Selama Pandemi Donatur Berkurang, Pengeloka Panti Asuhan Menjerit

- 3 Februari 2021, 21:44 WIB
Sejumlah anak di Panti Asuhan Tuna Netra dibawah naungan LSM Titipan Anak Bangsa yang lokasinya berada di Kompleks SLBN A Citeureup Jalan Sukarasa, Kota Cimahi sedang membuat keset dari kain perca untuk mengisi waktu senggang di tengah wabah Covid-19./Laksmi Sri Sundari/Galamedia
Sejumlah anak di Panti Asuhan Tuna Netra dibawah naungan LSM Titipan Anak Bangsa yang lokasinya berada di Kompleks SLBN A Citeureup Jalan Sukarasa, Kota Cimahi sedang membuat keset dari kain perca untuk mengisi waktu senggang di tengah wabah Covid-19./Laksmi Sri Sundari/Galamedia /

GALAMEDIA Salah satunya adalah kehidupan di panti asuhan, yang selama ini bergantung pada para penyandang dana atau donatur.

Salah satunya seperti yang dialami Panti Asuhan Tuna Netra Selama Pandemi, Pengelola Panti Asuhan di Kota Cimahi naungan LSM Titipan Anak Bangsa yang lokasinya berada di Kompleks SLBN A Citeureup Jalan Sukarasa, Kota Cimahi.

Sejak mewabahnya Covid-19, banyak donatur tidak bisa lagi menyalurkan bantuannya kepada panti asuhan. Kondisi ini sangat berpengaruh bagi kehidupan 34 anak penyandang tuna netra yang diasuh LSM Titipan Anak Bangsa ini.

Baca Juga: Tiga Menteri Atur Seragam Sekolah, Nadiem Makarim: Tidak Boleh Mewajibkan Atribut dengan Kekhususan Agama

Pembatasan aktifitas masyarakat di tengah wabah Covid-19 ini membuat kunjungan donatur berkurang hingga 50%.

"Dulu kita bisa jemput bola seperti undangan syukuran dari donatur untuk anak-anak di luar. Sekarang hanya menunggu kedatangan donatur, tidak jarang juga mereka mengirim bantuan pakai jasa ojek online. Donasi juga jumlahnya menurun. Kita mengerti kondisi sekarang, banyak orang juga terdampak ekonominya," ungkap Ketua LSM Titipan Anak Bangsa Yulianti Rahayu Rivai saat ditemui di lokasi, Rabu 3 Februari 2021.

Ditengah keterbatasan, pandemi membuat biaya operasional justru membengkak. Selain harus memperhatikan asupan gizi anak-anak, pengelola juga harus menyiapkan dana ekstra untuk menyediakan obat-obatan hingga suplemen. Juga muncul biaya lain untuk berbagai kegiatan yang dilakukan di asrama.

Baca Juga: Single Terbaru Yura Yunita 'Duhai Sayang' Bikin Pendengar Senyum-senyum Sendiri

"Memang kebutuhan membengkak, kualitas gizi anak-anak kita perhatikan, termasuk pemberian vitamin dan suplemen untuk daya tahan tubuh harus tersedia. Belum lagi obat-obatan, cuaca sekarang dingin muncul keluhan sakit. Kegiatan juga difokuskan di internal, otomatis butuh biaya," jelasnya.

Pihaknya pernah mendapat bantuan berupa sembako dari Balai Literasi Braille Indonesia (BLBI) Abiyoso milik Kementrian Sosial. "Selama pandemi bantuan dari pemerintah hanya itu saja, kalau bantuan sosial lainnya belum ada," tuturnya.

Tidak hanya itu, pandemi Covid-19 juga membuat ruang gerak anak-anak difabel makin terbatas. "Nyaris tidak pernah keluar asrama kecuali mendesak," ujar Yulianti.

Baca Juga: BLT BSU Dihapus, Insentif Pekerja Jadi Lewat Kartu Prakerja, Menaker: Disiapkan Rp 20 Triliun

Puluhan anak rentang pendidikan SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi yang ada di panti asuhan ini  berasal dari berbagai daerah di Jawa Barat, hingga terjauh asal Nusa Tenggata Timur (NTT).

Pantauan di lokasi, anak-anak melakukan berbagai beraktifitas di dalam asrama. Usai menjalani tugas belajar dengan metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara daring, mereka mulai mengisi kegiatan seperti membereskan kamar dan asrama, membersihkan lingkungan, mencuci pakaian, serta belajar berbagai keterampilan.

Baca Juga: Isu Kudeta AHY Semakin Memanas, Demokrat Jabar: 1.000 Persen Sangat Solid, High Performance!

"Kegiatan yang ada kolerasi dengan pendidikan, seperti ada pelatihan di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Netra Wyata Guna Kota Bandung juga otomatis tidak ada. Sehingga kita melakukan kegiatan pemberdayaan di dalam asrama," katanya. **

 

 

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x