Di Tengah Serangan Virus Delta, Peneliti di Dunia 'Sambut' Kehadiran Varian Baru

- 10 Agustus 2021, 12:10 WIB
Ilustrasi virus varian delta Corona (Covid-19)
Ilustrasi virus varian delta Corona (Covid-19) /Pixabay/ TheDigitalArtist

 

 GALAMEDIA - Sejumlah negara kini tengah disibukan dengan adanya serangan virus corona varian Delta karena tingkat penularannya yang jauh lebih cepat dari sebelumnya.

Di tengah kehebohan tersebut, sejumlah peneliti menganalisa kemungkinan varian-varian lain dapat menggantikan posisi Delta di kemudian hari.

Beberapa varian memiliki sifat yang lebih unggul dalam menulari manusia atau menembus perlindungan vaksin. Penyebaran virus SARS-CoV-2 telah melahirkan nama-nama varian dari alfabet Yunani.

Sistem penamaan itu digunakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk melacak mutasi baru virus penyebab Covid-19.

Menurut Shane Crotty, pakar virus di Institut Imunologi La Jolla di San Diego, AS, 'kemampuan super' Delta adalah transmisinya.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 10 Agustus 2021: Bentak Mama Rosa, Elsa Ngaku Tak Menyesal Bunuh Roy

Peneliti asal China menemukan orang-orang yang terinfeksi Delta membawa virus 1.260 kali lebih banyak di hidung mereka daripada varian asli virus corona.

Varian Delta tampaknya juga terus bermutasi dengan kemunculan varian "Delta Plus", subgaris keturunan dengan mutasi tambahan yang telah menunjukkan kemampuan untuk menghindari proteksi kekebalan.

India memasukkan Delta Plus sebagai VOC pada Juni, namun Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) dan WHO belum melakukan hal yang sama.

Menurut Outbreak.info, pangkalan data Covid-19 open-source, Delta Plus telah terdeteksi di 32 negara. Para ahli mengatakan belum ada kejelasan apakah varian itu lebih berbahaya.

Di sisi lain, varian Lambda telah menarik perhatian sebagai ancaman baru yang potensial. Namun versi virus corona ini, yang pertama kali terdeteksi di Peru pada Desember, kemungkinan makin surut, kata sejumlah pakar penyakit menular.

WHO menempatkan Lambda dalam daftar variant of interest (VOI). Artinya, varian itu membawa mutasi yang diduga mengubah tingkat penularan atau menyebabkan penyakit yang lebih parah. Namun hal itu masih diteliti lebih lanjut.

Penelitian laboratorium menunjukkan Lambda memiliki mutasi yang tahan terhadap antibodi yang dibangkitkan oleh vaksin.

Dr Eric Topol, profesor pengobatan molekuler dan direktur Scripps Research Translational Institute di La Jolla, California, mengatakan persentase kasus baru Lambda yang dilaporkan ke GISAID --pangkalan data yang melacak varian virus corona-- telah berkurang. Artinya, varian tersebut telah menyusut.

Baca Juga: Luhut Binsar Isyarakat Pemakaian Masker Berlangsung Bertahun-tahun, Siti Fadilah Supari: Asal Jangan Mati

Dalam diskusi dengan CDC baru-baru ini, para pakar penyakit mengatakan Lambda tidak tampak menular dengan cepat dan vaksin sepertinya mampu menahan varian itu dengan baik, kata Dr. William Schaffner, ahli penyakit menular di Pusat Medis Universitas Vanderbilt yang menghadiri diskusi itu.

B.1.621, yang pertama kali muncul di Kolombia pada Januari ketika memicu wabah besar, belum diberi nama alfabet Yunani.

Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa telah memasukkannya ke dalam daftar VOI, sementara Badan Kesehatan Publik Inggris mendeskripsikan B.1.621 sebagai varian dalam investigasi.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah