Isu Rombak Jabatan di Pemkot Bandung Sekda Paling Disorot, Pengamat: Bisa Diganti Selama Aturan Dipatuhi

- 2 Januari 2022, 15:34 WIB
Plt. Wali Kota Bandung, Yana Mulyana.
Plt. Wali Kota Bandung, Yana Mulyana. /Humas Pemkot Bandung/

GALAMEDIA - Isu perombakan jabatan di lingkungan Pemkot Bandung terus bergulir. Plt Wali Kota Bandung, Yana Mulyana secara tegas sudah menyatakan akan melakukan reposisi jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN), tak terkecuali Sekretaris Daerah (Sekda).

Isu rombak jabatan ini muncul setelah Pemkot Bandung ditinggalkan Wali Kota Oded M Danial yang meninggal dunia beberapa waktu lalu.

Rencananya, rombak jabatan tersebut dilakukan secara menyeluruh terhadap ASN tingkat eselon 2, 3, dan 4.

Rombak jabatan yang bakal dilakukan di lingkungan Pemkot Bandung itu dinilai sebagai hal yang wajar. Hal itu disampaikan Pengamat Politik dan Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad) Bidang Keamanan Dalam Negeri, Prof Muradi.

Murari mengibaratkan reposisi jabatan di lingkungan Pemkot Bandung seperti halnya pelatih sepak bola.

Menurut dia, jika pemain tersebut tidak sesuai ekspektasi pelatih maka bisa langsung diganti kapanpun. Dan itu merupakan hal yang sangat wajar.

Baca Juga: Didepak dari KPK, Ogah Jadi ASN Polri Rasamala Aritonang Merapat ke Febri Diansyah dan Donal Fariz

"Pertanyaannya itu kan haknya Kepala Daerah dengan berbagai indikator. Jadi kepala daerah itu ibarat pelatih dalam tim sepak bola," kata Muradi, Minggu, 2 Desember 2021.

"Dia bisa mengganti pemain di tengah jalan, bahkan ada yang baru 20 menit, 10 menit bisa saja langsung diganti. Kenapa? Karena mungkin tidak sesuai dengan ekspektasi dari pelatih, atau kemudian merasa tidak cocok dengan strategi yang dibangun," tambah Muradi.

Muradi menambahkan, analogi sepak bola itu bisa juga sama dengan analogi politik pemerintahan di kabupaten, kota, provinsi, bahkan nasional.

Dalam konteks Pemkot Bandung, Muradi menjelaskan, Kepala Daerah tersebut adalah user. Sudah bisa dipastikan, kata dia, user itu selalu menginginkan programnya bisa berjalan dan tidak terganggu.

"Setelah Mang Oded meninggal, mungkin Pak Yana punya kebijakan yang lebih progres misalnya. Dan mungkin itu tidak bisa dilakukan oleh birokrasi yang ada saat ini. Kalau ditanya boleh gak diganti, ya boleh. Itu haknya Kepala Daerah, selama prosesnya sesuai dengan undang-undang," jelas Muradi.

Terkait isu evaluasi terhadap Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung Ema Sumarna, Muradi menilai, Sekda adalah bridging atau jembatan dari Kepala Daerah ke mitra di DPRD.

Baca Juga: Bruno dan Rashid Belum 'Bersahabat' dengan Cuaca Bali, Pelatih Persib: Tingkat Kelembabab Tinggi

Bahkan bridging dari Kepala Daerah dengan publik, melaui dinas-dinas, Kepala Daerah dengan Polisi, TNI, dan sebagainya.

"Itu semua sudah dijalankan belum sama Sekda? Kalau dianggap sudah jalan, bisa dilihat efektif belum hubungannya," ujar Muradi.

"Kalau saya ngujinya paling gampang. Selama tiga tahun perjalanan Wali Kota dan Wakil Wali Kota, ternyata selalu ditolak dengan catatan. Artinya bridgingnya gak jalan, termasuk Sekda gak jalan. Fungsi bridging atau fungsi jembatan antara Kepala Daerah dengan DPRD. Itu pertimbangan saya," tuturnya.

Tak cuma itu, ujar Muradi, posisi dan peran Sekda juga merupakan jembatan ke masyarakat atau publik. Artinya, dengan kondisi tersebut, masyarakat bisa menilai sendiri kinerja Sekda.

"Kedua, hubungan dengan publik tentu ada. Misalnya program Kang pisman, terus parkir, pengolahan sampah dan lain sebagainya. Publik merasakan itu nggak? Kalau dibilang enggak, ya berarti fungsi bridging dari Sekda nggak jalan, itu ukuran sederhana," jelas Muradi.

Artinya, ujar Muradi, jika memang Sekda dinilai kurang baik kinerjanya, bisa saja diganti. Selama aturannya tidak dilanggar, hal tersebut tidak ada masalah. Itu menjadi kewenangan dari pimpinan di daerah atau Kepala Daerah.

"Karena tentu saja Pak Yana maunya punya Sekda atau Kadis yang sesuai dengan speed yang diinginkan, atau sesuai dengan visi misi yang diinginkannya. Tentunya dengan kondisi yang harus dijalani selama mungkin 18-20 bulan kedepan," kata Muradi.

Baca Juga: 2 Roket Misterius Meledak di Lepas Pantai Tel Aviv, Israel Serang Jalur Gaza

Sebelumnya, Pengamat Kebijakan Publik sekaligus Pakar Hukum Tata negara dari Universitas Katolik Parahyangan, Prof. Asep Warlan Yusuf mengatakan, evaluasi ASN perlu dilakukan guna mengevaluasi kinerja terutama pejabat yang menempati posisi strategis.

"Namanya jobfit, pengujian terhadap kecocokan dari jabatan dengan kemampuan. Jangan sampai nanti misalnya sarjana hukum tapi ngurusnya bidang infrastruktur. Ya tidak cocok," tutur Asep

Jika proses evaluasi tersebut sudah selesai, lanjut Asep, sebaiknya dilakukan assesment kepegawaian untuk memaksimalkan kemampuan dan keahlian para pemegang jabatan.

"Supaya masing-masing jabatan cocok dengan kemampuan dan keahlian. Jadi linier antara pendidikan sama jabatan itu sama dengan ahlinya," tambahnya.

Mengenai kinerja Pemkot Bandung, Asep mengaku tidak bisa menilai lebih jauh. Pasalnya, Pemkot harus melakukan Refocusing anggaran ke penanganan kesehatan di tengah pandemi Covid-19.

"Sedikit pada pemulihan ekonomi, jadi agak susah menilai para pejabat di luar kesehatan dan ekonomi karena memang dua tahun ini dimana pun semua daerah punya masalah seperti itu. Jadi kalau mau dilihat memang agak susah kalau dua tahun terakhir ini," terangnya.

Ia mengatakan, kondisi di tengah pandemi Covid-19 Pemkot Bandung harus melakukan inovasi. Meskipun, kata dia, anggaran Pemkot Bandung menipis.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah