Perubahan Sosial Pasca Kudeta 15 Juli di Turki

- 10 April 2022, 12:00 WIB
Foto penulis, Wawan./dok.IST
Foto penulis, Wawan./dok.IST /

Meskipun media menjadi faktor utama yang perlu juga diperhatikan apakah media benar-benar menjadi aktor utama atau sebagai alat yang digunakan oleh sang 'aktor'.

Catatan sejarah menyebutkan bahwa empat kali kudeta di Turki berhasil dilakukan yakni pada tahun 1960, 1971, 1980 dan 1997. Militer Turki secara sewenang-wenang mengintervensi politik sipil dengan mengganti pemerintahan terpilih menggunakan kekerasan.

Setiap saat, Komandan Militer mempertimbangkan pentingnya peran media yang mampu untuk mendiskridtkan pemimpin terpilih guna memuluskan jalan bagi intervensi militer dan melegitimasi aksi dari aktor kelompok kudeta.

Kudeta Turki pertama yang berhasil dilakukan pada 27 Mei tahun 1960 terjadi ketika kelompok tantara yang dipimpin oleh 37 perwira pertama menahan atasan mereka, menduduki Gedung pemerintahan dan mengambil alih kontrol radio publik dan mengumumkan bahwa mereka bertanggung jawab atas negara.

Setelah beberapa bulan kemudian, pengadilan memutuskan bahwa pemimpin partai demokratik (DP), termasuk Perdana Menteri Adnan Menderes, bersama dua kabinet kementerian dihukum mati pada September 1961. Presiden Celal Bayar, seorang pahlawan kemerdekaan juga disingkirkan dari jabatannya, meskipun mendapat pengampunan, karir politiknya berakhir setelah kudeta.

Kudeta 1960 menjadi penanda bagi Kerjasama antara militer dan media masa menyerang rezim politik yang sedang berkuasa dan melegitimasi kudeta lewat informasi media selanjutnya menggiring opini bahwa junta militer sebagai penyelamat Republik.

Setelah beberapa dekade hubungan antara media dan pemimpin militer menjadi sangat erat dan militer menyadari kampanye media dapat digunakan bagi kepentingan mereka. Banyak reporter, kolumnis dan editor bekerjasama dengan militer, mengesampingkan idealism mereka sebagai pilar demokrasi.

Mereka dijadikan alat untuk mengkampanyekan kelompok militer sebagai penjaga Republik. Pada tahun 1971 dan 1980 media-media utama mendukung intervensi militer terhadap pemerintahan sipil, Militer meredam dan menetralisir berbagai kritik.

Media pemerintah TRT memonopoli pemberitaan yang memudahkan penjaga rezim mengarahkan publik sesuai dengan keinginan mereka. Selama perang dingin para jurnalis muncul sebagai partner dekat Militer. Media-media utama tetap bekerjasama dengan Militer, sekalipun Uni sovet telah runtuh.

Pada 1997 para jurnalis menjadi pemeran kunci, dimana para petinggi militer mengeluarkan ultimatum pada pemerintahan koalisi yang dipimpin oleh pemimpin partai Welfare Party, Necmetin Erbakan pada pertemuan sidang pertahanan Nasional.

Halaman:

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x