Dilakukan via WeChat dan WhatsApp, Sasar Siswa Internasional Kini Marak Aksi Penculikan Virtual

27 Juli 2020, 14:48 WIB
/Tim Galamedia/

GALAMEDIANEWS - Sejumlah siswa internasional menjadi korban pelaku penculikan virtual yang memaksa mereka membuat  keluarga masing-masing merogoh kocek lebih dari $3 juta atau Rp 43 miliar untuk membayar  uang tebusan.

Dikutip Galamedianews dari DailyMail, Senin (27 Juli 2020) sedikitnya delapan pelajar Tionghoa yang tinggal di Sydney  memalsukan penculikan mereka sendiri dan meminta uang dari keluarga untuk pembebasan.

Baca Juga: Sepuluh Hari Pertama di Bulan Dzulhijjah, Mendekatkan diri Kepada Allah tanpa Haji

Uang tebusan berkisar antara $20.000 (Rp 291 juta) hingga $2 juta atau Rp 29 miliar. Menanggapi kasus serupa yang mulai marak polisi NSW bekerja bersama pemerintah China  melacak komplotan penculikan virtual yang bertanggung jawab di balik aksi ini.

Kepala Divisi Perampokan dan Kejahatan Berat NSW, Detektif Superintendent Grant Taylor mengatakan pelaku menghubungi korban dan meyakinkan mereka untuk memalsukan penculikan sendiri.

Baca Juga: Bersiap Perang dengan Amerika Serikat, Iran Hancurkan USS Nimitz Tiruan di Selat Hormuz

“Kasus biasanya melibatkan seseorang yang fasih berbahasa Mandarin dan  mengklaim sebagai perwakilan dari otoritas Tiongkok, seperti Kedutaan Besar China, konsulat atau polisi. Korban diyakinkan  telah terlibat dalam kejahatan di Tiongkok sengaja atau tidak.”

Sebagai konsekuensi mereka harus membayar sejumlah uang guna menghindari deportasi, visa dibatalkan atau ancaman lain yang terkait penangkapan. Demikian paparan Daily Telegraph.

Ia melanjutkan, "Skenario bervariasi tapi motifnya menanamkan rasa takut pada korban bahwa mereka menghadapi prospek harus meninggalkan pendidikan.  Setelah itu, korban memesan sendiri hotel dan mengirim pesan pada keluarga untuk memberitahukan telah diculik.”

Baca Juga: Kian Berbeda, Meghan Markle Berambisi Samai Putri Diana Kate Middleton Makin Mirip Ratu Elizabeth

Mereka kemudian diberitahu untuk tidak menggunakan media sosial atau ponsel setelah mengirim pesan. Berikutnya korban mengirim foto bukti penculikan kepada orangtua dalam kondisi diikat dan mata tertutup. Ada juga rekaman suara agar lebih meyakinkan.

Keluarga korban yang percaya kemudian mentransfer sejumlah besar uang ke rekening bank yang tidak diketahui. Namun setelah aksi berhasil, pelaku  memaksa korban menyetorkan lebih banyak uang dengan pemerasan lainnya.

Taylor mengatakan korban secara fisik tidak  dalam bahaya  karena seluruh penipuan dioperasikan via telepon melalui aplikasi terenkripsi seperti WeChat atau WhatsApp.

Baca Juga: Setir Terkunci Mendadak, Truk Sampah Milik Pemkot Tasikmalaya Terguling di Jalan Gubernur Sewaka

"Kami mendapat laporan setelah korban benar-benar tidak punya uang tersisa. Ada juga korban yang curhat pada anggota komunitasnya dan setelah mendengar apa yang dialami mereka, tak sedikit yang percaya itu  hanya penipuan. Akhirnya korban menghubungi polisi," katanya.

Polisi NSW mengungkap salah satu kasus tahun ini di mana orangtua korban  membayar $2 juta karena mengira putrinya diculik. Direktur Komando Kejahatan Negara, Kepala Detektif Superintenden Darren Bennett mengatakan pihaknya kini bekerja sama dengan Konsulat China di Sydney untuk menyebarkan peringatan.

Baca Juga: Mendekatkan Diri Kepada Allah Tanpa Haji

Det-Chief Supt Bennett mengatakan pelaku sengaja menargetkan anggota masyarakat Cina-Australia yang dinilai rentan. Bulan Mei lalu Polisi Federal Australia  memperingatkan publik terkait penipuan internasional. Penipuan dilakukan pelaku mengandalkan kontak dengan korban.***

Editor: Mia Fahrani

Sumber: Daily Mail

Tags

Terkini

Terpopuler