Salah satunya yakni dalam rangka menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara, serta untuk menciptakan kehidupan yang rukun diantara pemeluk agama atau keyakinan yang berbeda.
"Eskalasi politik Indonesia tahun 2023-2024 menghadapi tantangan terbesar, antara lain politik identitas, intoleransi, radikalisme, mis informasi dan hate speech yang muncul pada platform digital yang biasa digunakan oleh masyarakat," kata Moh. Puad Syafi'i, M.A.
"Mencermati situasi tersebut, para santri harus paham terkait pencegahan praktik politik identitas, propaganda intoleran, radikalisme kelompok beragama dan komodifikasi agama dalam Pemilu 2024," sambungnya.
Politik Jujur dan Terbuka
Moh. Puad Syafi'i, M.A, berharap agama jangan dijadikan wilayah politik praktis sehingga tidak memicu terjadinya konflik. Pasalnya, agama dan hukum harus berjalan sesuai porsinya masing-masing.
Menurut dia, agama mempunyai prinsip adil, sehingga agama tidak boleh dijadikan isu politik.
"Apabila tidak mencampur agama dengan politik bisa menciptakan keharmonisasian sosial antar umat beragama. Oleh karena itu perlu untuk menjaga Jawa Barat tetap damai menjelang pemilu 2024," terang Moh. Puad Syafi'i, M.A
Baca Juga: 6 SMA Swasta di Kota Semarang yang Masuk Top Sekolah Terbaik se-Indonesia
Moh. Puad Syafi'i, M.A, menambahkan, dalam kehidupan sehari-hari dan berpolitik diutamakan asas jujur dan terbuka. Dengan begitu, kata dia, bisa memberikan informasi yang benar sehingga berita dan informasi yang diterima tidak hoax dan tidak berkhianat terkait berpolitik.
"Kita semua harus menjaga kondusifitas Jawa Barat yang aman dan damai tanpa membedakan suku agama dan ras yang mana Jawa Barat milik kita bersama. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk pelaksanaan Pemilu nanti, saya berpesan tidak ada intimidasi sehingga pemilu bisa berjalan dengan baik aman dan lancar," pesannya.