Polusi Nyaris Lumpuhkan China, Warga Dilarang Meninggalkan Rumah

- 8 November 2021, 12:28 WIB
Ilustrasi bendera China.*/(shutterstock)
Ilustrasi bendera China.*/(shutterstock) /

GALAMEDIA - Sejumlah jalan raya, taman bermain sekolah dan ruang publik di Beijing terpaksa ditutup setelah kawasan utara China diselimuti polusi berat.

Perintah dikeluarkan hanya  beberapa hari setelah even perubahan iklim KTT COP26 digelar di Glasgow.

Guru-guru di Beijing diperintahkan menghentikan pelajaran pendidikan jasmani dan memastikan murid-murid tetap berada di dalam ruangan.

Baca Juga: Meriahnya Perayaan Hari Wayang Nasional Ke-3 Living ICH Forum for WPT in Indonesia

Titik-titik konstruksi pun ikut ditutup dan beberapa aktivitas pabrik dihentikan saat kabut dan asap tebal menutupi kota akhir pekan kemarin. Praktis sejumlah warga tak bisa keluar rumah.

Jalan-jalan di ibu kota ditutup, sementara jalan raya di kota-kota lain seperti Shanghai, Tianjin dan Harbin mengalami penurunan jarak pandang hingga kurang dari 182 meter.

Matinya sejumlah aktivitas di beberapa titik akibat polusi hebat itu terjadi beberapa hari saja setelah Presiden Xi Jinping melewatkan KTT Iklim COP26 dan menolak berkomitmen mengurangi emisi China.

Baca Juga: Gedung Putih Menolak Berkomentar, Heboh Presiden AS Joe Biden Buang Angin di Depan Calon Ratu Inggris

Ia juga “mengolok-olok” Amerika yang meminta maaf karena mundur dari kesepakatan Paris. Sebelumnya Jinping memerintahkan negaranya untuk meningkatkan produksi batu bara untuk mengatasi krisis energi.

Pejabat Beijing menyalahkan kondisi cuaca yang tidak menguntungkan yang diklaim berkontribusi besar pada sebaran polusi regional.

Tingkat polusi diperkirakan akan tetap tinggi hingga akhir pekan saat efek cuaca Siberia bakal ikut memengaruhi kondisi saat ini.

Baca Juga: Akun Polres Kota Bogor Like Akun Porno Ramai di Twitter, Diretas? Ini Jawaban Kabid Humas Polda Jabar

Polutan yang terdeteksi akhir pekan kemarin oleh stasiun pemantauan di kedutaan AS di Beijing mencapai kategori "sangat tidak sehat" untuk populasi umum.

Konsentrasi partikel PM2.5 yang merupakan bentuk polusi terkecil dan paling berbahaya bagi manusia karena dapat masuk jauh ke dalam paru-paru, tercatat  220 mikrogram per meter kubik udara pada hari Jumat.

WHO mendefinisikan tingkat aman dari PM2.5 di level 15 mikrogram per meter kubik udara.

Wilayah industri berat Beijing-Tianjin-Hebei kerap didera kabut  tebal di musim gugur dan musim dingin, terutama pada hari-hari tanpa angin. Februari mendatang, wilayah tersebut akan menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin.

Baca Juga: Dijadikan Tersangka oleh Polda Jabar, Staf HRD Pinjol Ajukan Praperadilan, PH: Penyidik Bawa Paksa Pemohon

China adalah produsen dan konsumen bahan bakar fosil terbesar di dunia dan sejauh ini hanya bersedia membuat komitmen yang terbilang lemah untuk mengurangi penggunaannya dalam beberapa dekade mendatang.

Sebagian besar negara telah menandatangani kesepatakan  untuk mengurangi emisi karbon pada tahun 2030 dengan tujuan 'net zero' pada tahun 2050.

China hanya berkomitmen mencapai puncak penggunaan bahan bakar fosil pada tahun 2030 dengan net zero  pada  2060 atau  satu dekade lebih lambat dari kebanyakan negara.

Baca Juga: Spoiler Buku Harian Seorang Istri 8 November 2021: Junior Hilang! Alya-Kevin Berhasil Menculiknya Lagi

Perhatian khusus untuk kesehatan manusia dan kesehatan planet Bumi saat ini adalah ketergantungan besar China pada batu bara, bahan bakar fosil tradisional yang paling berbahaya.

China mengandalkan bahan bakar fosil untuk sekitar 70 persen dari energinya pada tahun 2020. Dan meskipun berniat memotong angka itu tahun ini, angkanya masih akan mencapai lebih dari setengah.

Xi baru-baru ini memerintahkan tambang batu bara meningkatkan produksi dan merencanakan pembangunan lebih banyak pembangkit listrik tenaga batu bara di tahun-tahun mendatang.

Baca Juga: Sehari Rilis Lagu Jin BTS Yours Pecahkan Rekor, OST Jirisan pun Puncaki Tangga iTunes

Ini menyusul beberapa bagian China yang mengalami kekurangan energi dan pemadaman listrik akibat lonjakan permintaan ketika ekonomi dibuka kembali pasca-Covid.

Xi juga memilih  melewatkan KTT G-20 baru-baru ini di Roma dan konferensi COP26 di Glasgow, di mana para pemimpin dunia membuat komitmen baru untuk mengurangi emisi.

Sebaliknya China hanya menyampaikan pernyataan tertulis berisi penolakan  membuat komitmen baru untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Meskipun tindakan global diperlukan untuk mengatasi perubahan iklim, para ahli sepakat tanpa kerja sama China, semua target saat ini kemungkinan besar takkan terwujud. Bahkan berpotensi menyebabkan perubahan besar iklim.

Baca Juga: BCL Pamer Potret Pose di Air Terjun, Netizen: Ada Bidadari Mandi

China secara historis menghasilkan emisi lebih sedikit daripada negara-negara Barat karena industrinya berpuluh-puluh tahun lebih lambat dari yang lain.

Tetapi sejak gerakan Mao's Great Leap Forward  dimulai pada 1960-an, China  memperluas penggunaan teknologi industri dengan begitu cepat hingga sekarang menempati peringkat atas di antara negara-negara paling berpolusi.***

Editor: Mia Fahrani

Sumber: dailymail


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah