Jumlah Jemaah Haji Indonesia yang Wafat Periode Armuzna Menurun Dibanding Tahun Lalu

23 Juni 2024, 12:15 WIB
JEMAAH calon haji saat berada di Armuzna.* PRMN/KC /

GALAMEDIANEWS - Jemaah haji tahun 2024 ini, termasuk dari Indonesia, sudah menyelesaikan tahapan puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).

Momen itu masih diwarnai adanya jemaah haji yang meninggal dunia. Jemaah dari Indonesia, ada sebanyak 11 orang yang wafat di Arafah dan 29 jemaah wafat di Mina.

Kepala Bidang Kesehatan pada Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), dr. Indro Murwoko memberikan penjelasan.

Baca Juga: CUKUP Ambil Daun Jambu Biji, Batuk Anda Dijamin Mereda!

“Jemaah wafat itu, secara keseluruhan ada 40 (orang). Dari data itu, terbagi wafat di tenda, pos kesehatan, dan rumah sakit Arab Saudi, baik di Arafah maupun Mina,” kata Indro, di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Daker Makkah, baru-baru ini.

Dibandingkan dengan data 2023, ujarnya, jumlah jemaah yang wafat pada periode Armuzna tahun ini lebih kecil.

Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) mencatat jumlah jemaah wafat periode Armuzna pada 2023 sebanyak 64 orang. Jumlah ini terdiri atas 13 jemaah wafat di Arafah dan 51 orang wafat di Mina.

Dijelaskan dr. Indro Murwoko, jemaah haji Indonesia meninggal di Tanah Suci mendapat penanganan sesuai prosedur. Ketika ada jemaah meninggal, tenaga kesehatan akan membuat Certivicate of Death (COD).

Setelah itu, petugas akan berkoordinasi dengan kantor maktab atau kantor sektor atau kantor daker untuk melengkapi persyaratan administrasi lainnya, misalnya: surat kesediaan dimakamkan, dan yang lain.

“Setelah administrasi disiapkan, biasanya diserahkan ke Masyariq atau Maktab untuk proses pemulasaraan,” tuturnya.

Periode Armuzna diawali pada 8 Zulhijjah seiring keberangkatan jemaah haji Indonesia dari hotel di Makkah menuju Arafah untuk menjalani wukuf. Dari Arafah, jemaah bergerak menuju Muzdalifah untuk mabit (menginap), dilanjutkan ke Mina.

Baca Juga: Hasil Euro 2024; Belgia Taklukan Rumania 2-0 di Grup E! Laga Penuh 'Luka Buat Lukaku!!!

Jemaah menginap di Mina selama minimal tiga hari, sejak 10 Zulhijjah. Fase puncak haji berakhir pada 14 Zulhijjah, ditandai kembalinya jemaah yang mengambil Nafar Tsani dari Mina ke hotel di Makkah.

Sementara itu, sebagaimana dilansir AFP pada 21 Juni 2024, seorang pejabat senior Arab Saudi menyebut ada 1.119 jemaah meninggal dunia sampai dengan puncak haji. Sebagian besar dari jumlah itu adalah jemaah haji asal Mesir.

Dalam keterangan itu disebutkan juga bahwa jemaah wafat banyak yang disebabkan oleh cuaca panas ekstrem. Dari total jemaah yang wafat, 577 di antaranya meninggal pada periode Wukuf di Arafah dan melontar jumrah di Mina.

Saat ini penyelenggaraan ibadah haji sudah memasuki fase pemulangan. Secara bertahap, jemaah haji Indonesia yang berangkat pada gelombang pertama diantar dari Makkah menuju Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah lalu diterbangkan ke Tanah Air. Fase ini akan berlangsung sampai 3 Juli 2024.

Sedangkan jemaah yang berangkat pada gelombang kedua, akan mulai bergeser dari Makkah ke Madinah pada 26 Juni 2024. Secara bertahap, mereka akan pulang ke Tanah Air melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah mulai 4 Juli 2024.

Risti dan Lansia

Mengingat cuaca di Saudi yang sangat panas, sembari menunggu jadwal kepulangan, dr. Indro berpesan agar jemaah membatasi aktivitas keluar hotel. Apalagi, lanjutnya, jemaah dengan kondisi kesehatan risiko tinggi (risti) dan lanjut usia (lansia).

Baca Juga: Kabar Duka, Menteri BUMN Era Soeharto Meninggal Dunia

“Saran kami jemaah risti untuk membatasi aktivitas keluar jika kondisi kesehatannya memang tidak memungkinkan. Sebab kita tahu bahwa eksposur kegiatan di Armuzna (tinggi), mereka sangat lelah. Biasanya proses infeksi dan penurunan kondisi ketahanan tubuh itu fasenya sekarang,” sebutnya.

dr. Indro mengingatkan, anggapan bahwa menghabiskan sisa waktu di Tanah Suci untuk memperbanyak aktivitas tanpa mempedulikan kondisi kesehatan adalah keliru. Bahkan, hal itu justru bisa membahayakan.

“Kita sudah sampaikan kepada tenaga kesehatan di kloter agar jemaah risti bisa terus dipantau. Kalau kondisinya tidak fit dan memungkinkan terjadinya hal yang buruk dari sisi kesehatan, bisa dicegah untuk tidak beraktivitas di luar kondisi kesehatannya,” pesan dr. Indro.

Bagaimana dengan jemaah yang tidak masuk kategori risti? dr. Indro menjelaskan, dari data yang ada, tidak tertutup kemungkinan kondisi-kondisi yang ekstrem juga bisa mempengaruhi jemaah yang muda dan relatif ada penyakit sejak di Indonesia, meski tidak berat. Dia lalu mengingatkan bahaya dehidrasi terhadap penurunan kondisi kesehatan.

“Faktor dehidrasi mungkin tidak terasa, tapi kemudian ada gangguan elektrolit lalu serangan jantung,” pesannya.

Karena itu, dr. Indro meminta jemaah non risti untuk tetap memperhatikan kondisi kesehatan dalam beraktivitas. Selain itu, mereka juga harus tetap memakai alat pelindung diri.

“Tetap bawa minum, semprotan air, penutup muka, dan segala macam. Artinya, upaya-upaya kita untuk mengurangi kondisi dehidrasi,” sebutnya.

“Apabila memiliki obat-obatan yang biasa diminum, agar tetap dijaga. Apabila ada kekurangan agar berkomunikasi dengan tenaga kesehatan yang ada. Minta obat. Karena stop obat juga akan bisa memunculkan kondisi kesehatan yang fatal,” pungkasnya.***

Editor: Lucky M. Lukman

Sumber: Kemenag

Tags

Terkini

Terpopuler