Sebut Mendag Asal Mangap Soal Harga Kedelai Naik Akibat Babi di China, Rizal Ramli: Ngeles Kok Ngasal

20 Februari 2022, 17:29 WIB
Mendag Muhammad Lutfi. /Dok. Humas Kemendag

 


GALAMEDIA - Ekonom Senior Dr Rizal Ramli menilai pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi soal alasan harga kecang kedelai melonjak, tak masuk akal.

Disebutkan, baru-baru ini di China ada lima miliar babi baru yang semuanya itu pakannya adalah kedelai.

"Di Cina itu, awalnya peternakan babi di sana tidak makan kedelai, tapi sekarang makan kedelai. Apalagi baru-baru ini ada lima miliar babi di peternakan Cina itu makan kedelai," ujar Mendag.

Pernyataan itu pun langsung mendapat tanggapan dari Mantan Menteri Koordinator Pereekonomian yang akrab disapa RR melalui akun Twitter @RamliRizal, Minggu, 20 Februari 2022.

"Mentri Perdagangan asal mangap, Ngeles kok ngasal," ujarnya.

Baca Juga: Produsen Tahu dan Tempe Jabodetabek Siap Mogok Produksi Selama 3 Hari ke Depan

Soalnya jawaban Mendag itu tidak menjawab sama sekali mengapa harga kedelai menjadi mahal di tanah air.

Hal itu menanggapai pemberitaan berjudul "Kata Mendag, Miliaran Babi di China Bikin Kedelai Impor RI Jadi Mahal".

Sementara itu Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi meminta pemerintah segera mengambil langkah taktis untuk mengintervensi isu mahalnya harga dan kelangkaan kedelai yang setiap tahun terjadi di Indonesia.

“Isu mahal dan langkanya kedelai di pasaran membuat sejumlah pedagang tahu dan tempe berencana menggelar aksi mogok produksi. Itu selalu terjadi setiap tahun. Jadi harus ada langkah taktis jangka pendek dan jangka panjang dari pemerintah,“ kata Dedi seperti dikutip dari Antara.

Ia menyampaikan, hal yang harus dilakukan pemerintah saat ini sebagai langkah jangka panjang ialah mendorong agar jumlah produksi kedelai dalam negeri ditingkatkan.

Sedangkan langkah jangka pendek yang bisa diambil ialah dengan menyiapkan ketersediaan kedelai, sesuai dengan kebutuhan pasar.

Baca Juga: AHY Sowan ke Rais Aam PBNU, Miftachul Akhyar Ajak Partai Demokrat Ikut Berdakwah

Menurut dia, intervensi di tengah isu mahal dan langkanya kedelai harus dilakukan, karena kedelai adalah sebuah kebutuhan mendasar dari pangan rakyat.

Dedi meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan segera melakukan langkah dalam mendorong ketersediaan kedelai di pasaran, sekaligus menstabilkan harga. Sebab harga akan stabil saat kedelai ada dan mudah didapat.

“Kedelai di kita memiliki kualitas baik, dan itu rasanya enak dibanding yang impor. Tapi sering kali untuk kepentingan tempe kurang diminati karena ukurannya dianggap kecil dibanding impor yang ukurannya besar. Itu yang mendorong pedagang menyukai kedelai impor,” katanya.

Sedangkan terkait dengan minimnya produksi dalam negeri, itu tak lepas dari kurangnya minat petani, karena secara ekonomis harga kedelai jauh di bawah padi dan jagung. Sehingga dalam hal ini juga perlu intervensi agar ada langkah strategis dalam mengatasinya.

Mengenai hal tersebut, Dedi menyampaikan agar pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Pertanian harus segera membuat perencanaan, mulai dari penanaman serentak, penyediaan lahan, bibit unggul yang sesuai kebutuhan pasar Indonesia, tenaga pendamping hingga sejumlah alat produksi pascapanen.

Baca Juga: HATI-HATI! 5 Kebiasaan Sehari-hari Ini Bisa Jadi Pemicu Kanker Otak, Nomor 5 Paling Sering Dilakukan, Apa Itu?

“Karena pascapanen harus ada mesin pemanas, mesin pemilahnya, kalau perlu disediakan karung kedelai. Karena salah satu problem di kita ini adalah karung dari petani bukan murni untuk kedelai tapi bekas. Kemudian kedelai tidak dalam keadaan bersih karena bercampur dengan bahan lain. Sehingga pembeli tidak tertarik lagi,” ucapnya.

Ia menilai kalau isu kedelai adalah isu klasik yang terus timbul setiap tahun dengan dibarengi ancaman mogok para pedagang. Sehingga hal ini harus segera ditangani, mulai dari mengetahui sejak dini dan menyiapkan segala kebutuhan dasar produksi baik perencanaan impor atau tanam lokal.

“Itu diperlukan langkah efektif dan nyata dari Kemendag dan Kementan. Sehingga misal ada kesepakatan intervensi tanam tapi harus dijamin ada yang membeli itu kedelainya. Sering kali petani mengalami kerugian karena menanam kedelai tapi dijual harga yang murah,” katanya.***

Editor: Dicky Aditya

Tags

Terkini

Terpopuler