Eks Ketua MK Hamdan Zoelva Pertanyakan Urgensi Amandemen UUD NRI 1945

18 Agustus 2021, 18:57 WIB
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva. /Instagram/@hamdanzoel

GALAMEDIA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2013-2015, Hamdan Zoelva menyoroti wacana amandemen terbatas terhadap UUD NRI 1945 yang kembali berhembus baru-baru ini.

Hamdan mempertanyakan dalih wacana amandemen yang menyebut bahwa adanya inkonsistensi pemerintah karena tidak adanya GBHN.

Padahal kata Hamdan, inkonsistensi tersebut bukan karena tidak adanya GBHN melainkan karena politisinya yang justru tidak konsisten.

"Tidak konsistennya program negara/pemerintah bukan karena tidak adanya GBHN, tapi karena politisinya tidak konsisten," kata Hamdan Zoelva dikutip dari akun Twitternya Rabu, 18 Agustus 2021.

Baca Juga: Lagi, Komunitas Tionghoa Peduli Tebar Ribuan Paket Sembako bagi Warga Terdampak Pandemi Covid-19

Lantas ia mempertanyakan urgensi dari wacana MPR untuk melakukan amandemen terbatas terhadap konstitusi itu.

"Lalu kenapa perlu amandemen menambah PPHN?," tanya dia.

Seperti diketahui, wacana adanya amandemen terhadap UUD NRI 1945 kembali mencuat belakangan ini.

Terbaru, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) kembali mengungkap wacana tersebut dalam sidang tahunan MPR.

Adapun amandemen terbatas terhadap konstitusi yaitu guna mengakomodir Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Baca Juga: Megawati Mengaku Suka Menangis: Coba Lihat Pak Jokowi Sampai Kurus

Bamsoet mengungkapkan soal nasib amandemen UUD NRI Tahun 1945.

"Atas tindak lanjut dari rekomendasi MPR periode 2009-2014, dan MPR periode 2014-2019, hasil kajian MPR periode 2019-2024 menyatakan bahwa perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang bersifat filosofis dan arahan dalam pembangunan nasional, untuk memastikan keberlangsungan visi dan misi negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," kata Bamsoet Senin, 16 Agustus 2021.

Bamsoet menegaskan bahwa keberadaan PPHN bersifat filosofis dan sangat penting guna memastikan wajah Indonesia di masa depan.

Baca Juga: BPJS Kesehatan Karawang Dorong Implementasi Antrean Online di FKTP

"Proses perubahan Undang-Undang Dasar sesuai Ketentuan Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 memiliki persyaratan dan mekanisme yang ketat. Oleh karenanya, perubahan Undang-Undang Dasar hanya bisa dilakukan terhadap pasal yang diusulkan untuk diubah disertai dengan alasannya,"

"Dengan demikian, perubahan terbatas tidak memungkinkan, sekali lagi, tidak memungkinkan, untuk membuka kotak pandora, eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya, apalagi semangat untuk melakukan perubahan adalah landasan filosofis politik kebangsaan dalam rangka penataan sistem ketatanegaraan yang lebih baik," imbuhnya.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler