Sutarman Bantah Telah Mengubah Lambang Negara dan Kalimat Bhineka Tunggal Ika

- 10 September 2020, 20:04 WIB
 Ketua Paguyuban Tunggal Rahayu, Sutarman alias MR, Prof, DR, IR, H Cakraningrat, SH (Wijaya Nata Kusuma Nagara), saat menjalani pemewriksaan di Mapolres Garut, Jalan Sudirman, Kabuoaten Garut, Kamis 10 September 2020.
Ketua Paguyuban Tunggal Rahayu, Sutarman alias MR, Prof, DR, IR, H Cakraningrat, SH (Wijaya Nata Kusuma Nagara), saat menjalani pemewriksaan di Mapolres Garut, Jalan Sudirman, Kabuoaten Garut, Kamis 10 September 2020. /Agus Somantri/

GALAMEDIA- Ketua Paguyuban Tunggal Rahayu, Sutarman alias MR, Prof, DR, IR, H Cakraningrat, SH (Wijaya Nata Kusuma Nagara), membantah jika dirinya telah mengubah lambang negara Burung Garuda.

Begitu juga dengan penambahan kalimat 'Soenata Logawa' di bawah kalimat 'Bhineka Tunggal Ika' yang terletak di bagian pita. Menurutnya, ia bukannya merubah atau mengganti, akan tetapi hanya meluruskan lambang negara tersebut.  

“Jadi maaf, bukan penggantian. Kalau diganti pasti diubah, tapi dasarnya ini adalah diluruskan. Kalau secara agama itu bacaan iftitah sholat. Kalau secara kenegaraan, di masa negara dalam masa kritis, kita mengambil sikap, menelaah, dan menghayati," ujarnya di Mapolres Garut, Kamis 10 September 2020.  

Baca Juga: Yena tak Mau Ambil Pusing Soal Isu Politik Identitas yang Dihembuskan

Sutarman pun menjelaskan terkait Lambang Negara Burung Garuda yang kepalanya menghadap ke depan. Menurutnya, pada awal dibuatnya burung garuda yang sekarang menjadi lambang negara Indonesia itu memang menghadap ke depan.

"Dulu itu, asalnya kepala Garuda menghadap ke depan, dirubah sampai 3 kali pergantian. Kalau bola dunia, itu perjanjian," ucapnya.  

Sedangkan untuk penambahan kalimat 'Soenata Logawa' dibawah kalimat 'Bhineka Tunggal Ika', lanjut Sutarman, hal tersebut sesuai dengan tatanan awal, kembali pada asal.

Baca Juga: Dilarang Beroperasi, Pengusaha Spa dan Massage Minta Keadilan pada Pemkot Bandung

“Jadi kembali pada asal, susunan, nata tatanan, dari bawah ke atas kita bersatu,” katanya.

Menurut Sutarman, organisasi yang dipimpinnya itu didirikan sejak dua tahun lalu, atau satu tahun setelah ia menyandang sejumlah titel mentereng pada 2018 lalu. Sederet gelar akademis tersebut, diakunya didapat dari Sukarno-Hatta dan Universitas Alam. Sutarman pun menyatakan, jika konsep organisasinya bukanlah kerajaan atau lainnya, namun lebih kepada perkumpulan.

"Saya ini kan sebagai konsorsium induk, jadi bukan kerajaan. Ampera itu perintisan. Jadi sebelum NKRI itu adalah Ampera, perintisan dan asal-usul. Perkumpulan ini didirikan untuk menyatukan silsilah keluarga anak bangsa," ucapnya.

Baca Juga: Dilarang Beroperasi, Pengusaha Spa dan Massage Minta Keadilan pada Pemkot Bandung

Masih Sebagai Saksi Kepala Satuan Reserse Kriminal (kasatreskrim) Polres Garut, AKP Maradona Armin Mappaseng, mengatakan pemeriksaan terhadap Sutarman masih sebagai saksi dalam dugaan kasus penipuan dan beberapa hal lainnya yang berkaitan dengan keberadaan Paguyuban yang berpusat di wilayah Garut selatan tersebut.  

"Inti pemeriksaan ini seputar perekrutan anggota, penggunaan uang, masalah lambang, dan titel beliau," katanya di Mapolres Garut.

Selain Sutarman alias Cakraningrat yang jadi pimpinan paguyuban, terang Maradona, pihaknya juga memeriksa empat anggota aktif Paguyuban Tunggal Rahayu tersebut.

Baca Juga: MUI Keluarkan Imbauan Soal Covid-19, Masjid Raya Bandung Besok Masih Gelar Sholat Jumat?

"Jadi yang kami periksa hari ini ada lima orang. Selain S sebagai pimpinan, juga ada empat anggota aktif," katanya.

Maradona mengaku, saat ini pihaknya belum bisa menjelaskan hasil pemeriksaan karena masih berlangsung. Namun pihaknya akan bergerak cepat dan melakukan gelar perkara usai pemeriksaan selesai untuk menentukan status Sutarman. Ia menyebut, hingga kini Sutarman masih berstatus sebagai saksi.  

Maradona menuturkan, dari hasil rapat Bakorpakem, semuanya sepakat untuk memproses secara hukum paguyuban ini. Masalah hukum hasilnya akan terlihat setelah proses penyidikan tuntas.

Baca Juga: Anies Baswedan Dikeroyok Sejumlah Menteri, Malah Dipuji Satgas Percepatan dan Penanganan Covid-19

Maradona menambahkan, berdasarkan hasil pantauan, saat ini sudah tidak ada lagi aktivitas yang dilakukan paguyuban tersebut, baik di Kecamatan Cisewu maupun Caringin. Sebagai organisasi, lanjut Maradona, aktivitas Paguyuban Tunggal Rahayu dinilai ilegal karena belum mengantongi izin.

"Mereka sudah mengajukan permohonan izin sejak Agustus 2019. Namun sampai sekarang tidak diterbitkan izinnya karena ada dugaan pidana," katanya.

Sementara itu, berdasarkan pantauan, Sutarman alias Cakraningrat datang ke Mapolres Garut sejak siang hari bersama sejumlah pengikutnya.

Baca Juga: Dipicu Musim Kemarau, Harga Komoditi Sayuran di Kota Cimahi Alami Kenaikan

Ia mengenakan pakaian warna putih ala presiden pertama Indonesia, Soekarno dengan ditutup jaket loreng yang penuh dengan berbagai macam atribut. Pada salah satu atribut di jaketnya, terdapat lambang negara Burung Garuda yang kepalanya dirubah menghadap ke depan.

 

 

 

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x