Dulu Sanksi Pimpinan KPK Lebih Berat, Febri Diansyah: Sekarang Pengawasan Semakin Melemah Sekalipun Ada Dewas

30 Agustus 2021, 17:46 WIB
Mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. / Tangkapan layar YouTube/Talkshow TV One

GALAMEDIA - Eks juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah kembali mengkritik keputusan Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang hanya memberikan sanksi ringan terhadap pimpinan KPK yang terbukti sudah melanggar kode etik.

Seperti diketahui, Dewas KPK sebelumnya telah menyatakan Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar bersalah karena telah melanggar kode etik.

Lili Pintauli Siregar dinyatakan bersalah, lantaran terbukti berkomunikasi dengan Walikota nonaktif Tanjungbalai yakni M Syahrial.

Kendati dinyatakan bersalah, Lili Pintauli Siregar justru hanya mendapat sanksi ringan dari Dewas KPK.

Baca Juga: Jabar Terima Rekor MURI Jamsostek Tenaga Pendidik Keagamaan Terbanyak Tingkat Nasional

Dewas KPK memutuskan untuk memberikan sanksi berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40% selama 12 bulan terhadap Lili Pintauli Siregar.

Keputusan yang diambil Dewas KPK tersebut, dinilai Febri Diansyah sangat tidak tepat, karena dalam kasus ini pimpinan KPK telah melanggar kode etik.

Febri Diansyah mengatakan bahwa dari peraturan Dewas KPK tersebut, menandakan sejak dari awal keberadaan Dewas KPK memang sangat diragukan.

Menurutnya keberadaan Dewas KPK, sejak awal niatnya sangat diragukan dalam menerapkan standar yang kuat untuk menjaga integritas KPK.

Keraguan Febri Diansyah semakin terlihat nyata tatkala, Dewas KPK hanya memberikan sanksi ringan terhadap para pimpinan KPK yang melanggar kode etik.

Padahal menurutnya, kode etik yang dilanggar oleh para pimpinan KPK tersebut merupakan sebuah pelanggaran berat.

"Dari Peraturan Dewas ini saya berpikir, sejak awal Dewas mmg diragukan niatnya menerapkan standar yg kuat menjaga integritas KPK," ujarnya, dikutip Galamedia dari akun @febridiansyah, Senin 30 Agustus 2021.

"Terlihat dari pengaturan sanksi yang ringan untuk pimpinan, sekalipun pelanggaran berat," sambungnya.

Baca Juga: Jelang PTM, Gubernur Ingatkan Disiplin Protokol Kesehatan

Selain itu, Febri juga menyinggung terkait adanya pilihan lain yang seharusnya bisa diambil oleh Dewas KPK dalam menjatuhkan sanksi terhadap pimpinan KPK yang melanggar kode etik.

Menurutnya, terdapat pilihan lain seperti yang diatur di Pasal 10 ayat (4) Peraturan Dewas No.2 Tahun 2020 yaitu Pimpinan bisa diminta mundur dari KPK.

Akan tetapi, pilihan itu tidak dilakukan oleh Dewas KPK, sehingga Febri menilai bahwa Dewas hanya bisa memberikan sanksi ringan.

"Dewas juga tidak bisa berhentikan atau meminta pimpinan diberhentikan," katanya.

Tak hanya itu, Febri juga membandingkan era KPK saat ini dan dulu dimana sebelum adanya Dewas KPK.

Ia mengatakan bahwa dulu sebelum ada Dewas KPK, jika pimpinan KPK kedapatan melanggar kode etik, maka akan langsung dibentuk komite etik KPK.

"Sebelum ada Dewas, dulu jk Pimpinan KPK melanggar etik maka dibentuk Komite Etik KPK," ungkapnya.

Febri Diansyah menyampaikan bahwa komite etik KPK tersebut selalu diisi oleh eksternal dari berbagai unsur tokoh masyarakat.

Baca Juga: Ahli Ekonomi Malaysia Ingin Punya Pemimpin Seperti Jokowi, Mustofa Nahrawardaya: Mana Ada?

Pegiat antikorupsi itu pun menegaskan bahwa sebelum adanya Dewas KPK, sanksi untuk pimpinan KPK itu diatur lebih berat dibanding para pegawai lainnya.

"Komposisinya dominan eksternal dr unsur tokoh masyarakat. Sanksi untuk Pimpinan bahkan diatur lebih berat dibanding Pegawai," tegasnya.

Namun hal itu berbeda dengan era KPK sekarang, yang mana sesudah ada Dewas KPK justru sanksi yang diberikan untuk pimpinan KPK malah terkesan sangat ringan.

Selain sanksi ringan untuk pimpinan KPK, Febri juga menegaskan bahwa pengawasan KPK saat ini semakin melemah sekalipun itu ada Dewas KPK.

"Tapi sekarang, justru pengawasan semakin melemah sekalipun ada Dewas," pungkasnya.***

Editor: Dicky Aditya

Tags

Terkini

Terpopuler