Gaya Hidup Hedonis jadi Faktor Terjadinya Prostitusi Anak di Kota Bandung

- 12 Agustus 2020, 18:44 WIB
/apakabar online/

GALAMEDIA - Prostitusi terhadap anak di bawah umur masih terjadi di Kota Bandung, terlebih dengan gaya hidup hedonis saat ini. Sehingga melalui prostitusi menjadi jalan pintas dalam memenuhi kebutuhan akan gadget mahal, gaya hidup mewah dan lain sebagainya (hedonis).

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Bandung, Tatang Muhtar menuturkan, terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi perdagangan atau eksploitasi anak di bawah umur tersebut.

Menurutnya selain gaya hidup, faktor lain seperti keterbatasan ekonomi hingga salah pola asuh menjadi penyebab anak terjerumus ke prostitusi online.

"Faktor-faktor ini, yang mempengaruhi perilaku dan psikologis para korban atau anak untuk mencari pelarian atau perlindungan. Yang ujungnya terjebak pada lingkungan pergaulan salah," ungkap Tatang di Gedung DPRD Kota Bandung, Jln. Sukabumi, Kota Bandung, Rabu, 12 Agustus 2020.

Baca Juga: Cimahi Diterjang Hujan Es dan Angin Kencang, Sejumlah Pohon dan Reklame Bertumbangan

Dikatakannya, dalam menghadapi kondisi tersebut pihaknya sering dihadapkan pada situasi yang dilematis. Pada satu sisi ingin menyelematkan anak-anak dari lingkungan pergaulan tersebut, namun disisi lain ada keengganan sang anak untuk meninggalkan zona nyaman.

"Pada satu sisi, kita ingin menyelamatkan masa depan anak-anak dari lingkungan pergaulan yang salah, tapi kita kerapkali menemukan adanya keengganan korban (anak) untuk diselamatkan. Karena mereka merasa berada di zona nyaman yang sulit untuk ditinggalkan," tuturnya.

Tatang mengungkapkan pihaknya telah melakukan beragam upaya dan penanganan dalam melindungi dan menyelamatkan anak-anak dalam lingkaran prostitusi online.

Berdasarkan data penanganan kasus eksploitasi anak di Kota Bandung selama tahun 2020, di antaranya 27 kasus anak terhadap korban perdagangan manusia, tujuh kasus anak yang bertempat di apartemen, sembilan kasus anak di hotel, dan tujuh kasus anak dari kelompok marjinal.

Baca Juga: Emil : Safari Kebhinekaan, Upaya Tangkal Intoleransi

"Anak-anak tersebut, membutuhkan perlindungan konseling, tapi karena berbagai faktor sulit kami jangkau untuk menarik keluar dari lingkungan salah ini. Apalagi kegiatan prostitusi seperti ini, dilakukan secara tertutup dan tersembunyi, bahkan dalam jaringan yang terstuktur secara sistematis dan berpindah-pindah, sehingga sulit dilakukannya pelacakan kepada para korban ini," jelasnya.

Oleh karena itu, kata Tatang, upaya pencegahan perlu dilakukan sedini mungkin harus terus dilakukan sebagai upaya mengantisipasi kegiatan eksploitasi anak. Salah satunya melalui program perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat yang telah dibentuk di 151 kelurahan.

Selain itu, pihaknya juga telah memilki lembaga untuk Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), dimana para orang tua atau keluarga diberikan edukasi, untuk memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak.

Baca Juga: Terima Putusan Hakim, Roy Kiyoshi Divonis 5 Bulan Penjara

Pemerintah Kota Bandung pun telah memiliki regulasi yang tertuang dalam Perda Nomor 14 tahun 2019 terkait penyelenggaraan perlindungan anak di Kota Bandung. Termasuk unit pelayanan bagi anak-anak dan perempuan korban kekerasan melalui UPT P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemerdayaan Perempuan dan Anak) Kota Bandung.

"Kami berharap agar dapat bersinergi dengan kelembagaan, pemerhati, dan masyarakat. Dalam rangka menangani permasalahan ekspolitasi di Kota Bandung," pungkasnya. ***

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x