Turki dan Prancis Kian Memanas, Sebut Islam dalam Kondisi Krisis Erdogan Kutuk Pernyataan Macron

- 7 Oktober 2020, 14:37 WIB
Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron. /Instagram.com/@emmanuelmacron/

GALAMEDIA - Turki hari ini mengutuk upaya Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk membebaskan Prancis dari 'separatisme Islam'.

Ia mengatakan pernyataan Macron yang juga menyebut Islam agama yang tengah dalam krisis di seluruh dunia hanya akan memicu Islamofobia.

Macron yang diperkirakan bakal menghadapi tantangan keras dari sayap kanan dalam pemilihan presiden Prancis 18 bulan mendatang,  dituding memainkan isu agama demi merebut simpati sayap kanan.

Dikutip Galamedia dari DailyMail, Rabu (7 Oktober 2020), menanggapi pernyataan Macron akhir pekan lalu tersebut, juru bicara Presiden Turki Erdogan, Ibrahim Kalin mengatakan, visi berbahaya dan provokatif Macron itu mendorong Islamofobia dan populisme anti-Muslim.

Juru bicara partai AKP yang berkuasa Omer Celik menambahkan, apa yang dikatakan Macron tentang "Islam di Prancis" merupakan pendekatan ala diktator sekaligus ketidaktahuan dari presiden Prancis tersebut.

“Sudut pandang Macron hanya memberikan amunisi ideologis kepada kelompok teror seperti ISIS,” ujar Celik.

Pada hari Minggu, kementerian luar negeri Turki mengatakan inisiatif Macron memiliki konsekuensi serius dan tidak menyelesaikan masalah Prancis.

Rencana Macron untuk membebaskan Islam di Prancis dari pengaruh asing,  menambah daftar perselisihan yang berkembang antara pemimpin Prancis dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Baca Juga: Gelar Pertemuan, Jajaran Pelatih Persib Bahas Program untuk Satu Bulan Kedepan

Pejabat Turki kerap menyerang Macron, yang tahun lalu mengatakan NATO menunjukkan tanda-tanda 'mati otak' karena gagal menghadapi intervensi militer sepihak Turki di Suriah.

Macron dan Erdogan saat ini tengah berselisih mengenai hak maritim di Mediterania timur, Libya, Suriah dan yang terbaru, konflik yang meningkat di wilayah separatis Armenia di Nagorno-Karabakh, Azerbaijan.

Emmanuel Macron menggambarkan Islam sebagai agama yang berada dalam krisis di seluruh dunia saat berpidato dengan memaparkan proposalnya dalam  memerangi radikalisme Islam.

Baca Juga: Heboh Gedung DPR RI Senayan Jakarta Dijual Rp 2.500 - 99 Ribu, Sekjen DPR RI Ngamuk-Ngamuk

Ia menyebut Islam telah menciptakan masyarakat paralel yang hidup di luar nilai-nilai Prancis. Dalam pidato utama yang berlangsung lebih dari satu jam, kepala negara Prancis itu mengatakan  Islam berada dalam krisis karena kian ekstrem alam beberapa tahun terakhir.

Macron mengatakan pemerintah Prancis tahun ini akan mengajukan rancangan undang-undang yang bertujuan memperkuat sekularisme di Prancis dan melawan apa yang digambarkannya sebagai 'separatisme Islam' di negara mode itu.

Baca Juga: Operator Liga Inggris Minta ke Pemerintah Agar Pertandingan Bisa Disaksikan Penonton di Stadion

Macron bersikeras tidak ada konsesi yang akan dibuat dalam upaya baru untuk mendorong agama keluar dari pendidikan dan sektor publik di seluruh negeri.

Macron menggunakan istilah 'separatisme' untuk menggambarkan dunia bawah tanah yang tumbuh subur di beberapa lingkungan di sekitar Prancis di mana Muslim dengan visi radikal agama mereka mengendalikan populasi lokal untuk menanamkan keyakinan mereka.

Tetapi anggota komunitas Muslim yang berjumlah enam juta orang di Prancis atau  terbesar di Eropa Barat serta merta menuding  Macron membangkitkan  Islamofobia dan rasisme guna menarik pemilih dari sayap kanan menjelang pemilihan presiden.

Baca Juga: Bermodal Kurang dari Rp200 ribu, Fahmi Hadirkan Dimsum Khusus Kantong Mahasiswa

Dalam pidatonya yang disiarkan langsung dari Les Mureaux, Paris, Macron menegaskan “kita harus mengatasi separatisme Islam” tanpa  menstigmatisasi semua Muslim.

Undang-undang baru disebutnya akan memungkinkan pembubaran kelompok agama yang menyerang martabat, menggunakan tekanan psikologis atau fisik, dan merusak nilai-nilai Prancis.

Macron juga berencana mengakhiri sistem imam yang diperbantukan, yang menurutnya memungkinkan ulama ekstremis dan pengkhotbah lainnya dilatih di luar negeri sebelum pindah ke Prancis.

"Kami sendiri yang akan melatih para imam kami Prancis dan oleh karena itu kami harus melepas apa yang disebut Islam konsuler ini," katanya.

Baca Juga: Doakan Donald Trump Mati Kena Covid-19, Guru dan Anggota Dewan Sekolah Bergengsi Mengundurkan Diri

Macron menyebut semua imam Prancis harus disertifikasi mulai dari sekarang. Sejumlah dana juga akan digunakan untuk France's Islam Foundation, organisasi moderat yang mempromosikan studi Muslim tradisional dalam budaya, sejarah, dan sains.

Macron mengatakan upayanya akan membantu memastikan dominasi agama tetap menghormati nilai-nilai Republik. Ia menambahkan bahwa akan ada pengawasan yang lebih cermat terhadap kurikulum di sekolah swasta dan batasan yang lebih ketat pada home-schooling.

Baca Juga: Polisi Amankan 9 Mahasiswa Imbas Unjuk Rasa Berakhir Ricuh di Depan Gedung DPRD Jabar

Sekitar 1.700 sekolah dan perguruan tinggi Muslim swasta saat ini mengajar sekitar 85.000 anak di Prancis. Asosiasi komunitas yang menerima subsidi negara harus menandatangani kontrak yang menyatakan komitmen mereka terhadap sekularisme dan nilai-nilai Prancis.

Langkah-langkah baru tersebut juga akan mencakup larangan pemakaian simbol-simbol keagamaan bagi karyawan subkontraktor yang menyediakan layanan publik, seperti operator transportasi. Aturan itu sudah berlaku untuk pegawai negeri.

Macron menekankan perlunya membebaskan Islam di Prancis dari pengaruh asing di antaranya Arab Saudi, Qatar dan Turki. Macron memastikan proposalnya  bukan untuk menstigmatisasi atau mengasingkan Muslim Prancis tetapi untuk meningkatkan ‘kemampuan hidup bersama’.***

Editor: Mia Fahrani

Sumber: Daily Mail


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x