PTPN VIII Ambisi Usir Habib Rizieq di Megamendung, Waketum MUI: Dipergunakan Untuk Apa?

- 27 Desember 2020, 20:05 WIB
Lokasi Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariat di Gunung Mas, Megamendung, yang jadi perkara dengan PTPN VIII.
Lokasi Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariat di Gunung Mas, Megamendung, yang jadi perkara dengan PTPN VIII. /Tangkapan Layar/Google Maps


GALAMEDIA - Ambisi PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII mengusir pengaruh Habib Rizieq Shihab (HRS) dengan mengambil kembali lahan hak guna usaha (HGU) yang ditempati Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah mulai dipertanyakan.

Salah satunya oleh Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas. Ia mempertanyakan apa yang bakal dilakukan PTPN usai mendapatkan kembali lahan tersebut.

Soalnya selama ini, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) ini telah memproduktifkan lahan itu untuk turut mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Cuma yang menjadi pertanyaan bagi saya kalau tanah itu akan diambil kembali oleh PTPN, lahan itu akan dipergunakan untuk apa? Bukankah dengan telah dibangunnya sekolah dan lembaga pendidikan di atasnya, berarti HRS sudah melaksanakan tugas membantu negara dan pemerintah?” tanya Anwar saat berbincang-bincang dengan wartawan, Minggu, 27 Desember 2020.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI) Anwar Abbas.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI) Anwar Abbas. ANTARA/Anom Prihantoro.


Menurut Wakil Ketua Umum MUI itu, jika PTPN belum akan memanfaatkan lahan tersebut dalam waktu dekat, maka seharusnya PTPN menunda untuk mengambil kembali.

Soalnya apa yang dilakukan oleh HRS di atas tanah tersebut sudah membantu tugas negara atau pemerintah.

“Untuk itu, ada kata-kata Bung Hatta yang sangat penting untuk kita perhatikan. Beliau mengatakan bila ada elemen masyarakat yang telah bekerja membantu tugas pemerintah maka wajiblah hukumnya bagi pemerintah untuk membantu mereka,” katanya.  

Baca Juga: Terbelenggu Politik, Ketua Umum Muhammadiyah: Sejak Kecil Diajari konflik Hingga Lupa Masa Depan

Menurut Anwar, Bung Hatta ketika menyampaikan keterangan pemerintah tentang politiknya kepada Badan Pekerja KNIP pada 2 september 1948 mengatakan bahwa, "Milik tanah dalam republik Indonesia berarti menerima suatu kewajiban terhadap produksi dengan pedoman: menghasilkan sebanyak-banyaknya untuk memperbesar kemakmuran rakyat."

"Tanah milik yang terlantar tidak dikerjakan berarti suatu keteledoran terhadap masyarakat dan hak miliknya itu harus diambil oleh negara."

"Di dalam kasus tanah atau lahan Markaz Syariah yang dikelola oleh Habib Rizieq tanah dan lahan tersebut katanya memang berasal dari HGU PTPN VIII, tetapi pihak PTPN karena tidak mampu memproduktifkannya telah melepaskan lahan itu kepada masyarakat."

Baca Juga: Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman Tandatangani Ikrar Kebangsaan: Tolak Intoleransi!

"Dan oleh masyarakat sudah dipergunakan untuk kepentingan pertanian. Oleh Habib Rizieq, tanah tersebut dibeli dari petani untuk mendirikan lembaga pendidikan pesantren," kata Anwar.

Tujuan dari pendirian pesantren tersebut, lanjut dia, antara lain mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara konstitusional tugas mencerdaskan kehidupan bangsa itu terletak di pundak negara dan pemerintah.

"Yang menjadi masalah sekarang PTPN yang ditugasi oleh pemerintah untuk mengurus tanah tersebut, akan mengambil kembali tanah tersebut. Saya rasa boleh dan sah saja PTPN melakukan hal demikian. Cuma yang menjadi masalah HRS sudah menghabiskan dana yang besar untuk itu yang dia himpun dari masyarakat dan dari diri dan keluarganya sendiri," kata dia.

Baca Juga: Terbongkar! Ternyata Sosok Perempuan di Markas FPI Adalah Mata-Mata Jerman Bukan Seorang Diplomat

Oleh karena itu, Anwar menilai etisnya PTPN memberikan ganti rugi kepada yayasan Habib Rizieq tersebut dengan nilai yang pantas. Selanjutnya PTPN baru boleh menggunakan lahan tersebut.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x