SEJARAH KELAM G30S PKI: Dimulai Pemberontakan di Tahun 1926 Hingga Pembunuhan 6 Jenderal dan 1 Perwira TNI AD

- 30 September 2021, 04:30 WIB
Ilustrasi Monumen Pancasila Sakti. SEJARAH KELAM G30S PKI.
Ilustrasi Monumen Pancasila Sakti. SEJARAH KELAM G30S PKI. /Tangkap layar instagram.com/amonumenpancasilasakti

Akibat konfrontasi itu, SI Semarang disebut sebagai SI Merah. SI Merah inilah yang kemudian menjadi Partai Komunis Hindia pada 1920 dan kemudian menjadi PKI.

Pada tahap itu, poros Hindia Belanda-Moskow sudah terjalin. Ajaran Marxisme sudah mulai banyak dianut, dan PKI mulai banyak mendapat tempat di kalangan buruh, khususnya buruh pelabuhan dan kereta api.

Watak revolusi Lenin di Soviet membakar semangat muda pemimpin PKI yang baru saja lahir itu dan membuat mereka ingin segera melakukan revolusi seperti Lenin.

Pada 1926, PKI yang baru berusia 6 tahun itu melakukan pemberontakan bersenjata, dan kemudian ditumpas pemerintah Hindia Belanda. Pimpinan dan ribuan anggota PKI dibuang ke Boven Digoel, banyak dari mereka yang tidak pernah kembali ke Jawa, hilang atau mati.

Pemberontakan ini sebenarnya sudah diperingatkan dan dilarang oleh Tan Malaka, anggota PKI dan selaku Perwakilan Commintern untuk wilayah Asia Tenggara. Tapi pelarangan itu tidak digubris, bahkan Tan Malaka dikeluarkan dari keanggotaan partai.

Setelah penumpasan itu, praktis PKI tidak lagi tampil dipanggung pergerakan nasional secara formal. Aktivis partai yang tersisa melakukan kegiatan bawah tanah, mencoba memobilisasi massa yang tercerai berai. Komunikasi dengan Commintern tetap dilakukan, secara sembunyi-sembunyi.

Pada periode ini Munawar Musso tampil memimpin PKI yang sampai 1945 mengkonsolidasikan kekuatannya masih dengan cara gerakan bawah tanah.

Setelah kemerdekaan RI diproklamasikan, Musso mulai membawa PKI muncul lagi ke permukaan. Musso bahkan berhasil membujuk Amir Sjarifuddin untuk ikut memimpin PKI.
Amir Sjarifuddin sendiri kemudian menjadi perdana menteri pada tahun 1947. Di masa revolusi ini, PKI di bawah Musso dan Amir Sjarifuddin menunjukkan lagi watak Leninis.

Pada Januari 1948 Amir Sjarifuddin mundur sebagai perdana menteri, karena dianggap kalah dalam perundingan dengan Belanda dalam Perundingan Renville. Belanda untung besar dalam perundingan ini. Kubu nasionalis mengecam keras kekalahan ini.

Setelah mundur, Amir dan Musso mengkonsolidasikan pengikutnya untuk memproklamirkan republik bercorak Soviet di Madiun.

Halaman:

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x