Politik Dinasti, Jokowi akan Mempertahankan Pengaruhnya dengan Dukung Ganjar dan Prabowo

16 Oktober 2023, 17:17 WIB
Ganjar Pranowo, calon Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada Pilpres 2024, berbincang dengan Presiden RI Joko Widodo, saat menghadiri Rakernas partai tersebut di Jakarta, Indonesia, 29 September 2023. /Willy Kurniawan/ REUTERS/

GALAMEDIANEWS - Presiden Indonesia, Joko Widodo atau Jokowi, yang tengah memasuki puncak kekuasaannya, tetapi tidak dapat mencalonkan diri dalam pemilihan presiden tahun depan, kini tengah bermain dalam politik yang canggih. Ia memberikan dukungannya kepada dua kandidat utama dan mengembangkan dinasti politik untuk memastikan pengaruhnya yang langgeng.

Meskipun Jokowi nampaknya mendukung kandidat dari partai penguasa, ia juga secara diam-diam mengumpulkan dukungan untuk Prabowo Subianto, dalam perlombaan memperebutkan kursi presiden ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Keputusan ini telah memicu spekulasi dan perdebatan di kalangan analis politik seerti dikutip Galamedianews dari Reuters.

Kedua kandidat utama ini telah menunjukkan niat mereka untuk melanjutkan kebijakan ekonomi Jokowi, yang berarti kelanjutan proyek-proyek penting seperti pemindahan ibu kota dari Jakarta dan pengembangan industri kendaraan listrik dalam ekonomi G20 senilai triliunan dolar.

Namun, tindakan Jokowi yang mendalam dalam politik patronase dan dinasti berpotensi bertentangan dengan reformasi demokratis yang telah dicapai oleh negara demokrasi terbesar ketiga di dunia ini. Meskipun tingkat persetujuan Jokowi sangat tinggi, tindakannya ini telah menimbulkan pertanyaan tentang niat sejati di balik langkah-langkahnya.

Baca Juga: Lebih dari 200 anak di Indonesia Meninggal akibat Obat Batuk Sirup Beracun

Pendekatan "permainan ganda" yang digunakan oleh Jokowi semakin terlihat, termasuk dukungan dari jaringan relawan informalnya, Projo, yang secara terbuka mendukung Prabowo sebagai kandidat pilihannya. Projo bahkan mengklaim bahwa Presiden telah memberikan beberapa kriteria bagi calon penggantinya, yang secara tegas menunjukkan bahwa Prabowo Subianto adalah pilihan Jokowi.

Selain itu, dalam langkah yang cukup mencolok, pada bulan Agustus Jokowi memanggil kepala partai parlemen terbesar kedua di Indonesia, Golkar, dan memberikannya instruksi untuk mendukung Prabowo, meskipun partai ini sebelumnya akan mendukung Ganjar Pranowo. Instruksi serupa diberikan kepada Partai Amanat Nasional (PAN), dan keduanya akhirnya mengumumkan dukungan untuk Prabowo. Langkah ini memberikan Prabowo dukungan terbesar dari partai.

Pendekatan politik yang rumit ini diyakini sebagai upaya Jokowi untuk membangun basis kekuasaannya sendiri, terutama dengan meningkatnya ketegangan antara Jokowi dan Megawati Sukarnoputri, ketua PDI-P, partai yang Jokowi adalah anggotanya.

Selain mendukung Prabowo, Jokowi juga memberikan dukungan kepada Ganjar, yang termasuk dengan mengirimkan tim dan kelompok relawan untuk mendukung kampanye politiknya. Jokowi juga terlihat di acara nasional PDI-P pada bulan September, di mana ia memberikan nasihat kepada Ganjar tentang persiapan kepemimpinan nasional.

Baca Juga: Indonesia Mencari Dukungan China untuk Proyek Energi Terbarukan dan Infrastruktur

Muncul juga isu bahwa Jokowi memiliki ambisi untuk membangun dinasti politik. Putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan wali kota Surakarta, disebut-sebut sebagai calon wakil presiden yang potensial. Jokowi bahkan mencoba mengurangi batasan usia minimum untuk pencalonan wakil presiden, yang saat ini 40 tahun.

Selain itu, putra termuda Jokowi, Kaesang Pangarep, baru-baru ini diangkat sebagai kepala Partai Solidaritas Indonesia. Di kota Medan, putra ipar Jokowi, Bobby Nasution, menjabat sebagai wali kota.

Dengan ketidakpastian mengenai loyalitas Jokowi dan langkah-langkah politiknya, penempatan anggota keluarganya di posisi penting di berbagai level politik menjadi semakin signifikan, menimbulkan pertanyaan mengenai masa depan politik Indonesia.

Ini adalah langkah-langkah yang menarik dalam pemandangan politik Indonesia, terutama mengingat perjalanan negara ini dari masa pemerintahan otoriter Suharto pada tahun 1998. Pemerintahan Jokowi selama satu dekade telah memperdalam politik patronase yang terakar kuat, meskipun hal ini tidak secara signifikan menggerus popularitasnya di antara penduduk Indonesia yang berjumlah lebih dari 270 juta orang.

 Baca Juga: Pengadilan Konstitusi Indonesia Tolak Perubahan Aturan Batas Umur Kandidat Presiden dan Wakil Presiden

Pertanyaan terbesar adalah apakah Jokowi dapat mempertahankan pengaruhnya dan menghindari perpecahan di masa depan, serta apakah keluarganya akan memainkan peran yang lebih besar dalam politik Indonesia. Tidak diragukan lagi, politik Indonesia akan terus menjadi sorotan internasional dalam waktu dekat menjelang pemilihan presiden yang penting.***

Editor: Nadya Kinasih

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler