Indonesia Darurat Literasi, Story Telling Jadi Edukasi Efektif Menjangkau Generasi Muda

- 16 Mei 2022, 18:09 WIB
 Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat.
Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat. /

GALAMEDIA - Story Telling kini telah menjadi media pembelajaran yang efektif. Metode ini berkembang menjadi salah satu kompetensi yang perlu dikuasai anak di era digital.

Hal tersebut, merupakan latar belakang dari kegiatan lomba Story Telling Edukasi Gizi yang digagas Kampung Dongeng Indonesia bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekian Indonesia (YAICI), yang berfokus pada pelibatan generasi muda untuk dapat lebih peduli lagi pada kecukupan asupan gizi.

Metode storytelling sendiri merupakan salah satu bentuk penyampaian pesan-pesan yang secara tidak langsung dengat dengan keseharian anak muda, bahkan sejak usia anak-anak.

"Melalui kegiatan ini, anak akan terlatih untuk berkomunikasi, berani tampil di depan banyak orang dan juga kreatifitasnya akan terasah. Disamping itu anak juga akan terbiasa untuk belajar, menggali lebih banyak informasi, seperti dengan topik edukasi gizi seperti ini, akan lebih melekat baik untuk si anak maupun audiensnya," ungkap Founder Kampung Dongeng Indonesia, Awam Prakoso dalam keterangan tertulis, Senin, 16 Mei 2022.

Baca Juga: Kadiv PAS Kemenkumham Jabar Serahkan 62 SK Remisi Waisak 2022

Lomba storytelling dengan topik edukasi gizi dan susu yang baik untuk anak telah dimulai sejak Maret 2022. Selama kurun waktu lebih kurang 1 bulan penyelenggaraan, telah terkumpul sekitar 200 karya berupa video edukasi yang dipublikasikan di sosial media, baik melalui platform Instagram maupun youtube.

Lomba video edukasi gizi tersebut diikuti oleh peserta dari berbagai kalangan usia, mulai dari usia dini, SD hingga dewasa. Saat ini, telah terpilih 20 karya terbaik yang selanjutnya akan menjadi materi yang dapat digunakan sebagai materi sosialiasasi dan edukasi gizi.

"Selama ini topik gizi itu identik dengan orang tua. Tapi melalui metode storytelling ini, kita dapat menjangkau lebih banyak lagi kalangan. Bukan hanya orang tua, tapi edukasi ini langsung ke anak-anak dan para remaja, yang memang sebenarnya sasaran utama dari edukasi ini," jelas Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat.

Pihaknya berharap para generasi muda dapat menjadi agent of change untuk kita dapat memutus rantai gizi buruk di Indonesia.

Sebelumnya, YAICI dan Kado (Kampung Dongeng) juga telah melakukan rangkaian kegiatan literasi gizi. Sebagaimana diketahui, Indonesia masih darurat literasi. Hasil Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018, menunjukkan bahwa 70 persen siswa di Indonesia memiliki kemampuan baca rendah (di bawah Level 2 dalam skala PISA).

Artinya, mereka bahkan tidak mampu sekadar menemukan gagasan utama maupun informasi penting di dalam suatu teks pendek.

Baca Juga: Cabang Menembak Sumbang Medali 2 Emas dan 1 Perak di SEA Games Vietnam

Hal ini diperparah dengan angka minat baca di Indonesia yang juga rendah. Pada tahun 2018, survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa persentase penduduk di atas usia 10 tahun yang membaca surat kabar atau majalah hanya 14,92 persen. Angka ini lebih rendah dari persentase 15 tahun sebelumnya (23,70 persen).

Padahal, selama hampir 15 tahun, pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan nasional untuk mengatasi krisis literasi ini. Buruknya budaya literasi di Indonesia ini yang menjadi pemicu persoalan gizi buruk dan stunting yang tak kunjung usai.

"Salah satu bukti rendahnya literasi masyarakat adalah masih ditemukannya susu kental manis dikonsumsi sebagai minuman susu. Dalam temuan kami baik data dari hasil survey maupun saat bertemu langsung dengan masyarakat, masih banyak yang beranggapan bahwa susu kental manis adalah susu yang dapat dikonsumsi sebagai minuman susu. Alasannya karena sudah terbiasa, ada yang merasa pernah mendengar aturan penggunaan susu kental manis, tapi tidak ingin mencari tahu. Ini menunjukkan literasi rendah, masyarakat tidak teredukasi," paparnya.

Baca Juga: Persaingan MotoGP 2022 Kian Ketat Usai Enea Bastianini Juarai MotoGP Prancis

Hal senada disampaikan oleh pegiat literasi, Maman Suherman yang sekaligus menjadi salah satu juri dalam kompetisi storytelling tersebut, bahwa perjuangan mengajak orang berliterasi tidak hanya berhenti sampai BPOM mengeluarkan ketentuan tentang susu kental manis.

"Bicara literasi bukan hanya sekedar baca tulis, tapi mengerti apa yang kita baca. Sebagai contoh, BPOM telah melarang penggunaan susu kental manis sebagai pengganti ASI. Tapi di rak-rak supermarket, produk ini berada berdampingan dengan susu. Lalu masyarakat beli dan dijadikan susu untuk anak. Kalau masyarakat sudah paham literasi, hal seperti ini tidak akan terjadi," tambahnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x