Potensi Gempa Magnitudo 9,6 dan Tsunami 20 meter Selatan Jawa Pernah Diungkap Peneliti di Tahun 2008

- 2 Oktober 2020, 09:34 WIB
Ilustrasi Mega-Tsunami.
Ilustrasi Mega-Tsunami. /

GALAMEDIA - Potensi gempa megathrust, magnitudo 9,1 yang mengakibatkan tsunami setinggi 20 meter di selatan wilayah Pulau Jawa bukanlah hal yang baru. Penelitian serupa pernah dilakukan lebih dari satu dekade lalu.

Periset lain seperti Robert McCaffrey sudah mengemukakan dalam publikasinya pada tahun 2008.

secara hipotetis jalur subduksi selatan Jawa yang memiliki panjang lebih dari 1.800 kilometer memiliki potensi menghasilkan gempa berskala magnitudo 9,6 jika runtuh secara bersamaan.

Dilansir express.co.uk Rabu 19 Agustus 2020, para peneliti di Queen's University, Ontario, bahkan mengkhawatir perubahan iklim juga dapat mengintensifkan dan meningkatkan jumlah dan ukuran bencana alam yang dipicu oleh tanah longsor besar.

Tanah longsor besar adalah kombinasi batuan, tanah dan air yang mampu bergerak cepat mengarah menuju perairan.

Jika mereka menghantam pantai, tanah longsor ini dapat memicu gelombang yang mematikan, terutama di daerah pegunungan yang bertemu fyord (tebing lautan), danau, atau waduk.

Pada tahun 1963, misalnya, tanah longsor ke waduk menciptakan gelombang yang melanda bendungan di Vajont, Italia, menewaskan lebih dari 2.000 orang yang tinggal di hilir.

Profesor Ryan Mulligan dan Andy Take dari Queen's University, Ontario percaya bahwa pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana tanah longsor menghasilkan gelombang sangatlah penting.

Peneliti gempa dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Bandung, Danny Hilman Natawidjaja dan Eko Yulianto sependapat bahwa riset tentang tsunami 20 meter di selatan Jawa oleh tim Institut Teknologi Bandung (ITB) bukan hal baru.

Baca Juga: BLT BPJS Ketenagakerjaan Termin 2 Cair Bulan Ini, Simak Penjelasan Menaker Ida Fauziyah

Menurut Danny Hilman, soal seismic gap atau zona megathrust yang sepi gempa di selatan Jawa itu bukan isu baru. Risetnya pada 2013 telah menemukan seismic gap di Mentawai dan selatan Jawa.

“Riset terbaru tim ITB update isu lama dengan riset mendalam,” ujarnya pada webinar Rabu, 30 September 2020.

Walau sudah diketahui potensi gempa dan tsunami, menurut Danny Hilman, siklus kejadiannya di selatan Jawa belum ada. Berbeda dengan Mentawai yang sudah diketahui siklusnya dari riset geologi bahwa gempa besar dan tsunaminya pernah terjadi 700 tahun silam.

“Kalau di Mentawai sudah di akhir siklus, sudah lepaskan gempa di 2007 dan 2010 dan masih ada potensi sekitar magnitude 8,8,” ungkapnya.

Pakar Geofisika, Hery Harjono mengapresiasi hasil kajian dari para ahli ITB. Mantan Kepala Puslit Geoteknologi itu memastikan, bahwa hasil kajian dari Global Geophysics Reasearch Group ITB dapat dipertanggungjawabkan secara ilimiah.

"Saya apresiasi para ilmuwan yang telah mempublikasi hasil risetnya di jurnal yang prestisius. Artinya hasil riset ini sudah direview dengan ketat untuk bisa diterbitkan. Penulis utamanya salah satu ilmuwan terbaik yang kita miliki. Saya hanya ingin mengatakan riset mereka bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah," katanya.

Baca Juga: Pemerintah Perluas Subsidi Bunga: Kali Ini Ringankan KPR dan Kredit Kendaraan Bermotor

Meski begitu, ia pun menyatakan hasil kajian tersebut merupakan isu lama. Selama ini banyak dugaan tentang potensi gempa dan tsunami di selatan Jawa.

Hary mengatakan, selatan Jawa merupakan zona gelap tentang potensi bencana. Menurut dia, selama ini kajian dan penelitian potensi bencana hanya dilakukan di Sumatera yang menjadi role model klasik potensi bencana di dunia.

"Betapa tidak, Sumatera yang diuntungkan dengan ajaran pulau di sebelah barat itu memungkinkan kita meletakkan segala peralatan untuk memonitor deformasi yang terjadi di bawah Sumatera. Para geologi pun leluasa menyibak hideformasi dan gempa di masa lalu dari rekaman yang tersimpan dalam formasi batuan," lanjut dia.

Profesor Riset Geologi-Geofisika itu melanjutkan, data seismik refleksi dalam (deep seismic relection) yang menembus perut Sumatera sampai kedalaman 50-60 kilometer ada di dua daerah yakni daerah episentral gempa Aceh 2004 dan satu di Mentawai.

"Seingat saya baru tiga seismik refleksi dalam itu kita kerjakan. Satu lagi di sekitar Timor. Itu tahun 1996. Semua didukung industri karena mahal. Yang di Sumatera LIPI dan BPPT bekerjasama dengan Institut Physique du Globe de Paris (IPG Paris) Prancis dan disupport industri perminyakan. Kebetulan saya ikut menangani," kata dia.

Baca Juga: Cukup Rasulullah Sebagai Inspirasi Bagi Setiap Generasi

Hery menambahkan, pihaknya juga menggagas penelitian tentang potensi bencana di Mentawai, Sumatera Barat. Kajian potensi bencana di Jawa baru dilakukan setelah peristiwa gempa dan tsunami Aceh.

"Menyadari sedikitnya data, maka kami mulai melacak tsunami purba (paleo tsunami) dengan harapan mengetahui gempa pemicunya dan periode ulangnya," tambahnya Hery.

Sementara tim ITB dan lintas instansi lewat studi terbarunya sejak 2019 yang dipublikasi 17 September 2020 mengemukakan keberadaan zona sepi gempa (seismic gap). Diketuai pakar gempa Sri Widiyantoro, tim membuat tiga skenario potensi gempa dari zona itu di Laut Kidul.

Dari hitungan kumpulan energi yang laju lempengnya tertahan atau terkunci di zona seismic gap itu selama 400 tahun, maksimal gempanya bisa mencapai skala magnitude 9,1.

Lindu sekuat itu berpotensi terjadi jika segmen barat dan timur sepanjang selatan Jawa pecah bersamaan. Adapun gelombang tsunami tertingginya bisa mencapai 20 meter di selatan Banten.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x