China Kalang Kabut, AS Siap Pasok Senjata Berteknologi Tinggi ke Taiwan

14 Oktober 2020, 17:36 WIB
Ilustrasi senjata yang dijual Amerika Serikat kepada Taiwan yang membuat China marah. /Pixabay/skeeze

GALAMEDIA - Pemerintah Amerika Serikat pada Selasa, 13 Oktober 2020 memberi tahu Kongres soal kelanjutan menjual sejumlah senjata dan peralatan pertahanan berteknologi tinggi ke Taiwan.

Langkah tersebut pun membuat China sebagai rival menjadi kalang kabut. Salah satu senjata yang akan dipasok AS ke Taiwan yakni drone/pesawat nirawak MQ-9 dan sistem pertahanan dari serangan rudal.

Informasi itu disampaikan oleh sejumlah narasumber yang mengetahui rencana penjualan senjata tersebut.

Penjualan alat pertahanan itu disampaikan ke Kongres setelah Gedung Putih menyampaikan rencana penjualan tiga sistem persenjataan buatan AS ke Taiwan, Senin 12 Oktober 2020.

Baca Juga: Telkomsel Bagi-bagi Duit Rp 5 Juta, Buruan Ikutan, Waktunya Tinggal Sehari Lagi!

Satu dari delapan narasumber yang bersedia berbicara mengatakan total nilai penjualan mencapai kurang lebih lima miliar dolar AS (sekitar Rp 73,5 triliun).

Seringkali, nilai penjualan senjata buatan AS untuk negara lain mencakup biaya pelatihan, suku cadang, dan biaya pengamanan senjata.

Reuters pada September 2020 memberitakan untuk pertama kalinya tujuh sistem persenjataan utama buatan AS telah melalui sejumlah tahapan ekspor ke Taiwan.

Aksi itu dilakukan oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump demi meningkatkan tekanan ke China.

Penjualan MQ-9, drone buatan General Atomics, kemungkinan akan jadi ekspor senjata pertama yang dilakukan AS ke Taiwan setelah pemerintahan Trump berusaha mewujudkan rencananya menjual lebih banyak drone ke negara lain.

Baca Juga: Habib Rizieq Shihab Disebut Akan Pimpin Revolusi di NKRI, PKB: Itu Makar!

Penjualan itu dilakukan dengan memaknai kembali perjanjian pengendalian senjata internasional yang disebut Rezim Kontrol Teknologi Misil (MTCR).

Tidak hanya drone, Gedung Putih juga menyampaikan rencana penjualan sistem pertahanan pesisir, yang dapat mengantisipasi serangan rudal dari kapal, buatan Boeing Co.

Seorang narasumber mengatakan nilai 100 rudal jelajah yang masuk dalam daftar rencana penjualan ke Capitol Hill, gedung Kongres AS, mencapai kurang lebih dua miliar dolar AS (sekitar Rp 29,4 triliun).

Departemen Luar Negeri AS belum menanggapi pertanyaan terkait rencana penjualan tersebut.

Namun, seorang pejabat di Otoritas Taiwan mengetahui rencana itu dan mengatakan Taiwan memiliki lima sistem persenjataan yang proses pengadaannya masih berlanjut.

Baca Juga: Mata Najwa di Trans 7 Pukul 20.00 WIB, Angkat Tema 'Cipta Kerja Mana Fakta Mana Dusta'

Komite Hubungan Internasional Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat AS berkewajiban mengevaluasi dan menghentikan rencana penjualan senjata dari pemerintah lewat proses peninjauan informal sebelum Departemen Luar Negeri melayangkan surat pemberitahuan resmi ke legislatif.

Sejumlah narasumber mengatakan rencana penjualan senjata itu telah disetujui oleh Departemen Luar Negeri dan informasi itu telah disampaikan ke ketua komite terkait di Senat.

Reuters pada Senin, 12 Oktober 2020 memberitakan Kongres telah menerima pemberitahuan tidak resmi mengenai penjualan truk peluncur roket, yang disebut Sistem Artileri Roket Mobilitas Tinggi (HIMARS), buatan Lockheed Martin Corp.

Tidak hanya itu, senjata lain yang akan dijual antara lain, dan rudal jelajah udara ke darat jarak jauh yang dinamakan SLAM-ER buatan Boeing.

Termasuk didalamnya alat sensor/pelacak eksternal untuk jet tempur F-16 yang memungkinkan pengiriman data visual secara langsung (real time) dari stasiun pengawas di lapangan ke pilot di ketinggian.

Baca Juga: Syukuran Hari Jadi Ke-21 HU Galamedia, Portal galajabar.com Resmi Diluncurkan

Sementara itu, Kedutaan Besar China di Washington memilih mengutip pernyataan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijiam saat diminta tanggapannya terkait rencana penjualan senjata dari AS ke Taiwan.

Zhao mengatakan penjualan senjata itu akan mengancam kedaulatan China serta tujuan menjaga keamanan wilayah. Ia mendesak Washington untuk mengakui ancaman dan risiko di balik penjualan senjata itu serta segera membatalkannya.

"China akan memberi tanggapan yang sah dan diperlukan sesuai dengan bagaimana situasi ini berkembang nantinya," ujar Zhao dilansir Antara.

China masih menganggap Taiwan sebagai provinsinya yang akan disatukan dengan wilayah daratan. Otoritas di China menunjukkan pihaknya tidak ragu menggunakan cara-cara yang memaksa jika itu dibutuhkan.

Baca Juga: Kemenpan-RB Buka Lowongan untuk 1 Juta CPNS di 2021, Mulai dari Perawat Hingga Dokter Spesialis

Namun bagi Washington, Taiwan merupakan wilayah demokratis yang strategis sehingga AS, sebagaimana dimandatkan oleh Undang-Undangnya, berkewajiban membantu Taiwan untuk membela diri.

Seorang pejabat di Taiwan pada Agustus 2020 mengatakan otoritas terkait membahas perlunya menyiapkan ladang ranjau di laut demi mengantisipasi kendaraan amfibi dan serangan mendadak tentara China.

Walaupun demikian, ia mengatakan Taiwan tidak berencana mendatangkan sistem ranjau laut dari AS.

Sejumlah narasumber yang mengetahui masalah itu mengatakan dua pihak telah membahas teknis alih teknologi dari AS ke Taiwan untuk produksi berbagai jenis senjata di dalam negeri.

Baca Juga: Tampar Ali Mochtar Ngabalin, Wasekjen MUI Tengku Zulkarnain: Sampah Demokrasi Itu Penjilat Rezim

AS cukup aktif membantu Taiwan meningkatkan kapasitas pertahanannya di tengah sikap China yang kian agresif.

Penasihat keamanan nasional AS, Robert O' Brien minggu lalu mengatakan Taiwan harus segera menunjukkan ke China bahwa ada risiko yang akan diterima jika negara itu bersikeras menduduki pulau swaotonom tersebut.

O' Brien mengatakan Taiwan sebaiknya berinvestasi di sektor peningkatan kapasitas pertahanan. Termasuk di antaranya pembelian sistem pertahanan pesisir, ladang ranjau laut, alat tempur cepat, artileri bergerak, dan sejumlah perlengkapan pengawasan yang dibuat dengan teknologi tinggi.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler