Jaksa Penyidik Perkara Pinangki Dilaporkan ICW, Ini Penyebabnya

14 Oktober 2020, 21:23 WIB
Jaksa Pinangki Sirna Malasari menghadiri sidang perdana Rabu, 23 September 2020. ANTARA/Desca Lidya Natalia /

GALAMEDIA - Sebanyak tiga orang jaksa penyidik perkara Pinangki Sirna Malasari, dilaporkan Indonesia Corruption Watch (ICW) karena diduga melakukan pelanggaran kode etik saat menyidik perkara.

"Pelaporan hari ini dilakukan pukul 12.00 WIB dan diterima oleh Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak. Kami melaporkan tiga orang jaksa penyidik SA, WT dan IP dengan empat poin dugaan pelanggaran kode etik," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana di Jakarta, Rabu, 14 Oktober 2020.

Dugaan pertama, ICW menilai jaksa penyidik tidak menggali kebenaran materiil berdasarkan keterangan Pinangki Sirna Malasari.

Baca Juga: Nah Loh, 10 Perusuh Demo UU Cipta Kerja Ternyata Positif Covid-19

Menurut Kurnia, pada 12 November 2019 terjadi pertemuan di kantor terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali, Joko S Tjandra, yang dihadiri oleh jaksa Pinangki dan pihak swasta bernama Rahmat.

Saat itu, berdasarkan pengakuan Pinangki, Joko Tjandra percaya begitu saja terhadap dirinya yang hanya menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung untuk dapat mengurus permohonan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung.

"Secara kasat mata, tidak mungkin seorang buronan kelas kakap seperti Joko S Tjandra, yang telah melarikan diri 11 tahun bisa langsung percaya kepada seorang jaksa yang tidak mengemban jabatan penting di Kejaksaan Agung untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung," ungkap Kurnia seperti dilansirkan wartaekonomi.co.id.

Baca Juga: Minta Petinggi KAMI Dibebaskan, Fadli Zon Tegas Katakan Indonesia Bukan Milik Segelintir Orang

Kurnia mengatakan, permohonan fatwa tidak bisa diajukan oleh individu masyarakat, melainkan lembaga negara. Jadi apa tugas dan kewenangan Pinangki sehingga bisa mengurus sebuah fatwa dari Kejaksaan Agung dan apa yang membuat Joko S Tjandra percaya?

Dugaan kedua, penyidik diduga tidak menindaklanjuti hasil pemeriksaan bidang pengawasan Kejaksaan Agung.

"Dalam banyak pemberitaan disebutkan bahwa dalam laporan hasil pemeriksaan bidang pengawasan di Kejaksaan Agung, Pinangki sempat mengatakan bahwa ia melaporkan kepada pimpinan setelah bertemu Joko S Tjandra. Apakah penyidik telah menelusuri saat proses penyidikan, siapa sebenarnya pimpinan yang diduga dimaksud oleh Pinangki?" tambah Kurnia.

Baca Juga: Desain Keren Masjid di Gaza Palestina Ini Hasil Karya Gubernur Jabar Ridwan Kamil

Dugaan ketiga, penyidik diduga tidak mendalami peran-peran pihak yang selama ini sempat diisukan terlibat dalam perkara. ICW menyebut terdapat beberapa istilah dan inisial yang muncul ke publik seperti "bapakmu", "BR", dan "HA".

"Dalam konteks ini, ICW meragukan penyidik telah mendalami terkait dengan istilah dan inisial-inisial tersebut. Bahkan, jika telah didalami dan ditemukan siapa pihak itu, maka orang-orang yang disebut harus dipanggil ke hadapan penyidik untuk dimintai klarifikasinya," ungkap Kurnia.

Dugaan keempat, penyidik diduga tidak melakukan koordinasi dengan KPK pada proses pelimpahan perkara ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi padahal pasal 6 huruf d jo pasal 10 ayat 1 UU No 19 tahun 2019 tentang KPK menyebut KPK berwenang melakukan supervisi terhadap penanganan tindak pidana korupsi pada lembaga penegak hukum lain.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Buat Penjual Bunga Rugi Besar, Ade: Kalau Ga Laku, Ya Dibuang

"Pada 4 September 2020, KPK telah menerbitkan surat perintah supervisi terhadap penanganan perkara Pinangki Sirna Malasari di Kejaksaan Agung.

Semestinya, setiap tahapan penanganan perkara tersebut Kejaksaan Agung harus berkoordinasi dengan KPK namun pada15 September 2020 Kejaksaan Agung langsung melimpahkan berkas perkara Pinangki ke pengadilan, ICW menduga kuat Kejaksaan Agung tidak atau belum berkoordinasi dengan KPK ihwal pelimpahan itu," tambah Kurnia.

Berdasarkan analisa di atas, maka ICW menduga keras tindakan para penyidik Kejaksaan Agung telah bertentangan dengan pasal 5 huruf a Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per-014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa yang berbunyi: Kewajiban Jaksa kepada Profesi Jaksa adalah menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dengan integritas, profesional, mandiri, jujur, dan adil.

Baca Juga: Habib Rizieq Klaim Akan Pulang Kampung, Begini Sikap Tegas Pemerintah

"Jika Nanti laporan ini terbukti benar dengan dilakukannya pemeriksaan terhadap para penyidik maka ICW mendesak Komisi Kejaksaan agar merekomendasikan kepada Kejaksaan Agung untuk memberi sanksi tegas terhadap para penyidik," tegas Kurnia.

Dalam perkara ini jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra.

Kedua dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp6.219.380.900 sebagai uang pemberian Joko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA dan ketiga dakwaan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.***

Sumber: Warta Ekonomi

Editor: Dadang Setiawan

Tags

Terkini

Terpopuler