Hal tersebut diperparah dengan hilangnya bahasa karena tidak diterapkan pada anak-anak, makanan, tradisi berpakaian sampai arsitektur bangunan Sunda. Berbeda dengan orang Yogyakarta dan Bali yang masih mempertahankan tradisi yang pada akhirnya menjadi daya tarik wisatawan.
Di sisi lain masuknya budaya dan teknologi luar yang sangat mempengaruhi orang Sunda. Contoh kecil adalah hilangnya penamaan suatu daerah karena berubah menjadi perumahan baru dengan menggunakan nama asing.
“Ada bukit resident, bukit victoria, grand victoria dan sebagainya. Katanya bukit tapi letaknya di bawah dan banjir, itu mah bukan bukit tapi lembah,” ucap KDM yang juga Caleg DPR RI Dapil Purwakarta, Karawang dan Kabupaten Bekasi nomor urut satu dari Partai Gerindra itu.
Tergerus Zaman
Sehingga, lanjut Dedi, saat ia menjabat sebagai Bupati Purwakarta dua periode membuat peraturan agar pembangunan perumahan baru mengikuti nama asalnya. Sehingga identitas daerah tidak akan tergerus oleh zaman.
Baca Juga: Dunia Sepakat Kurangi Gunakan Bahan Bakar Fosil, Cegah Bencana Akibat Perubahan Iklim
“Itu semua terjadi disebabkan pemimpin yang tidak mengerti memperlakukan budaya dalam menjaga identitas wilayah. Sehingga orang Sunda mudah terhegemoni dalam aspek politik, orang Sunda sangat terbuka untuk dikuasai,” ujarnya.
Pada akhirnya keberadaan orang Sunda akan hilang seiring hilangnya budaya dan identitas diri. Ditambah masuknya para pendatang yang membawa budaya kuat dari masing-masing daerahnya.
“Orang Jawa datang ke sini tetap sebagai orang Jawa, orang Batak tetap menjadi Batak, orang Bugis tetap terlihat Bugis-nya. Yang akhirnya orang datang ke tatar Sunda tidak lagi mesti mengikuti budaya adat Sunda. Kalau semua itu terus terjadi bukan tidak mungkin dalam waktu dekat orang Sunda akan hilang,” pungkasnya.***