Kesenjangan Lulusan SMK Menjadi Perhatian Disdik Jabar

22 November 2020, 09:16 WIB
Kabid Pembinaan SMK, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Drs. Deden Saiful Hidayat M. Pd (kiri), saat berbincang dengan Direktur AKPAR BSI BandungAsep Dedy SE., MM, di Jln. dr. Rajiman, Bandung, belum lama ini. /ist

GALAMEDIA - Belakangan ini, ramai dibicarakan masyarakat bahwa kesenjangan antara kebutuhan dunia industri dan lulusan yang dihasilkan sekolah menengah kejuruan (SMK) perlu semakin diperkecil.

Hal ini, tentunya membutuhkan sinergi antara dunia industri dan sekolah perlunya solusi yang tepat sehingga lulusan yang dihasilkan mampu beradaptasi dengan kebutuhan pasar dunia usaha dan industri.

Hal ini dikatakan Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Drs. Deden Saiful Hidayat M. Pd saat ditemui di Kantornya, Jln. dr. Rajiman, Bandung, belum lama ini. Menurutnya, Lulusan SMK harus menjadi sumber daya manusia yang unggul, yang mampu bertahan di era industri 4.0 bahkan berakselerasi menghadapi era industri5.0.

Baca Juga: Siap Bela Ulama, Laskar Pendekar Banten Minta Maaf ke Habib Rizieq Soal Deklarasi Ormas Tolak HRS

“Untuk lulusan SMK ini, yang tak semata-mata harus menjadi pekerja saja tetapi memang di proyeksikan masuk ke dalam dunia kerja, berwirausaha, danmelanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal inilah, yang menjadi perhatian kami dalam mencari solusi agar tak dicap bahwa lulusan SMK penyumbang terbesar angka pengangguran,” katanya.

Dilihat dari tingkat pendidikan, katanya, memang tingkat penggangguran terbuka lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih yang paling tinggi diantara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 8,49 persen. Penduduk yang bekerja sebanyak 131,03 juta orang, bertambah 1,67 juta orang dari Februari 2019.


“Ya, Analisi di atas tidak  sepenuhnya benar sebab pendidikan sejatinya bukan mempersiapkan peserta didik untuk bekerja tetapi mennciptakan manusi unggul sebagai mana Tujuan pendidikan menurut UU No.20 tahun 2003, pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Baca Juga: KTT G20, Menkeu Sri Mulyani: Tak Akan Ada Pemulihan Ekonomi Sampai Ada Vaksin

Tujuannya, yakni untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yangdemokratis serta bertanggung jawab,” papar Deden.

Standar  Kompetensi Kerja Nasioanal Indonesia (SKKNI) adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek Pengetahuan (knowledge), Keterampilan dan/atau Keahlian (skills) serta Sikap kerja (attitude) yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Jadi, adanya anggapan bahwa lulusan SMK menjadi Penyumbang terbesar angka pengangguran sepenuhnya tidak benar. Walaupun Gap antara kebutuhan dunia usaha dan industri yang tidak nyambung memang harus diminimalkan. Dunia industri berkepentingan karena mereka butuh teknisi yang siap pakai dan terampil. Sekolah juga butuh kerjasama dengan industri supaya lulusannya mampu beradaptasi dan diterima di dunia kerja," tandas Deden.

Baca Juga: Barcelona Kian Terseok Merosot ke Posisi Ke-10 Liga Spanyol usai Dihajar Atletico Madrid

Kerjasama industri dan sekolah ini, pasalnya,memang perlu seperti yang sudah dilakukan Arkademy startup digital binaan PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (Telkom) dan Toyota Motor Astra dengan mengembangkan program T-TEP sejak tahun 1993.

Hal inilah yang diperlukan industri yang jauh berbeda dengan apa yang diajarkan di sekolah. Di sisi lain, tidak banyak pelajar SMK/SMA yang berinisiatif mempelajari hal lain yang tidak diajarkan di sekolah.

"Di sekolah diajarinya html, css, php. Padahal, di industri itu kemampuan dasar yang dicari adalah yang menguasai react laravel, react. redux, dan react Javascript," kilahnya.

Baca Juga: Jelang MotoGP Portugal 2020: Valentino Rossi Ngaku Tak Lelah, Hanya Motornya Boyot

Siswa SMK/SMA, kata Deden, juga tidak berkesempatan mengerjakan order industri seperti yang biasa ditemukan di perguruan tinggi. Akibatnya, mereka tidak memiliki portofolio proyek yang berguna bagi kariernya di kemudian hari.

“Kondisi inilah yang menjadi problematika banyak lulusan SMK/SMA sulit mendapatkan pekerjaan, di satu sisi tidak sedikit industri kesulitan memperoleh tenaga kerja yang sesuai kebutuhan. Gap seperti inilah yang mendorong perusahaan mencari tenaga kerja asing (TKA) untuk mengisi sejumlah posisi,” katanya.

Lebih lanjut pasalnya, ia menghimbau agar siswa SMK/SMA terus berupaya meningkatkan kompetensi diri melalui berbagai kursus untuk mengasah keterampilan sesuai dengan minat dan bakat. Saat ini banyak kursus yang dapat diikuti secara daring.

Baca Juga: Menyesalkan, Rocky Gerung Sebut Pangdam Jaya Berasal dari Lingkungan yang Sama dengan Habib Rizieq

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2018, tingkat pengangguran terbuka (TPT) SMK menempati posisi tertinggi, sebesar 8,92%. Disusul TPT Diploma I/II/III sebesar 7,92% dan SMA 7,19%. TPT universitas sebesar 6,31%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 5,18%, serta TPT lulusan SD sebesar 2,67%.

“Tingginya TPT lulusan SMK sudah terjadi sejak tahun lalu. Per Februari 2017 TPT lulusan SMK mencapai 9,27%. Meski demikian, secara tren, TPT lulusan SMK mengalami penurunan,” pungkasnya.*** (Krisbianto)

Editor: Dadang Setiawan

Tags

Terkini

Terpopuler