GALAMEDIA – Ciri-ciri penceramah radikal yang disebutkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mendapatkan kritikan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Wakil Ketua MUI, Anwar Abbas mengatakan, bagaimana jika ada orang yang bukan penceramah lalu mengajarkan anti Pancasila.
“(Hal) yang jadi pertanyaan kalau ada orang-orang tertentu (selain penceramah) yang mengajarkan anti Pancasila, radikal tidak? Menurut saya dia radikal,” ujarnya dalam Catatan Demokrasi TVONE dilansir Galamedia Kamis, 10 Maret 2022.
Namun, yang dikategorikan ke dalam radikal hanyalah penceramah. Padahal, profesi lain pun kata Anwar bisa masuk.
Oleh karena itu, Anwar menilai BNPT telah bertindak secara diskriminatif terhadap penceramah.
“Tetapi kenapa yang disebut hanya penceramah, jadi diskriminatif ini. Mengapa hanya kok hanya penceramah?” tuturnya heran.
Baca Juga: Rusia Ketar-ketir, Sniper Paling Mematikan di Dunia Tiba di Ukraina Penuhi Seruan Zelensky
Lebih lanjut, Ahli Ekonomi Islam ini menyinggung tiga musuh yang dapat mengancam eksistensi negara.
Tiga musuh yang dimaksud Anwar adalah radikalisme; terorisme; dan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kemudian, ketiga soal paham-paham yang tidak sesuai dengan pancasila.
Baca Juga: Terobsesi Video Dewasa, Seorang ABG Cabuli 5 Bocah Perempuan di Sumedang
Sebelumnya, ciri-ciri tersebut disampaikan oleh Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid dalam menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penceramah radikal.
Ahmad mengatakan bahwa pernyataan Jokowi soal penceramah radikal itu merupakan peringatan kuat untuk meningkatkan kewaspadaan nasional.
Karena itu dia meminta semua pihak untuk menanggapi serius pernyataan Presiden, sebab radikalisme sangat berbahaya.
Adapun lima ciri dari penceramah radikal yang diuraikan Ahmad antara lain:
1. Mengajarkan ajaran yang anti Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional.
2. Mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.
3. Menanamkan sikap anti pemimpin atau pemerintah yang sah dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian dan sebaran hoaks.
4. Memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman.
5. Memiliki pandangan anti budaya atau anti kearifan lokal keagamaan. ***