Terluka Perbuatan dan Perlakuan 'Sahabat', SBY Curhat Melalui Podcast

- 18 Maret 2021, 16:00 WIB
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). /ig resmi @pdemokrat

GALAMEDIA - Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) curhat melalui podcast berjudul 'Kebenaran dan Keadilan Datangnya Sering Lambat, tapi Pasti', yang ditayangkan pada sejumlah media sosial seperti di Facebook, Instagram dan YouTube, Kamis, 18 Maret 2021.

Video podcast SBY tersebut berdurasi 18 menit 43 detik.

Dalam kesempatan itu SBY mengaku tengah mencari hikmah dari cobaan baru yang dialaminya. Ia pun menyatakan mengapa cobaan ini mesti datang seperti itu.

"Perbuatan dan perlakuan sejumlah 'sahabat' yang sangat melukaiku. Juga melukai orang-orang yang setia, yang mencintai dan berjuang di sebuah perserikatan partai politik, yang selama 20 tahun aku juga ikut bersamanya. Sesuatu yang tak pernah kubayangkan bahwa itu bakal terjadi," ujarnya.

Baca Juga: 10 Aktris Terkaya Bollywood, Hartanya Ada yang Mencapai Ratusan Miliar!

Berikut kelanjutan pernyataan Presiden keenam RI dalam podcast tersebut:

Malam itu Cikeas bagai kota mati. Atau seperti dusun kecil yang terbentang di kaki bukit yang sunyi. Suasana sungguh mencekam, hening dan sepi.

Ketika kubuka jendela di dekat sajadah mendiang istriku, yang sedikit lusuh namun menyimpan kenangan yang teramat dalam, yang kini menjadi teman setiaku ketika aku bersujud ke pangkuan Illahi, di kejauhan kupandangi langit yang pekat kehitaman.

Tak ada cahaya rembulan atau gemerlapnya bintangbintang. Rintik hujan yang turun sejak senja haripun kini telah pergi. Tinggal derak pohon dan dedaunan yang terdengar lirih berdesir, pertanda angin malam masih menyapa dan menghampiri.

Kututup kembali jendela tua di kamarku, dan aku mencoba untuk merebahkan diriku di ranjang, mengingat jam dinding telah menunjukkan angka dua belas.

Namun, entah mengapa, sulit sekali memejamkan kedua mataku. Hatiku terjaga, pikiranku mengembara.

Baca Juga: Polisi Ciduk Pemain Sinetron Cinta Fitri Terkait Kasus Prostitusi Online Artis

Aku bangkit kembali dari tempat tidurku, dan duduk di kursi coklat tua tepat di depan televisi lamaku. Sepertinya, aku harus menata hati dan pikiranku yang tiba-tiba terbang ke mana-mana.

Nampaknya pula aku harus bertafakur, berkontemplasi, seperti yang sering kulakukan di sepanjang perjalanan hidupku. Terutama ketika aku tengah menghadapi cobaan dan ujian Tuhan.

Di keheningan malam itulah, aku berkontemplasi untuk mencari hikmah dari cobaan baru yang kualami. Dalam kekuatan iman yang kumiliki, aku bertanya kepada Sang Pencipta, juga mengadu, mengapa cobaan ini mesti datang seperti ini.

Perbuatan dan perlakuan sejumlah "sahabat" yang sangat melukaiku. Juga melukai orang-orang yang setia, yang mencintai dan berjuang di sebuah perserikatan partai politik, yang selama 20 tahun aku juga ikut bersamanya. Sesuatu yang tak pernah kubayangkan bahwa itu bakal terjadi.

Sesuatu yang menabrak akal sehat, etika dan budi pekerti. Juga bertentangan dengan sifat keperwiraan dan kekesatriaan.

Sebenarnya, aku tak hendak meratap, atau meminta-minta kepada Allah di luar yang seharusnya kumohonkan kepadaNya.

Baca Juga: Tensi Memanas, Biden Sebut Putin Pembunuh Rusia Perintahkan Duta Besar Angkat Kaki dari Amerika

Aku anak desa yang dibesarkan di tanah Pacitan, yang ketika aku remaja penuh dengan tantangan, baik alam maupun kehidupan. Masa laluku jauh dari kecukupan dan kemudahan.

Aku kerap terbanting dalam duka dan nestapa, meski sekejap pun tak pernah kufur dari rasa syukur. Justru dalam usiaku yang memasuki tujuh dasawarsa ini, aku sering mengalami kesulitan bagaimana caraku berterima kasih kepada Sang Khaliq, yang telah memberiku begitu banyak berkah dan anugerah.

Dalam kekhusyukan tafakur yang aku lakukan, tiba-tiba aku terlibat dalam percakapan di lubuk hatiku yang paling dalam.

Tentu aku tidak mampu untuk mengerti dan memahami apakah dialog dalam bathinku ini sebuah tuntunan Illahi. Atau Allah tengah membukakan pintu kalbuku, dan memintaku untuk menggunakan semua yang telah diberikan kepadaku ~ akal, intuisi dan keyakinan yang kumiliki, dan yang terus aku asah sepanjang perjalanan hidupku.

Dialog dan percakapan bathinpun segera berlangsung. Tak ada emosi, tak ada kegaduhan dan tak ada pula fitnah serta pertengkaran. Teduh, tulus dan jujur.

