Perceraian Meningkat di Tengah Pandemi Covid-19? Ini Faktanya juga Tips Terhindar dari Perpisahan

26 November 2020, 16:26 WIB
Foto Ilustrasi Pasutri. Tangkap Layar YouTube/Rans Entertainment /

 

GALAMEDIA - Situasi pandemi Covid-19 ternyata berdampak pada kehormonisan rumah tangga. Ini menandakan dampak pandemi Covid-19 rupanya tak melulu soal kesehatan, kehidupan sosial, dan ekonomi. Faktanya, keharmonisan rumah tangga bisa ikut terpengaruh!

Mengapa banyak pasangan yang memutuskan cerai di masa pandemi? Adakah cara yang bisa ditempuh untuk menghindarinya?

Perceraian Meningkat di Masa Pandemi Virus Corona
Meningkatnya angka perceraian di tengah pandemi itu sempat disinggung langsung oleh Menteri Agama Fachrul Razi, Senin (23/11). Dikutip galamedia dari laman klikdkter, Menag pun meminta agar KUA setempat bisa melakukan penyuluhan pada setiap pasangan saat masa pembinaan pranikah dan setelah menikah.

Baca Juga: Makna Hidup dari Pesan 'Logoterapi' di Tengah Pandemi yang Bisa Redamkan Depresi

Fenomena perceraian di masa pandemi ini ternyata tak hanya terjadi di Indonesia. Mengutip laman Natlaw Review, pada April lalu, tercatat peningkatan kasus perceraian sebesar 34 persen di Amerika Serikat.

Masih berdasarkan laman yang sama, jika dibandingkan tahun 2019, 20 persen peningkatan perceraian terjadi pada pasangan yang baru menikah selama lima bulan atau kurang.

Beberapa peneliti memprediksi, kasus perceraian yang terjadi memang akan terus meningkat 10-25 persen sampai akhir tahun.

Kasus Perceraian Meningkat
Meski tidak diketahui pasti berapa banyak jumlah perceraian yang terjadi selama masa pandemi Covid-19, kondisi ini tentu meresahkan. Lantas, apa penyebab perceraian terjadi di masa pandemi seperti sekarang? Dipaparkan psikolog Ikhsan Bella Persada, M.Psi., berikut beberapa alasannya:

Baca Juga: Saat Pandemi, Unisba Gelar Konferensi Internasional dengan Pembicara dari Jepang dan Thailand

1. Punya Kebiasaan yang Tidak Biasa
Pandemi memaksa kita semua menjalani kebiasaan baru alias new normal. Kebiasaan tak biasa yang mendadak harus dilakukan tersebut bisa menjadi sumber konflik baru, termasuk dalam kehidupan pernikahan.

“Misalnya, suami dan istri sebelumnya punya kebiasaan berhubungan jarak jauh atau jarang bertatap muka. Tapi saat pandemi, mau tidak mau mereka akan terus bertatap muka. Hal ini bisa saja meningkatkan konflik,” kata Ikhsan.

Terlebih lagi jika tidak ada pengalihan ke hal-hal lain, kata dia, konflik bisa berkelanjutan dan semakin besar.

2. Muncul Rasa Jenuh
Karena terpaksa harus “terkurung” di dalam rumah untuk jangka waktu lama, pasangan jadi merasa jenuh dan bosan. “Belum lagi jika harus mengulang kebiasaan yang sama setiap harinya, tanpa ada aktivitas lain yang mungkin dianggap lebih menyenangkan,” kata Ikhsan.

Baca Juga: Diyakini Pacar Rahasia Presiden Rusia Vladimir Putin, Alina Kabaeva Muncul dengan Kabar Mengejutkan

3. Faktor Usia Pernikahan
Faktor usia pernikahan juga bisa jadi alasan lain pasangan memilih untuk cerai di masa pandemi virus corona. “Perhatikan juga sudah berapa lama usia pernikahan pasangan. Akan ada fase-fase kritis dari pernikahan yang rentan timbul konflik, misalnya karena adanya kejenuhan atau toleransi dari pasangan yang kurang,” psikolog itu menjelaskan.

Apa yang Bisa Dilakukan Pasutri agar Terhindar dari Perceraian?
- Saling Menoleransi Sifat dan Perilaku Pasangan
Meski konflik sering kali tidak bisa dihindarkan, bukan berarti Anda tidak bisa meminimalkan risiko perceraian. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan suami istri agar terhindar dari situasi tersebut, yaitu:

Saling menoleransi sifat dan perilaku pasangan. Anda tidak bisa terus menuntut pasangan menjadi seperti yang Anda inginkan, begitu juga sebaliknya. Solusinya, saling toleransi dan terbuka pada masalah-masalah yang tidak disukai satu sama lain.

Baca Juga: Luhut Pandjaitan Jadi Menteri KKP Ad Interim, Gerindra Manut ke Jokowi Soal Pengganti Edhy Prabowo

- Tingkatkan komunikasi agar hubungan semakin membaik.
Ingat, kunci hubungan yang sukses adalah saling berkomunikasi. Dengan saling berdiskusi, Anda bisa mengetahui perasaan satu sama lain. Secara bersama-sama, lakukan kegiatan yang digemari satu sama lain. Misalnya, jika pasangan suka memasak, bantulah dia untuk menyiapkan bahan makanan. Atau jika pasangan Anda gemar merakit mainan, coba lakukan aktivitas itu bersama-sama.

Ikhsan mengingatkan, tidak semua masalah harus diselesaikan saat itu juga. Anda dan pasangan sama-sama butuh cooling down agar bisa berpikir jernih.

“Tapi ingat juga, jangan biarkan masalah terus menumpuk dan nantinya meledak di masa yang akan datang. Saling beri pengertian, dan coba obrolkan masalah dengan kepala dingin,” tutur Ikhsan.

Bukalah diskusi dan komunikasi yang sehat dengan pasangan. Jangan pula membuat keputusan penting di saat amarah sedang memuncak, yang mungkin disesali di kemudian hari. Jika merasa membutuhkan bantuan profesional, jangan segan berkonsultasi dengan psikolog. ***

Editor: Hj. Eli Siti Wasilah

Tags

Terkini

Terpopuler