PRO KONTRA Pemilu 2024, Dedi Mulyadi: Sistem Proporsional Tertutup Bikin Rakyat Malas ke TPS

- 10 Januari 2023, 08:46 WIB
Ilustrasi: pro kontra Pemilu 2024, Dedi Mulyadi mengatakan sistem proporsional tertutup sebabkan rakyat makin malas ke TPS.
Ilustrasi: pro kontra Pemilu 2024, Dedi Mulyadi mengatakan sistem proporsional tertutup sebabkan rakyat makin malas ke TPS. /Dok. Pikiran Rakyat/

GALAMEDIANEWS – Sistem proporsional tertutup menjadi pro kontra yang kian menajam jelang Pemilu 2024.

Anggota DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan sistem pemilu proporsional tertutup sebagai kemunduran proses demokrasi di Indonesia dan bikin rakyat malas datang ke Tempat Pemungutan Suara atau TPS.

Karena sistem proporsional tertutup menghilangkan keterwakilan partai dan rakyat dalam proses Pemilu 2024 nanti.

Oleh karena itu, Dedi Mulyadi mengatakan, sistem yang paling pas untuk mematangkan demokrasi di Indonesia adalah proporsional terbuka yang merupakan kompromi dari distrik dan proporsional tertutup.

Baca Juga: Firasat Verrel Bramasta Terbukti, Venna Melinda Tak Bahagia dan Alami KDRT, Sang Anak Tulis Pesan Mengharukan

“Sistem proporsional terbuka adalah dialektika demokrasi yang mencerminkan keterwakilan partai dan masyarakat. Sehingga sistem itu yang ideal dalam proses pematangan demokrasi di Indonesia, sehingga kita akan masuk pada pematangan politik menuju sistem distrik murni,” kata Dedi melaui rilis email yang diterima GalamediaNews, Selasa 10 Januari 2023.

Oleh karena itu, jika sistem Pemilu 2024 berubah menjadi proporsional tertutup, maka itu menjadi sebuah kemunduran demokrasi di Indonesia.

“Wacana kembali ke sistem proporsional tertutup merupakan kemunduran dalam kedewasaan, kemunduran berdemokrasi, sehingga publik kehilangan keterwakilannya dan partai memiliki otorisasi menentukan anggota legislatif berdasarkan kehendak pimpinan partainya. Sehingga oligarki politik akan tumbuh dengan kuat dalam sistem proporsional tertutup,” kata Dedi menjelaskan.

Perubahan sistem tersebut, lanjut dia, akan berdampak pada menurunnya minat rakyat untuk datang langsung ke TPS.

Karena rakyat merasa bahwa orang-orang yang mereka harapkan duduk di parlemen tidak ada dan itu ditentukan oleh partai.

Hal itulah yang membuat rakyat malas ke TPS dan jadi penanda kemunduran demokrasi.

“Bahkan dalam pemilu yang digabung antara pemilihan presiden dan pemilihan legislatif, orang memiliki kecenderungan memilih presiden saja tanpa memilih legislatif,” ujar Dedi yang saat ini menjadi Wakil Ketua Komisi IV DPR RI.

Baca Juga: Link Streaming, Jadwal Tayang Malaysia Open 2023 Hari Ini, Gregoria Main Diawal

8 Partai Politik Menolak Sistem Proporsional Tertutup

Sebelumnya, 8 partai politik menolak dengan tegas wacana Pemilu 2024 dengan sistem proporsional tertutup pada pertemuan di Hotel Dharmawangsa, Minggu 8 Januari 2023.

Para elit partai di Indonesia tersebut juga menganggap hal itu sebagai kemunduran demokrasi yang berdampak buruk pada kehidupan berpolitik dan berdemokrasi di Tanah Air.

Ke-8 partai yang menolak yakni, Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, PKS, PPP, PAN dan Nasdem.

Menurut ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, pengajuan uji materi terhadap sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang sudah berjalan selama ini menjadi preseden buruk.

“Dan tidak sejalan dengan asas ne bis in idem,” kata Airlangga.

Sistem Proporsional Tertutup Hemat Anggaran Pemilu 2024 dan Perkuat Identitas Partai

Sementara itu, pengamat politik dari Indonesian Politics Research and Consulting (IPRC) Prof. Muradi mengatakan sistem proporsional tertutup layak untuk dipertimbangkan.

Karena sistem ini mampu menghemat anggaran Pemilu 2024 sebesar 40 hingga 50 persen.

Selain itu, perubahan mekanisme pemilihan anggota parlemen tersebut juga akan memperkuat identitas partai.

Karena selama masa reformasi atau hampir 24 tahun ini memakai sistem terbuka, masih belum juga menguatkan identitas partai politik di Indonesia.

Baca Juga: Gong Xi Fa Cai, 9 Rekomendasi Ucapan Selamat Tahun Baru Imlek 2023 Pembawa Hoki

“Itulah yang kemudian membuat proses politiknya menjadi sangat cair atau bisa dikatakan liberal. Jadi, mewacanakan sistem proporsional secara tertutup juga perlu dipertimbangkan, karena sistem terbuka ini mengalahkan hal yang substansi,” ujar Muradi.

Dengan sistem proporsional terbuka, lanjut dia, orang dengan kapasitas yang tepat untuk mengisi badan legislatif seperti pakar hukum tata negara misalnya, akan kalah dengan artis yang ikut mencalonkan diri.

“Orang kemudian memilih bukan pada kapasitas, tidak ada campur tangan partai pada akhirnya,” ujar Muradi lagi.

Pro kontra sistem proporsional terbuka atau tertutup pada Pemilu 2024 masih terus bergulir.

Apakah sistem Pemilu 2024 akan membuat rakyat makin malas ke TPS sehingga terjadi kemunduran demokrasi atau sebaliknya? Bola panasnya kini ada di MK.***

 

Editor: Nalarya Nugraha

Sumber: Wawancara Rilis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x