Kenapa kau harus bersedih? Tidakkah cobaan dan ujian begini telah engkau alami berpuluh-puluh kali. Aku tahu, hari-harimu memang sungguh berat dan seolah awan hitam menyelimuti hidupmu.

Baca Juga: Link Streaming dan Sinopsis Ikatan Cinta 18 Maret 2021: Demi Buktikan Andin Tak Bersalah, Al Tahan Rasa Lapar

Aku tahu di usiamu yang telah memasuki masa senja ini, engkau tak pernah membayangkan bahwa hal begini bakal terjadi. Hatimu pasti luka, sedih dan terhina.

Betapa partai politik yang kau gagas berdirinya, serta pernah kau pimpin dan besarkan, kini harus mendapatkan perlakuan seperti ini.

Sesuatu yang ketika kuasa ada dalam dirimu, ada dalam tanganmu, perlakuan tak terpuji seperti itu tak pernah kau lakukan. Tapi, itulah hidup. Itulah takdir. Itulah dunia kita.

Namun, kau tak perlu berkecil hati. Tidakkah kau telah melalui berbagai cobaan dan ujian, dan kau mampu mengatasinya? Ingat bersama kesukaran ada kemudahan. Setiap masalah ada solusinya.

Kuyakini ini tuntunan yang pertama.

Aku masih khusyuk dalam perenungan diri. Dialog dalam bathinku yang sunyi terus berlangsung. Bisikan nurani juga terus berlanjut.

Bagaimana dan langkah seperti apa yang patut engkau lakukan? Kalau itu yang kau tanyakan, sebenarnya kau telah menemukan jawabannya.

Tidakkah para pemimpin partai yang tengah diobok-obok sekarang ini telah berketetapan hati untuk berjuang, guna mempertahankan kedaulatan, kehormatan dan eksistensi perserikatan yang sama-sama kalian cintai. Langkahmu sudah benar. Itu misi yang suci.

Baca Juga: Ini Sejumlah Artis Indonesia yang Banting Stir jadi Istri Pejabat Negara

Itu juga tanggung jawab terhadap jutaan anggota partai yang sangat tidak adil jika mereka kehilangan masa depannya. Apalagi kau sendiri telah mengatakan bahwa misi suci itu hendak dilaksanakan secara damai, berdasarkan konstitusi dan merujuk pada pranata hukum yang berlaku.

Itulah jalan yang insya Allah akan senantiasa dirahmati Tuhan. Betapapun besarnya amarah kalian, kau memilih untuk tidak memerangi kemungkaran dengan cara-cara yang sama mungkarnya. Sebuah akhlak dan peradaban politik yang mendidik dan meneduhkan.

Kuyakini, inilah tuntunan yang kedua.

Aku makin khusyuk dalam kontemplasi yang kulakukan. Malam semakin larut. Seolah bumi berhenti berputar.

Desiran angin dan pepohonan di depan rumahku pun tak lagi kudengar. Aku bersyukur, karena semua pertanyaan bathin yang kusimpan dalam hati sanubariku. Satu-satu telah mendapatkan jawabannya.

Era kini, adalah era politik pascakebenaran. Artinya, politik tanpa disertai kebenaran. Banyak fitnah, pembunuhan karakter, berita bohong serta muslihat dan tipu daya.

Banyak yang berduka dan menjadi korban. Terkadang uang dan kekuasaan menyatu, menjelma menjadi kekuatan maha dahsyat yang bisa melindas dan menggilas siapa saja.

Baca Juga: Oh Jadi Karena Ini Gen Halilintar Tak Ucapkan Selamat di Acara Lamaran Atta dan Aurel

Menghalalkan segala cara bukanlah sebuah aib dan pertanda matinya etika. Di tengah suasana seperti itu, engkau dan para pemimpin partai yang saat ini tengah mencari keadilan, mesti berbangga karena kalian tak tergoda untuk mudah berburuk sangka.

Menuduh sembarangan. Sifat yang tidak suudzon, adalah sifat yang terpuji.

Sebagian orang memang mengatakan bahwa jika kita hidup di zaman edan, jangan bersikap dan bertindak waras karena pasti tidak mendapatkan apa-apa. Namun, jalan seperti itu bukan yang kau pilih.

Akibatnya, kau hadapi satu keniscayaan. Partai yang kau sayangi sering terguncang dan tersandung-sandung. Itu konsekuensinya.

Namun, jika itu yang kau pilih, yakinkan semuanya kuat, tabah dan tegar, baik lahir maupun bathin. Hidup tak seindah bulan purnama. Hidup memerlukan kesabaran dan pengorbanan.

Inilah tuntunan ketiga yang aku yakini.

Renunganku makin dalam. Aku tak ingat lagi, sudah berapa lama aku berada dalam dunia kalbu yang penuh keheningan itu. Alampun seakan menemani dan ikut berempati.

Aku tahu ada keresahan yang ada dalam pikiranmu. Bagaimana jika hukum tidak berpihak kepada yang benar. Bagaimana pula jika ada jarak yang menganga antara hukum dan keadilan.

Kau tidak berdosa jika mencemaskan itu, karena kau berpijak di alam nyata. Bukan dalam dunia legenda yang serba indah dan penuh pesona. Namun, yakinlah bahwa di negeri ini masih banyak yang berhati mulia.

Halaman:

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x