Lintang Kemukus Dikait-kaitkan Kematian Julius Caesar, Wabah Pes di Jawa dan Runtuhnya Orde Lama

- 12 Oktober 2020, 16:12 WIB
Lintang Kemukus.
Lintang Kemukus. /Twitter @deningcarlo

GALAMEDIA - Sepanjang sejarah peradaban manusia, komet memang dipandang sebagai benda langit bernuansa buruk. Menjadi agen kematian dan kehancuran.

Filsuf besar era Yunani Kuno Aristoteles berpandangan komet atau bintang berekor adalah agen pembawa kabar bencana. Kata–katanya berpengaruh hingga berabad–abad kemudian, bahkan hingga di abad ke–20.

Ketampakan komet Halley dihubung–hubungkan dengan peristiwa tragis terbunuhnya Julius Caesar di era Romawi, juga hancurnya penduduk asli Inggris dalam pertempuran Hasting tahun 1066 dan meletusnya Perang Dunia 1 di abad ke–20.

Di Indonesia, ketampakan komet Halley yang mengesankan pada tahun 1910 menggidikkan banyak orang seiring berkecamuknya wabah pes yang merenggut puluhan ribu jiwa penduduk Jawa.

Baca Juga: Airlangga Hartarto Klaim Indonesia Masuk Top 5 di Dunia Jaga Perekonomian di Masa Pandemi Covid-19

Ketampakan lintang kemukus sangat terang lainnya, yakni komet Ikeya–Seki, pada dini hari di awal tahun 1966 dikait–kaitkan dengan pertanda buruk lainnya : transisi Orde Lama ke Orde Baru yang penuh berkuah darah.

Bagi astronomi, semua itu hanya takhayul. Komet telah lama terbukti sebagai benda langit biasa yang terikat pada Hukum Kepler 3.

Astronomi modern bahkan telah bekembang sedemikian rupa sehingga tak hanya sekedar mengamati komet dari jauh.

Pengamatan dari jarak dekat dengan menggunakan wahana antariksa tak berawak telah dilakukan sejak 1986 kala komet Halley kembali nampak dalam perjalanannya menuju perihelionnya.

Baca Juga: Ogah Ikut-ikutan Ridwan Kamil, Edy Rahmayadi Tolak Mentah-mentah Permintaan Buruh

Bahkan terdapat wahana antariksa yang mengeksplorasi komet dengan mendarat di parasnya, seperti Rosetta (dan pendarat Philae) di komet Churyumov–Gerasimenko.

Astronomi modern juga telah berkemampuan menemukan ratusan komet baru per tahun melalui aktivitas sistem–sistem penyigi langit. Meski sangat jarang diantaranya yang cukup terang sehingga mampu dilihat khayalak ramai tanpa harus menggunakan teleskop.

Satu–satunya potensi bahaya yang timbul dari sebuah komet adalah bilamana lintasannya tepat berpotongan dengan orbit Bumi dan pada saat yang sama baik komet maupun Bumi sedang berada di titik potong tersebut.

Baca Juga: Ridwan Kamil Menyatakan Zona Merah di Jabar per Hari Ini Hanya Tersisa di 3 Daerah

Tumbukan benda langit tak terelakkan, dengan dampak yang tak terperi. Sebuah benda langit berdiameter 10 km yang melaju cepat ke Bumi akan dengan mudah melepaskan energi luar biasa besar dan membedaki segenap penjuru dengan material produk tumbukan.

Termasuk menciptakan tabir surya alamiah berbahan aerosol sulfat yang memblokir cahaya Matahari demikian rupa sehingga paras Bumi pun menjadi remang–remang.

Dengan hanya 1 persen saja cahaya Matahari yang tiba di Bumi akibat pemblokiran tersebut, maka fotosintesis pun akan berhenti.

Matinya tumbuh–tumbuhan akan menjalar ke matinya hewan–hewan secara perlahan dan pada gilirannya pun manusia.

Baca Juga: Puluhan Anggota KAMI Medan Diciduk Polisi, Termasuk Sang Ketua

Skenario mengerikan inilah yang terjadi pada 65 juta tahun silam, yang membuat kawanan dinosaurus beserta 75 % makhluk hidup sezaman punah. Tersapu bersih dari panggung kehidupan.

Kabar baiknya, pecahan–pecahan komet Atlas masih berjarak lebih dari 100 juta kilometer kala melintas di titik yang terdekat dengan Bumi kita. Itu setara dengan jarak orbit Bumi ke orbit Merkurius. Sangat jauh. Maka tak ada yang perlu dikhawatirkan, karena potensinya untuk bertumbukan dengan Bumi adalah nol.

Kabar baik lainnya, astronomi modern sedang mulai menguji coba metode untuk memusnahkan atau mendefleksikan benda langit yang berpotensi mengancam Bumi seperti halnya komet. Dengan harapan agar manusia masa depan tak lagi mengalami nasib serupa dinosaurus.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x