Luar Biasa! Pria ini telah Divaksin Sebanyak 200 Kali tapi Tak Berdampak Buruk bagi Tubuh, Kok Bisa?

- 11 Maret 2024, 20:29 WIB
Ilustrasi: Divaksin Sebanyak 200 Kali Tapi Tak Berdampak Buruk Bagi Tubuh, Kok Bisa?
Ilustrasi: Divaksin Sebanyak 200 Kali Tapi Tak Berdampak Buruk Bagi Tubuh, Kok Bisa? /pexels @cottonbro studio/

GALAMEDIANEWS – Sungguh luar biasa, pria ini telah divaksin sebanyak 200 kali, tapi bukan dampak buruk yang dirasakan justru bermanfaat untuk kesehatan. Respons imun berfungsi meningkat.

Hal ini juga sekaligus menjadi pematah teori bahwa melakukan vaksinasi secara berlebihan akan melemahkan sistem kekebalan tubuh, seperti yang ditunjukkan dalam penelitian yang diterbitkan oleh The Lancet Infectious Diseases.

Para peneliti di Universitas Friedrich-Alexander Erlangen-Nürnberg (FAU), anehnya tidak menemukan efek negatif pada sistem kekebalan tubuh.  Namun, hingga saat ini belum jelas terkait dampak hipervaksinasi terhadap sistem kekebalan tubuh.

Baca Juga: Masyarakat Disarankan Kembali Vaksin Booster Covid-19 Jelang Mudik Lebaran

Beberapa ilmuwan mempercayai bahwa sel kekebalan akan menjadi kurang efektif setelah terbiasa dengan efek dari antigen itu sendiri. Hal ini terbukti tidak terjadi apapun pada pria tersebut.

Meski, sel kekebalan dan antibodi tertentu terhadap SARS-CoV-2 terdapat konsentrasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang baru menerima 3 kali vaksinasi. Hasil ini dipublikasikan di jurnal The Lancet Infectious Diseases.

Pria yang telah diperiksa itu mengaku telah menerima 217 vaksinasi karena alasan pribadi yang tak disebutkan, namun ada konfirmasi resmi ia telah melakukan 134 vaksinasi.

Vaksinasi mengandung pantogen dan sejenis rencana konstruksi yang biasanya digunakan dalam sel setiap orang yang telah divaksinasi untuk memproduksi komponen patogen. Berkat antigen, sistem kekebalan dapat mengenali pantogen yang sebenarnya kalau terjadi infeksi di kemudian hari dan dapat bereaksi lebih cepat dan secara paksa.

“Hal ini mungkin akan terjadi pada infeksi kronis seperti HIV atau Hepatitis B yang mana sering kambuh, ada indikasi bahwa jenis kekebalan tertentu yang dikenal sebagai sel T, kemudian membuat seseorang menjadi kelelahan, menyebabkan sel melepaskan lebih sedikit zat pembawa pesan pro inflamasi,” kata Schober dikutip dari scitechdaily.com pada Senin, 11 Maret 2024.

“Efek ini dan efek lain yang dipicu oleh sel yang terbiasa dengan efek antigen dapat melemahkan sistem lain yang terbiasa dengan antigen dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, tapi ini tidak lagu mampu melawan pantogen secara efektif” ucap Schober lagi melanjutkan.

“pria itu telah menjalani berbagai tes darah selama beberapa tahun terakhir, dia memberi kami izin untuk menilai hasil analisis ini. Dalam beberapa kasus, sampel telah dibekukan, dan kami dapat menyelidiki sendiri, kami juga dapat mengambil sendiri sampel darah ketika pria itu menerima vaksinasi lebih lanjut selama penelitian atas desakannya sendiri, kami dapat menggunakan sampel untuk menentukan dengan tepat bagaimana sistem kekebalan telah bereaksi terhadap vaksinasi,”jelas peneliti dari Wina.

Baca Juga: Perluas Penyuntikan Vaksin Malaria : Lebih dari 10.000 Anak Divaksinasi di Afrika

Hasil telah menunjukkan bahwa pria itu memiliki sel T efektor dalam jumlah besar untuk melawan SARS-CoV-2 yang bertindak sebagai tentara tubuh untuk melawan virus. Orang yang dites ini telah mendapatkan lebih banyak vaksinasi dibandingkan dengan orang yang menerima 3 vaksinasi.

Para peneliti tidak merasakan adanya kelelahan pada sel efektor mereka sama tidak efektifnya dengan kelompok kontrol yang menerima jumlah vaksinasi normal.

Sel T memori adalah aspek lain yang dieksplorasi oleh para peneliti, pada sel tahap awal sebelum sel efektor mirip dengan sel induk, sel ini dapat mengisi kembali sejumlah sel efektor yang sesuai.

“Jumlah sel memori pada kelompok uji kami sama tinggi dengan kelompok kontrol. Secara keseluruhan kami tidak mememukan adanya indikasi respons imun yang lebih lemah, namun malah sebaliknya. Pria itu yang divaksi 217 kali telah memberikan dampak dan jumlah antibodi terhadap SARS-CoV-2,” jelas Katharina Kocher.

Tes ini menunjukkan tidak ada perubahan pada efektivitas sistem kekebalan tubuh terhadap pantogen lain.

“Kasus uji coba kami yang telah divaksinasi dengan 8 vaksin berbeda, termasuk vaksin mRNA berbeda yang tersedia. Pengamatan ini tidak ada efek samping yang dipicu meskipun dilakukan hipervaksinasi yang menunjukkan bahwa obat itu memiliki tingkat tolerabilitas yang baik,” ungkap Dr Kilian Schober.***

Editor: Feby Syarifah

Sumber: scitechdaily.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x