT Pertamina (Persero).

Namun staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengklaim larangan MK soal rangkap jabatan wamen sebagai komisaris di perusahaan negara maupun swasta tak mengikat. Ini karena poin larangan itu hanya masuk dalam pertimbangan MK dan belum menjadi keputusan.

Baca Juga: Polisi Minta Bantuan, Peredaran Narkoba via Jasa Ekspedisi Kian Marak

"Karena masuk dalam pertimbangan dan bukan sebuah keputusan maka bisa dikatakan ini belum mengikat, tidak mengikat, jadi kami masih menunggu," ungkap Arya dalam keterangan resminya, hari ini.

Arya bilang jika larangan MK soal rangkap jabatan wamen sudah masuk sebagai keputusan, maka aturan itu baru bisa disebut mengikat seluruh pihak. Namun, sejauh ini hanya masuk dalam poin pertimbangan.

"Kecuali kalau itu sudah sebuah keputusan MK itu pasti mengikat semua pihak tapi dengan pertimbangan maka bukan sebuah norma hukum baru," ujar Arya.

Baca Juga: Demi Anak, Jaksa Pinangki Tolak Diperiksa Penyidik Bareksrim

Ia menyatakan larangan MK soal rangkap jabatan wamen di perusahaan negara dan swasta bersifat persuasif. Dengan kata lain, ini bukan sebuah norma hukum baru.

"Ya kami tahu bahwa ini hanya sifatnya persuasif jadi karena dia pertimbangan. Kecuali kalau misalnya itu putusan MK," kata Arya.

Sementara, Arya menyatakan bahwa MK telah menolak gugatan uji materi yang mempersoalkan keberadaan wamen di perusahaan swasta dan perusahaan milik negara. Sementara, untuk poin lainnya seperti rangkap jabatan masuk dalam pertimbangan.

"Yang lainnya masalah pertimbangan, kalau pertimbangan itu tidak mengikat secara hukum," terang dia.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x