Kedua, menuntut penundaan pengesahan RKUHP karena DPR dan pemerintah tidak memberikan ruang partisipasi yang bermakna bagi publik, termasuk komunitas pers.
Kemudian, mengajak rekan-rekan jurnalis, terutama mereka yang bekerja mengawasi kekuasaan di daerah-daerah, untuk turut serta dalam gerakan penolakan ini.
Ketua AJI Bandung Tri Joko Her Riadi menuturkan, tak hanya AJI Bandung yang bersuara, gerakan tersebut serentak dilakukan bersama AJI di kota-kota lain di seluruh Indonesia.
“Kami juga mengajak rekan-rekan jurnalis di Bandung dan Jawa Barat, termasuk kawan-kawan pers mahasiswa, untuk menyuarakan penolakan serupa. Isu ini mestinya menjadi isu bersama,” ujar Tri Joko.
Dampak buruk
Menurut AJI, pengesahan RKUHP bermasalah tersebut diyakini akan berdampak buruk bagi kerja jurnalis. Tanggung jawab menyuarakan kepentingan publik dan mengawasi kinerja penguasa berpotensi dikekang bahkan dikriminalisasi. “Yang kemudian paling dirugikan lagi-lagi adalah publik,”ujarnya.
Aksi turun ke jalan hari ini merupakan aksi ketiga yang dilakukan AJI Bandung dalam beberapa bulan terakhir.
“Kami melakukannya bersama kawan-kawan jejaring di Kota Bandung dan Jawa Barat. Aksi penolakan serupa juga sudah dilakukan di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia. Namun terbukti, pemerintah dan DPR bergeming dengan munculnya wacana pengesahan RKUHP bermasalah ini dalam rapat Tri Joko.
Ke 17 pasal yang dinilai bermasalah adalah Pasal 188, Pasal 218, Pasal 219, Pasal 220, Pasal 240-241, Pasal 263, Pasal 264, Pasal 280, Pasal 302-304, Pasal 351-352, Pasal 440, Pasal 437, Pasal 443, dan Pasal 598-599.
Tri Joko mencontohkan, pada Bab VI Tindak Pidana terhadap Proses Peradilan Bagian Kedua Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden Pasal 218.
Pada versi terakhir, disebutkan setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan/atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.