Menurutnya, hal ini menjadi persoalan krusial karena pihak yang bakal me dapatkan tanah yang ditertibkan adalah kelompok pemodal yang menguasai teknologi.
"Artinya, kelompok elit bisnis, badan-badan usaha besar, elit politik kembali yang akan memonopoli tanah. Jika pernyataan itu dijalankan, maka kembali menguatkan kondisi ketimpangan struktur agraria tanah-air," kata Dewi.
Dewi juga mengkritik rencana Jokowi yang akan mengumpulkan semua tanah terlantar dalam skema Bank Tanah. Sebab, Reforma Agraria dalam skema Bank Tanah, kata dia, merupakan 'gula-gula' atau bagian dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Karena itu, KPA menduga kuat skema Bank Tanah bukan untuk rakyat kecil melainkan bertujuan bisnis dan berpihak pada investor besar.
"Seharusnya Reforma Agraria tidak disejajarkan dengan proses pengadaan tanah untuk orientasi bisnis dan investasi kakap," ujar Dewi.
Sebelumnya, Jokowi membenarkan terdapat ketimpangan kepemilikan atas tanah di Indonesia.
Jokowi lantas mengatakan bahwa pemerintah sedang mengembalikan 12 juta hektar lahan ke masyarakat.
Jokowi menyampaikan pemerintah juga membuat bank tanah dan akan mengambil alih lahan pemberian yang tidak dimanfaatkan masyarakat.***