Dalam sejumlah agenda yang ada terdapat beberapa kesepakatan penting yang bertujuan untuk memajukan hubungan bilateral antara Indonesia dan Iran, diantaranya Preferential Trade Agreement (PTA) dan beberapa MoU khususnya di bidang ekonomi serta pemberantasan peredaran gelap narkotika.
Pertemuan antara kedua negara terjadi ketika hubungan antara Iran dan Barat menjadi semakin tegang menyusul penumpasan keras pasukan Iran terhadap elit ulama negara itu setelah kematian seorang wanita Kurdi dalam tahanan polisi moralitas tahun lalu.
Beberapa negara termasuk Amerika Serikat telah memberlakukan sanksi luas terhadap Iran atas program nuklirnya dan dugaan pelanggaran hak.
Selain itu perdagangan Indonesia dan Iran sempat turun dari $715,5 juta menjadi $141,6 juta pada 2019 setelah Amerika Serikat memberlakukan sanksi terhadap Iran. Presiden Raisi mengatakan pada hari Selasa melalui seorang penerjemah bahwa “sanksi dan ancaman tidak akan menghentikan kami. Kemitraan dan hubungan dengan negara tetangga dan negara Islam serta negara yang memiliki pandangan yang sama menjadi prioritas kami,” Imbuhnya.
Pejabat kementerian perdagangan Indonesia Djatmiko Witjaksono mengatakan pada hari Selasa bahwa kedua negara telah menyepakati skema “kontra perdagangan” dimana barang dan jasa dapat dipertukarkan “tanpa dibatasi oleh kelangkaan atau kesulitan mata uang”.
Perdagangan dua arah antara kedua negara saat ini berjumlah sekitar $250 juta, dengan negara Asia Tenggara mencatat surplus sekitar $200 juta, menurut kementerian perdagangan Indonesia.
Djatmiko kepada wartawan Senin, mengatakan Indonesia ingin meningkatkan perdagangan dengan Kawasan Timur Tengah dan sekitarnya. “Iran bisa menjadi pintu gerbang ke kawasan sekitarnya seperti Asia Tengah… atau bahkan ke Turki karena kita belum memiliki kesepakatan perdagangan dengan Turki,”katanya.