Berkaca Pada Polarisasi Pemilu 2019, Jangan Sampai Terulang di Pemilu 2024

- 24 Mei 2023, 09:56 WIB
Ilustrasi Pemilu 2024.
Ilustrasi Pemilu 2024. ///ANTARA/D.D Kliwon

Publikasi BPS berjudul Statistik Telekomunikasi Indonesia 2020, menyebutkan, dalam kurun 5 tahun terakhir atau 2015-2020, penggunaan TIK di Indonesia menunjukan perkembangan yang sangat pesat.

Salah satu indikatornya, menurut BPS, penggunaan internet dalam rumah tangga mencapai 78,18 persen, yang diikuti pula oleh pertumbuhan penduduk yang menggunakan telepon seluler mencapai 62,84 persen. Kemudian, kepemilikan komputer dalam rumah tangga pada 2020 juga mengalami kenaikan menjadi 18,83 persen.

Lalu, penduduk yang menggunaan internet juga mengalami peningkatan selama kurun waktu 2016—2020, yang ditunjukkan dari meningkatnya persentase penduduk yang mengakses internet pada tahun 2016 sekitar 25,37 persen menjadi 53,73 persen pada tahun 2020.

Baca Juga: 10 Universitas Paling Dekat dari Bekasi Jawa Barat, Disertai Info Jarak dan Peringkat Nasional EduRank 2023

Artinya, melihat fakta tersebut di atas, tingginya partisipasi pemilih pada Pilpres 2019 jadi keniscayaan yang dikehendaki zaman, karena didukung infrastruktur teknologi dan pemanfaatan media sosial untuk pilpres yang massif.

Di sisi lain, narasi yang dimunculkan dalam lini massa media sosial, yang diviralkan, juga menggugah sisi moralitas, emosional, nilai-nilai agama, proximity atau kedekatan hingga urusan sejarah dan rasisme.

Misalnya saja, Jokowi dicitrakan sebagai warga keturunan China, keturunan PKI, persekusi perawakan tubuhnya yang kurus hingga hal negatif lainnya. Lalu pada Prabowo, sempat dipersepsikan sebagai sosok non muslim lewat video yang diviralkan.

Sekalipun narasi tersebut bernuansa negatif, nyatanya, banyak orang yang meyakini atau setidaknya terpengaruh oleh setiap konten negatif yang diviralkan. Kondisi semacam itu, kata Budi Gunawan Barito Mulyono Ratmono, dalam bukunya berjudul Demokrasi di Era Post-Truth, faktor media memang sangat penting.

Tapi, bingkaian cerita dan video juga melipat gandakan efek komunikasinya. Sekalipun partisipasi pemilih di Pilpres 2019 naik signifikan, namun, efek negatif yang dihasilkan terlalu berisiko karena menciptakan polarisasi di tengah masyarakat. Bahkan, sudah mengarah pada disintegrasi bangsa.

Data Kemenkominfo menyebutkan, pada periode Agustus 2018 hingga November 2019 jadi waktu paling rawan. Kemenkominfo mengidentifikasi, ada 3.901 hoaks yang disebar. Dari jumlah itu, masalah politik jadi sasarn hoaks paling tinggi dengan jumlah 973 hoaks.

Halaman:

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x