Merawat Kepercayaan Wisatawan

- 26 Maret 2021, 14:32 WIB
Foto penulis./dok.pribadi
Foto penulis./dok.pribadi /

GALAMEDIA - Faktor higienitas saat ini merupakan unsur utama bagi wisatawan di masa dan pasca pandemi yang semakin mantap menggeser pull factor lain.

Seperti daya tarik wisata di destinasi, tersedianya moda angkutan dan jejaring, lifestyle, berbagai kemudahan perjalanan antar wilayah dan negara (seperti jalan tol, alat transport yang lebih nyaman, ‘low cost airline’, kebijakan Visa on Arrival), dan lain-lain.

Hal ini menjadi refleksi bagi pelaku usaha pariwisata bahwa di era setelah pandemi, pengelola harus secara ketat menerapkan protokol kesehatan untuk memberikan rasa aman kepada pengunjung yang merupakan value proposition destinasi wisata.

Stakeholder pariwisata, setuju atau tidak setuju, harus bertransformasi dan mengadopsi model bisnis pariwisata yang low-touch dan less-crowd untuk bisa sukses melewati badai krisis pandemi ini.

Baca Juga: Dipusatkan di Lahan Seluas 12 Hektare, Wabup Sumedang Apresiasi Pengembangan Wisata Desa Cibuluh

Tidak bisa dipungkiri kondisi faktual menunjukkan banyak masyarakat dari semua lapisan yang setelah setahun lebih ‘terkurung’ di rumah mereka ingin segera melakukan wisata untuk melepas penat.

Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Inventure-Alvara pada 1121 masyarakat yang tersebar di seluruh Indonesia menunjukkan 76,5 persen responden setuju bahwa destinasi lokal menjadi tujuan utama wisata setelah pandemi.

Namun, wisatawan masih meragukan kesiapan destinasi wisata menerapkan protokol kesehatan atau CHSE (cleanliness-health-safety-environment) yang menjadi prioritas wisatawan saat ini.

Hal ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Inventure-Alvara bahwa 59,6 persen responden ragu hotel telah menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Selain itu, 88,2 persen responden memilih kendaraan pribadi dan masih menghindari menggunakan transportasi umum (pesawat, kereta api, kendaraan sewa/rental, kapal/cruise dan bus) untuk liburan.

Baca Juga: 26 Maret Purple Day, Hari Epilepsi Sedunia, Simak Penjelasannya di Sini!

Komitmen pelaku usaha pariwisata untuk mengutamakan protokol kesehatan dan fasilitas contactless yang ada di pelayanan kepariwisataan merepresentasikan kunci kembalinya kepercayaan wisatawan terhadap industri pariwisata.

Green traveling sebagai bagian dari penyehatan lingkungan, health tourism yang memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan, low-touch, less-crowd, adalah kata mutlak kekinian sebuah destinasi yang perlu terus dilakukan, ditingkatkan dan mudah diaplikasikan di lokasi daya tarik wisata, di hotel, restoran, hiburan, dan seterusnya yang memiliki karakteristiknya sendiri.

Dalam industri pariwisata salah satu hasil akhir pencapaian kinerja pemasaran adalah memperoleh kepercayaan wisatawan yang akan memimpin calon wisatawan secara kredibel untuk melakukan kunjungan karena adanya suatu ‘being’ dalam benaknya.

Ketika ancaman terhadap kesehatan dan nyawa terus mengintai di tengah pandemi, maka prioritas wisatawan bergeser ke keselamatan jiwa.

Positioning higienitas yang banyak diusung oleh pelaku pada bisnis wisatanya yang merupakan persepsi yang diinginkan terjadi dibenak target wisatawan yang dituju harus sesuai dengan realitas.

Semakin banyak aspek higienitas yang mendukung, semakin kuatlah positioning higienitas destinasi wisata yang bisa dicapai.

Baca Juga: Masyarakat Manfaatkan Layanan Kesehatan Gratis di Lokasi TMMD

Dalam tataran teknis diperlukan pembagian peran tanggungjawab semua stakeholder pariwisata untuk mengharmonisasi dan mengoordinasikan protokol dan prosedur mitigasi risiko pengendalian kesehatan disektor pariwisata.

Dinas (SKPD) terkait dituntut senantiasa memastikan bisnis kepariwisataan yang telah dibuka disiplin menerapkan protokol kesehatan ketat sebagai kunci sukses pencegahan Covid-19 melalui regulasi normatif yang aplikatif sehingga upaya ini dapat berlangsung efisien dan efektif.

Untuk itu diperlukan penguatan pengembangan institusi kepariwisataan yang menyangkut organisasi, sumber daya insani serta regulasi, yang akan menangani penerapan protokol kesehatan kepariwisataan di tingkat makro maupun mikro.

Institusi kepariwisataan ini mencakup institusi publik, swasta maupun masyarakat serta kombinasi di antaranya.
Ketiganya perlu dikembangkan secara bersama-sama hingga semua stakeholder pariwisata memahami bahwa pelaku wisata yang sukses di era pandemi adalah pelaku-pelaku wisata yang bisa beradaptasi dengan higienitas usaha wisatanya.

Di sisi lain pelaku usaha pariwisata selain merancang destinasi wisata yang menyenangkan, cepat, tepat, mudah, dan harga rasional juga diperlukan peningkatan visible care secara nyata.

Baca Juga: Sinopsis Putri untuk Pangeran 26 Maret 2021: YES! Pangeran Keluar dari Penjara, Arga Ketar-ketir

Misalnya lift selalu dibersihkan, toilet, meja, lantai, kursi, doorknob, ballpoint sekali pakai, menyediakan masker cadangan, alat/ bahan saniter, hingga menyediakan alat dan peralatan makan dan minum sekali pakai.

Termasuk juga menyediakan tisu basah/kering, fasilitas cuci tangan di lokasi strategis, pengkondisian social distancing minimal 2 meter dan semua yang dipegang, dilalui atau dilewati oleh wisatawan harus senantiasa rutin dibersihkan dan terlihat kasat mata oleh wisatawan.

Megatrend ini menjadi tantangan bagi stakeholder pariwisata untuk lebih aktif “merawat” kepercayaan wisatawan dengan mempromosikan implementasi CHSE demi keselamatan dan kenyamanan wisatawan.***

Penulis:
Yudhi Koesworodjati
Dosen Tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan dan Pemerhati pariwisata

Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x