Hari Santri Nasional: Sosok K.H. Hasjim Asy’ari dan Resolusi Jihad dalam Mengawal Kemerdekaan

21 Oktober 2020, 15:01 WIB
Simak Resolusi Jihad yang jadi awal mula adanya hari Santri. /NU Online/Dok. PP Sirojuth Tholibin Brabo

 

GALAMEDIA - Sosok dibalik Hari Santri Nasional atau HSN yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober adalah KH Hasyim Asy’ari. Pada 22 September tersebut bertepatan dengan satu peristiwa bersejarah yakni seruan yang dibacakan oleh Pahlawan Nasional KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.

Pada tanggal tersebut, KH Hasyim Asy’ari menyerukan perintah kepada umat Islam untuk berperang (jihad) melawan tentara sekutu yang ingin menjajah kembali wilayah Republik Indonesia pasca-Proklamasi Kemerdekaan.

Baca Juga: Hari Santri Nasional: Tema Tahun 2020 Santri Sehat Indonesia Kuat, Ini Logo dan Panduan HSN

Siapa sosok KH Hasyim Asy’ari? Berikut ulasannya seperti dikutip galamedia dari laman sejarahlengkap.com.

KH Hasyim Asy’ari lahir di Kabupaten Jombang, Jawa Timur pada 14 Februari 1871. Beliau meninggal di Jombang, Jawa Timur pada umur 76 tahun tepatnya tanggal 21 Juli 1947. KH Hasyim Asy’ari merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang mendirikan Nahdlatul Ulama.
Nahdlatul Ulama bermakna kebangkitan ulama dan didirikan pada tahun 1926. Organisasi tersebut kemudian menjadi organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia.

Sosok KH Hasyim Asy’ari mendapatkan julukan Hadratus Syeikh di kalangan Nahdliyin dan ulama pesantren, yang berarti maha guru.

Sosok KH Hasyim Asy’ari terlahir di lingkungan pesantren. Beliau pun mempelajari dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang merupakan pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang.

Baca Juga: Lagi, Pangeran Arab Saudi Meninggal Dunia

Ia berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren sejak usia 15 tahun. Pesantren tempat KH Hasyim Asy’ari menimba ilmu diantarnaya adalah Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantrem Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Kademangan di Bangkalan, dan Pesantrem Siwalan di Sidoarjo.

Sedangkah di Mekah, awalnya beliau belajar di bawah bimbingan Syaikh Mahfudz dari Termas (Pacitan). Syaik Mahfudz adalah ahli hadits, sehingga saat kembali ke Indonesia maka KH Hasyim Asy’ari sangat terkenal dengan pengajaran ilmu hadits.

Baca Juga: Hari Santri Nasional: Mengapa Harus Santri? Berikut Pemikiran Para Ahli

Selain itu, belau juga mempelajari tassawuf (sufi) dengan mendalami Tarekat Qadiriyah dan Naqsabandiyah. Sepulangnya dari Mekah, pada tahun 1899, KH Hasyim Asy’ari mendirikan Pesantren Tebu Ireng. Pesantren ini pun kemudian menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20.

Pandangan KH Hasyim Asy’ari mengenai Ahl al-sunna wa al-jama’ah yakni tidak memiliki makna tunggal, tergantung perspektif yang digunakan. Setidaknya terdapat dua perspektif yang digunakan untuk mendefinisikan Ahl al-sunna wa al-jama’ah, yakni teologi dan fiqh.

Melalui karya-karyanya dapat disimpulkan bahwa Ahl al-sunnah wa al-jama’ah pada dasarnya lebih mengandaikan pola kebragaman bermadzhab kepada generasi Muslim masa lalu yang cukup otoritatif secara religius.

Baca Juga: Hari Santri Nasional: Refleksi Sejarah Kiyai dan Santri dalam Perjuangannya Melawan Penjajah

Resolusi Jihad
Para ulama selalu mengawal kemerdekaan Indonesia. Bahkan setelah kemerdekaan, para ulama tetap mengawal kemerdekaan Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh kepahlawanan KH Hasyim Asy’ari dengan fatwa jihadnya, pada 14 September 1945.

Resolusi Jihad diputuskan dalam rapat para konsul NU Se-Jawa Madura. Isi dari Resolusi Jihad tersebut diantaranya:
(1) kemerdekaan Indonesia wajib dipertahankan
(2) umat Islam, terutama warga NU, wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia,
(3) kewajiban tersebut adalah “jihad” yang menjadi kewajiban bagi setiap orang Islam dalam jarak radius 94 Km (jarak dimana umat Islam dapat melakukan shalat jama’ & qasar).

Baca Juga: Telanjangi Rezim Penguasa, Ketua YLBHI Asfinawati Ungkapkan Jeritan Jutaan Rakyat

Sementara itu, bagi mereka yang berada di luar jarak tersebut, wajib membantu saudara-saudaranya yang berada dalam jarak 94 Km tersebut. Terdapat tambahan dalam teks lainnya, yakni “Kaki tangan musuh adalah pemecah belah kebulatan tekad dan kehendak rakyat dan harus dibinasakan; menurut hukum Islam sabda hadits (Nabi) riwayat Muslim.”

Dampak Resolusi Jihad
Resolusi Jihad ini berdampak sungguh luar biasa. Puluhan ribu kyai dan santri berperang melawan tentara sekutu. Sebanyak lima belas ribu Tentara Sekutu dengan persenjataan serba canggih tak mampu menghadapi pasukan perlawanan pasukan kyai dan santri.

Brigadier Jenderal A.W.S. Mallaby pun tewas dalam pertempuran yang berlangsung tiga hari berturut-turut, yakni pada tanggal 27, 28, 29 Oktober 1945.

Baca Juga: Presiden Prancis Emmanuel Macron Instruksikan Penutupan Masjid di Paris

Hal ini membuat marah angkatan perang Inggris, sehingga ujungnya terjadi Peristiwa Pertempuran 10 November 1945. Peristiwa tersebut kemudian diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Pahlawan.

Meskipun penetapan Hari Santri Nasional dilatarbelakangi oleh resolusi jihad yang diserukan oleh KH Hasyim Asy’ari yang merupakan pendiri Nahdlatul Ulama, tetapi peringatan ini tidak dimaksudkan untuk kelompok atau golongan tertentu.

Peringatan Hari Santri Nasional di Indonesia harus dimaknai sebagai upaya meningkatkan nasionalisme di kalangan umat Islam yang sudah ada sejak zaman penjajahan dulu.

Baca Juga: PDIP Sebut Banyak Elit Politik Iri Karena Tak Dapat Jabatan Strategis

Peran umat Islam sendiri pada masa penjajahan dapat terlihat dari banyaknya pahlawan yang melandaskan perjuangannya atas dasar agama Islam.

Banyak para kiyai atau para pemuka agama Islam dan raja-raja Islam yang turun dan memimpin peperangan melawan para penjajah.

Peran organisasi-organisasi Islam juga tidak kalah hebatnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Organisasi tersebut misalnya Sarikat Dagang Islam (SDI) dan Sarikat Islam (SI).***

 

Editor: Hj. Eli Siti Wasilah

Tags

Terkini

Terpopuler