Mayoritas Ibu Rumah Tangga, 7.321 Orang Mengadu ke Satgas Anti Rentenir Kota Bandung

- 13 Oktober 2021, 19:50 WIB
Personel Satgas Anti Rentenir Kota Bandung
Personel Satgas Anti Rentenir Kota Bandung /Humas Bandung.

GALAMEDIA - Sekitar 70 persen korban pinjaman offline (rentenir) dan online merupakan ibu rumah tangga. Hal tersebut diketahui dari hasil pengaduan yang masuk ke Satgas Anti Rentenir Kota Bandung.

Menurut Ketua Harian Satgas Anti Rentenir Kota Bandung Saji Sonjaya, sejak 2018 sampai semester 1 Tahun 2021 terdapat 7.321 pengaduan. Rata-rata ada kenaikan pengaduan, terutama di masa pandemi dan mayoritas terjerat pinjaman online.

"Hampir 70 persen korbannya itu adalah ibu-ibu. Latar belakangnya 40 persen untuk modal usaha, 35 persen biaya hidup, 15 persen pendidikan, 5 persen kesehatan dan 5 persen lain-lain," ungkap Saji, Rabu, 13 Oktober 2021.

Dikatakannya, hingga saat ini pihaknya belum menemukan kasus terjerat pinjaman karena alasan untuk hura-hura. "Mereka meminjam karena terdesak," ungkapnya.

Ia pun menceritakan, adanya salah satu kasus pinjaman online yang sangat menonjol. Di mana seorang anak muda lulusan salah satu perguruan tinggi terkemuka di Kota Bandung, terjerat 120 pinjaman online.

Baca Juga: Warkopi Resmi Bubar, Humas Patria TV: Sudah Tidak Ada Lagi Warkop KW

"Kalau rata-rata satu pinjol Rp 1 juta, jadi total Rp 120 juta. Tapi dari sekian banyak pinjol, yang betul-betul digunakan paling hanya satu dua yang selebihnya untuk menutupi pinjaman dia," ungkapnya.

Untuk cara penyelesainnya, kata Saji, Satgas Anti Rentenir memberikan trik dan tips, dari mulai memberikan motivasi untuk bisa menuntaskannya, diberikan pemahaman hukuman karena yang namanya hutang harus dibayae.

"Yang diitakutkan teror dan lain-lain, kita berikan pendampingan secara hukum. Terornya via online, whattapps dan lain-lain. Kekerasan verbal, kalau fisik enggak ada, jangan sampai ada," ungkapnya.

Diterangkannya, Satgas Anti Rentenir hadir sebagai bentuk perhatian Pemkot Bandung terhadap permasalahan rentenir. Tugas pokoknya adalah membantu korban rentenir dan juga menindak pelaku rentenir. Untuk pelaku renternir yang bisa ditindak adalah koperasi yang berpraktek rentenir.

"Kewenangan kita adalah memverifikasi nanti berkolaborasi dengan Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah untuk diawasi dan ditindak pelaku rentenir kalau mengatasnamakan koperasi," ungkapnya.

Baca Juga: Pulihkan Ekonomi di Masa Pandemi Bupati Tebar Bantuan Ternak

Untuk korban, lanjutnya, ada dua yakni korban offline yang mengatasnamakan koperasi dan korban pinjaman online. "Kemudian kita menentukan dia korban rentenir atau bukan atau hanya hutang biasa, enggak semua pengaduan kita bantu," ujarnya

Bantuan yang diberikan pada korban, lanjutnya, mulai dari mediasi, advokasi hingga finansial. "Yang paling penting hutang itu harus dibayar, tapi tentu dibayar dengan angka logis dan wajar, enggak semena mena. Maka kita mengarahkan agar pembayaran itu dengan wajar dan sesuai kemampuan," ungkapnya.

"Warga itu ingin dibayarkan hutangnya bukan seperti itu. Adapun pembayaran ke rentenir kita kolaborasi dengan koperasi-koperasi. Tentu koperasi pun rekomendasi dari kita sesuai SOP, enggak semua hutang kita bayarin," terangnya.

Dikatakannya, sepanjang 2018 sampai 2021 ada 7.321 pengaduan. Sebanyak 965 di antaranya sudah dimediasi dan advokasi, di mana Satgas Anti Rentenir terjun langsung ke lapangan.

"Kalau yang pinjol kita arahkan supaya dia bisa menyelesaikan secara mandiri," terangnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah