Ironis, Terpidana Kasus Narkoba 402 Kg Lolos dari Hukuman Mati, Ketua DPD: Bukan Tidak Percaya pada Hakim

- 28 Juni 2021, 18:58 WIB
Ilustrasi hukuman mati. Enam terpidana kasus narkoba 402 kilogram lolos dari hukuman mati.
Ilustrasi hukuman mati. Enam terpidana kasus narkoba 402 kilogram lolos dari hukuman mati. /

GALAMEDIA - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud menyoroti lolosnya enam terpidana kasus narkoba jenis sabu seberat 402 kilogram dari hukuman mati.

LaNyalla dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 28 Juni 2021 mempertanyakan Pengadilan Tinggi Bandung yang meloloskan para terpidana tersebut.

Pasalnya, putusan dikeluarkan di tengah kondisi Indonesia masih darurat narkoba dan bahayanya sudah merusak berbagai sendi kehidupan.

Enam orang terpidana kasus narkoba jenis sabu seberat 402 kilogram itu diungkap oleh Satgas Merah Putih pada Rabu 3 Juni 2020.

Baca Juga: Obat Terapi Covid-19 Bakal Mudah Diperoleh, Harga Rp 5-7 Ribu, Erick Thohir: Ivermectin Siap Diproduksi Massal

Barang haram dari kasus tersebut diselundupkan jaringan internasional dengan dikemas mirip bola. Pihak berwajib membekuk sebanyak 14 warga Iran, Pakistan dan Indonesia.

Sebelumnya, para pelaku mendapat vonis hukuman mati di Pengadilan Negeri Cibadak pada 6 April 2021.

Namun mendapat keringanan hukuman jadi belasan tahun penjara setelah pengajuan banding yang dilakukan oleh kuasa hukum pelaku diterima majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung.

Meski kecewa dengan putusan hakim, LaNyalla mengaku menghormati proses hukum yang berjalan. Menurutnya, independensi hakim harus dihormati, namun dia berharap agar dilakukan upaya hukum selanjutnya.

"Masih ada langkah Jaksa untuk melakukan kasasi. Saya kira hal itu perlu diambil. Ini demi keadilan dan melindungi generasi yang lebih besar lagi," ucap LaNyalla, dikutip dari Antara.

Baca Juga: Innalillahi, Semoga Diterima di Sisi Allah SWT, Wali Kota Bandung Oded M Danial Berduka

LaNyalla mengatakan, para pelaku kejahatan narkoba seharusnya diberikan hukuman yang berat.

Hal ini perlu dilakukan karena sudah menjadi tugas negara untuk melindungi masyarakat dan menyelamatkan anak-anak bangsa dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang.

"Kita sekuat tenaga berjibaku menangkap pengedar narkoba, diperlukan tenaga yang ekstra juga agar dapat menekan laju peredaran barang yang merusak anak bangsa tersebut. Tetapi dengan mudahnya terpidana narkoba dengan barang bukti dalam jumlah besar terhindar dari hukuman mati. Sangat ironis," paparnya.

Senator Jawa Timur itu menilai, dengan ringannya hukuman pengedar atau bandar narkoba kelas kakap, hal tersebut bisa menjadi preseden buruk bagi masa depan Indonesia dalam penegakan hukum terkait narkoba.

Baca Juga: Mantan Aktivis Kampus Berubah Jadi 'Abdi Dalem', Sudjiwo Tedjo: Kekuasaan Masih Memproduksi Es Krim

"Bagi saya pribadi, ini tentu cukup mengherankan dan menimbulkan tanda tanya besar. Saya kira perlu ditelusuri keputusan hakim ini. Jangan-jangan ada mafia peradilan yang bermain," duganya.

Indonesia sendiri, menurut LaNyalla, telah terikat dengan konvensi internasional narkotika dan psikotropika yang telah diratifikasi menjadi hukum nasional dalam Undang-undang Narkotika.

Dengan kondisi tersebut, Indonesia mempunyai kewajiban untuk menjaga warganya dari ancaman jaringan peredaran gelap narkotika skala internasional, dengan menerapkan hukuman yang efektif dan maksimal.

"Dalam konvensi internasional itu Indonesia telah mengakui kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa. Sehingga, penegakan hukumnya butuh perlakuan khusus, efektif dan maksimal. Salah satunya dengan penerapan hukuman berat pidana mati," tutur LaNyalla.

Baca Juga: Covid-19 Makin Ngegas, Ma'ruf Amin Ajak Masyarakat Berwisata ke Raja Ampat

Mantan Ketua Umum PSSI itu juga meminta masyarakat untuk ikut serta mengawasi proses hukum dalam setiap peradilan narkotika.

Jika ada proses yang tidak sepantasnya terjadi, apalagi memberikan hukuman ringan kepada terpidana narkoba, menurut LaNyalla masyarakat bisa melaporkan ke pihak yang berwajib atau kepada Komisi Yudisial.

"Bukan tidak percaya pada hakim, tetapi sudah sewajarnya Komisi Yudisial juga terus melakukan pengawasan intensif terhadap hakim-hakim, ini kan tugas pokoknya, tugas rutin," tandas dia.

Apalagi menurut LaNyalla keputusan Pengadilan Tinggi Bandung membebaskan terpidana narkoba yang menyelundupkan 402 kilogram sabu dari hukuman mati jadi sorotan dan banyak dipertanyakan.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah