Puisi Anak SD Sentil Pemerintah Viral di Media Sosial: Aku Tak Dapat Sepeda dari Pak Jokowi ...

- 4 Desember 2020, 21:36 WIB
Presiden Jokowi(Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)
Presiden Jokowi(Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden) /


GALAMEDIA - Puisi anak SD Negeri 204 Palembang, Wahyu Hendrawan, yang mengkritisi kebijakan pemerintah terkait isu lingkungan dan tambang viral di media sosial Twitter.

Akun twitter @okkymadasari yang pertama kali mengunggah puisi tersebut pada 28 November hingga akhirnya viral.

Wahyu menulis puisi berjudul 'Sepedah, Ikan, dan Batubara'. Dalam puisi tersebut, ia menulis tak bisa mendapat sepeda dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena tidak pernah menemui ikan-ikan tersebut akibat kerusakan lingkungan.

"Aku tidak dapat sepeda dari Pak Jokowi, Karena tidak bisa menjawab nama-nama ikan. Dari kecil tak kujumpai tilapnya lagi. Padahal kata bapak di sungai Enim banyak ikan," tulis Wahyu dalam bait pertama puisinya.

Baca Juga: Hitungan Hari Ustadz Maaher Langsung Masuk Tahanan, Kasus Denny Siregar 6 Bulan Terkatung-katung

Puisi tersebut diikutsertakan oleh Wahyu saat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) mengadakan lomba cerpen dan puisi untuk kategori siswa SD dan SMP-SMA pada 15 Juli-15 September lalu.

Nila Ertina, juri dalam lomba puisi tersebut mengatakan terdapat 33 peserta yang mengikuti lomba puisi kategori SD. Tema puisi yang diangkat 'Daya Rusak Pertambangan Batubara dan PLTU bagi kehidupan'.

Dari 33 peserta, dipilih tiga yang menjadi juara. Puisi Wahyu merupakan yang terbaik kedua setelah melalui proses penilaian.

"Jadi waktu itu juri bertugas menilai setiap puisi yang masuk. Seluruh hasil penilaian diserahkan kepada panitia dan akhirnya panitia yang memutuskan pemenang berdasarkan perolehan nilai tersebut," ujar Nila yang juga merupakan anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palembang.

Baca Juga: Bikin Masyarakat Terperanjat, Babe Haikal: Ngasih Surat Aja Bawa Pasukan Bersenapan Laras Panjang

Nila bersama satu orang juri lainnya menilai seluruh puisi yang ikut serta dalam lomba tersebut berdasarkan keterkaitannya dengan tema, kaidah, kreativitas gaya bahasa, majas, rima, dan diksi.

Juga orisinalitas karya dan kekuatan pesan. Gabungan dari kedua juri tersebut dihimpun oleh panitia hingga akhirnya menghasilkan nilai akhir.

"Jadi dua juri menilai secara terpisah dan tidak mengetahui nilai yang diberikan satu sama lain. Hasilnya diberikan kepada panitia dan panitia yang menggabungkan hasil penilaian dua juri," katanya.

Baca Juga: Rocky Gerung Sebut Mahfud MD Tak Belajar: Jangan Anggap Remeh Sesuatu yang Bersifat Online

Secara umum puisi Wahyu, ujar Nila, meraih skor tinggi dalam kesesuaian tema serta isi puisinya.

"Setelah melalui proses penilaian, pemenang lomba diumumkannya baru tanggal 8 Oktober. Pada 28 November itu selebrasi acara melalui aplikasi Zoom. Mungkin saat itu diunggah ke medsos," ujarnya.

Hingga saat ini cuitan @okkymadasari tersebut telah di-retweet lebih dari 2.400 kali, diunggah ulang sebanyak lebih dari 400 kali dan disukai oleh 4.900 orang.

Berikut petikan lengkap puisi Wahyu Hendrawan:

Sepeda, Ikan dan Batu Bara

Wahyu Hendrawan
SDN 204 Palembang

Aku tidak dapat sepeda dari Pak Jokowi, karena tidak bisa menjawab nama-nama ikan.
Dari kecil tak kujumpai tilapnya lagi.

Padahal kata bapak di sungai enim banyak ikan.

Aku mau sepeda. Tapi bapak tidak membelinya.
Kebun karet bapak sudah jadi tambang.

Upah kerja buruh tambang cuma cukup makan seminggu.
Kami mungkin tidak akan mati kelaparan Sebab kami makan jalan berdebu.

Aku mau sepeda Aku harus sekolah yang pintar

Kata Bu Susi dan Pak Edy Prabowo makanlah ikan biar pintar.

Tapi di sungai belakang rumah tidak ada anak ikan,
airnya bau dan hitam tak ada lagi masa depan di sungai kami.

Aku tidak punya sepeda dan tidak bisa makan ikan sungai sudah mati.
Hutan gentayangan bersama debu beracun sepanjang Jalan.

Aku tidak bisa makan ikan sebab aku dan ikan tidak bisa berenang di sungai yang tercemar.

Aku tidak punya sepeda
padahal jalan ke sekolah sangat jauh.

Sejauh mulut tambang yang makin gaduh.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x