Sam Udjo Belajar dari Daeng Soetigna, Tampil di Konferensi Asia Afrika dengan Tangga Nada Diatonis
Kemudian, pada tahun 1938 seorang guru piano bernama Daeng Soetigna belajar membuat angklung dari pengemis di daerah Kuningan. Setelah bertemu dengan rumusan membuat suara pada alat musik yang terbuat dari bambu tersebut, Daeng membuat tangga nada yang sama dengan piano, yaitu tangga nada diatonis dengan tujuh nada pokok.
Selain mengajarkan musik piano, Daeng Soetigna kala itu juga merupakan seorang guru pramuka, ingin supaya anak-anak didiknya tidak malu-malu bernyanyi. Dari situlah, ia membuat seperangkat alat angklung dengan nada-nada untuk anak-anak pramuka. Anak-anak pramuka sendiri merasa senang karena ada alat musik yang bisa dimainkan dengan bambu.
Kemudian, baru pada tahun 1955, Daeng bertemu dengan Udjo Ngalagena di Bandung. Udjo Ngalagena yang juga seorang guru, belajar dari Daeng mengenai angklung.
Pada tahun itu juga, Daeng harus pergi ke Australia, padahal ia harus tampil membuka Konferensi Asia Afrika. Akhirnya, Udjo Ngalagena lah yang menjadi konduktor untuk membuka Konferensi Asia Afrika 1955.
Saung Angklung Udjo Punya Tangga Nada Pentatonis yang Khas
Ketika itu, angklung yang dimainkan menggunakan tangga nada diatonis, yang diatonis, yang mendapatkan perhatian besar. Udjo merasa bahwa nada pentatonis, yang menggunakan lima nada dasar juga perlu disertakan. Pentatonis adalah tangga nada yang umum digunakan untuk musik tradisional seperti gamelan dan kecapi.
“Bapak membuat juga yang Pentatonis, tapi karena beliau juga belajar gamelan, kecapi, tangga nadanya disamakan dengan tangga nada gamelan. Jadi, terwujudlah angklung yang disebut pentatonis yang sama dengan gamelan yang bapak laras,” kata Sam.
BACA JUGA : Asia Africa Festival 2023 Bakal Digelar pada 29 Juli 2023, Akan ada Penyekatan di Beberapa Titik Ruas Jalan