WOW! Refly Harun Sebut Jokowi Tak Bernyawa Saat Sampaikan Pidatonya

26 Mei 2021, 19:03 WIB
Refly Harun. /Instagram/@reflyharun

GALAMEDIA – Polemik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini masih menjadi perbincangan di kalangan politikus Indonesia.

KPK sebelumnya telah menyatakan dari 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK), 51 di antaranya tidak bisa bergabung lagi.

Meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberikan sebuah pidato terkait TWK dan nasib pegawai KPK, namun keputusan tersebut sudah diambil pihak KPK.

Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti bahkan mengatakan, rakyat Indonesia kena prank lagi.

Refly Harun selaku ahli hukum tata negara kembali menyoroti permasalahan ini. Refly mengatakan, Jokowi dalam pidatonya mengatakan TWK bukan satu-satunya alasan.

“Jokowi tak mengatakan bukan ‘tidak boleh’ ya, ia mengatakan ‘bukan alasan satu-satunya’ ya. Artinya jangan semata-mata didasarkan pada TWK,” ujar Refly dilansir melalui Youtube Refly Harun.

Baca Juga: Polemik Pegawai KPK, Said Didu : Dari Awal Saya Takut Ada Perintah Lain di Balik Ini

Menurut Refly, pidado Jokowi saat itu seakan ‘tanpa nyawa’ bahkan matanya kosong.

“Tapi jangan lupa, kalau kita lihat pidatonya Jokowi, pertama pidatonya tanpa nyawa, tanpa perasaan keprihatinan, kosong coba lihat, matanya kosong dan terlihat hanya membaca teks saja,” katanya.

Lalu Jokowi terlihat tidak kuat dan hanya meminta bukan memerintahkan pihak terkait.

“Dan tidak strong juga, hanya mengatakan bukan semata-mata didasarkan pada itu lalu dia meminta bukan memerintahkan,” imbuhnya.

Jika pada ketua KPK memang boleh meminta namun pada Badan Kepegawaian Negara seharusnya diperintahkan.

“Kalau sama ketua KPK bolehlah meminta karena kita anggap sebagai lembaga independen walaupun sekarang tidak independen lagi. Tapi kalau ke Badan Kepegawaian Negara harusnya perintahkan,” jelasnya.

Baca Juga: 27 dan 28 Mei 2021 Hari yang Tepat Mengecek Arah Kiblat, Matahari Berada Tepat di Atas Ka'bah

Refly berpendapat, jika Jokowi memang mau mempertahankan 75 pegawai KPK, ia seharusnya memerintahkan bedasarkan kewenangannya karena kalau masalah ASN itu keputusan tertinggi ada di tangan presiden.

“Kalau dia memang ingin mempertahankan 75 pegawai KPK, dia perintahkan bedasarkan kewenangannya. Karena kalau sudah soal ASN kan, keputusan tertinggi ada di tangan presiden, karena dia adalah kepala kekuasaan executive,” pungkasnya.

Refly merasa dia juga kena dalam ‘prank’ ini.

“Ingat ya, waktu pidato presiden itu, KSP mengatakan, ‘terbukti kan bahwa presiden tidak memperlemah KPK, presiden dari dulu tegak lurus dalam pemberantasan korupsi’, padahal kita diprank berkali-kali ya,” ucapnya.

Menurut Refly perintah Jokowi tidak jelas sehingga bawahan bisa menafsirkan hal lain.

“Tegak lurus tapi menyetujui perubahan UU KPK yang memperlemah KPK. Tegak lurus, keep silent (dia) dalam pembehentian 51 pegawai KPK atau paling tidak perintahnya gak jelas, sehingga bawahan bisa menafsirkan yang lain,” sambungnya. ***

 

Editor: Dicky Aditya

Tags

Terkini

Terpopuler