FAGI Jabar: Belum Ada Payung Hukum, DSP Bisa Dianggap Pungutan Liar

14 Juli 2020, 17:09 WIB
Orang tua calon siswa berkonsultasi dengan petugas panitia PPDB di SMA Negeri 9 Bandung, Jln. Suparmin, Kota Bandung, Kamis 25 Juni 2020. (Galamedia/Darma Legi) /

GALAMEDIA - Pemprov Jabar akan menggratiskan iuran bulanan siswa SMA/SMK/SLB di Jabar. Besarannya antara Rp 145.000-Rp 160.000/siswa/bulan.

Gratis iuran bulanan itu diberlakukan mulai tahun ajaran 2020/2021. Bagi sekolah di kota-kota besar dengan Biaya Operasional Pendidikan Daerah (BOPD) itu akan dirasakan kurang.

Pasalnya, iuran bulanan siswa atau SPP tahun lalu sekitar Rp 300.000-Rp 500.000. Berbeda dengan sekolah di daerah dengan Rp 160.000/siswa/bulan, dimana SPP mereka tahun lalu berkisar antara Rp 50.000-Rp 100.000/siswa/bulan.

Baca Juga: Berniat Menyalip, Ade Malah Terjatuh dari Motor dan Terlindas Truk Bermuatan Semen

"Oleh karena itu masih perlu Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) dari orang tua siswa untuk keperluan pendanaan investasi sekolah karena biaya operasional sekolah sudah ditutupi BOS dan BOPD tersebut," ujar Ketua Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Jabar, Iwan Hermawan, Selasa, 14 Juli 2020.

Namun untuk DSP tersebut perlu ada payung hukum dari Pemprov Jabar atau Dinas Pendidikan Jabar. Jika tidak ada payung hukum bisa terjadi kepala sekolah harus berurusan dengan Aparat Penegak Hukum (APH) karena dianggap pungutan liar.

Menurutnya, persyaratan sumbangan ke sekolah harus berdasarkan saran tindak dari Saber pungli Jabar. Yakni, tidak ditentukan besarannya dan harus suka rela dari orang tua siswa.

Baca Juga: Presiden Jokowi Prediksi Puncak Corona Agustus-September, Epidemilog : Salahnya Terlalu Optimis

Lalu, tidak ditentukan waktu pembayaranya, ada surat tidak keberatan menyumbang secara tertulis di atas materai, jelas peruntukannya, dan disimpan di rekening komite sekolah.

"Kami mendapat informasi ada beberapa sekolah yang sudah memungut sumbangan kepada orang tua siswa pada saat daftar ulang kemarin," kata Iwan.

"Menurut kami, ini bagian dari pelanggaran baik peraturan Mendikbud maupun Pergub Jabar tentang PPDB," sambung dia.

Baca Juga: Terdampak Pandemi Virus Corona, Sejumlah Perusahaan Besar di Dunia Ini Bangkrut

Oleh karena itu, katanya, tidak cukup hanya berdasar pada PP 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan yang menyebutkan bahwa biaya investasi sekolah menengah menjadi tanggung bersama pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat/orangtua sisiwa.

Iwan pun berharap pencairan BOPD tepat waktu. Karena pada awal pelajaran, sekolah sangat membutuhkan biaya yang besar.

"Jika BOS dan BOPD atau anggaran iuran bulanan dari provinsi tersebut lambat cairnya maka akan menjadi masalah bagi sekolah," kata Iwan.

Baca Juga: Datangi Polrestabes Medan, Kuasa Hukum Minta Publik Doakan Hana Hanifah

Sebelumnya, sejumlah pihak berharap anggaran iuran bulanan atau SPP gratis bagi siswa SMA/SMK/SLB negeri di Jabar yang akan dimulai pada Juli tahun ini dibayarkan tepat waktu. Sebab, anggaran tersebut akan digunakan untuk membiayai operasional siswa.

Menurut Kepala SMAN 1 Kota Bandung, Hatta Saputra, maju mundurnya pendidikan salah satu faktor utamanya adalah harus ditunjang dengan dana.

Oleh karena itu jika ingin mengoptimalkan pendidikan di sekolah dengan efektif dan efisien dananya harus ada.

Baca Juga: Tak Ada Lagi Istilah OTG, ODP dan PDP dalam Kasus Covid-19

"Ya harapan kami tentunya anggaran dari alokasi APDB Provinsi Jabar untuk iuran bulanan siswa harus tepat waktu. Ibarat mengemudikan kendaraan, kendaraannya sudah ada, sopirnya sudah ada, tapi bensinnya tidak ada," kata Hatta belum lama ini.

Jika kendaraan tidak ada bensin atau bahan bakarnya, sebenarnya masih bisa dijalankan, yakni dengan didorong.

"Tapi, efektif dan efisienkah? tentunya tidak. Makanya harus ada bahan bakarnya. Begitu pun pendidikan," katanya.

"Pendidikan mau berkualitas ya harus ditunjang dengan dana," pungkas Hatta.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler