Dokumen 'Rahasia' Kasus Korupsi Mensos Juliari Batubara Ditemukan KPK, Terendus Banyak Hal-hal Baru

- 8 Desember 2020, 12:40 WIB
Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang tunai saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) tindak pidana korupsi pada program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan COVID-19 di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari.
Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang tunai saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) tindak pidana korupsi pada program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan COVID-19 di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari. /Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO


GALAMEDIA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan sejumlah dokumen dari penggeledahan di tiga lokasi pada Senin 7 Desember 2020 dalam penyidikan kasus suap yang menjerat Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara dan kawan-kawan.

Sebelumnya pada Senin 7 Desember mulai sore hingga Selasa 8 Desember dini hari tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di tiga tempat dan lokasi yang berbeda yaitu di Gedung Kemensos, Jakarta serta dua rumah tersangka yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW).

"Dalam penggeledahan tersebut ditemukan dan diamankan dokumen-dokumen yang terkait dengan perkara ini," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Selasa 8 Desember 2020.

Penggeledahan itu dilakukan dalam penyidikan kasus korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Kemensos terkait bantuan sosial untuk wilayah Jabodetabek 2020.

Baca Juga: Refly Harun Kaitkan Kasus Korupsi Bansos Covid-19 Kader PDIP dengan Penembakan 6 Anggota FPI

Dokumen 'rahasia' tersebut tersimpan atau tersembunyi secata rapih di tiga lokasi. Untuk membongkar kasus bansos covid-19, penyidik segera menganalisa dokumen 'rahasia' tersebut.

"Berikutnya dokumen-dokumen tersebut akan dianalisa untuk selanjutnya dilakukan penyitaan dan kemudian akan dikonfirmasi kepada saksi-saksi yang akan dipanggil dan diperiksa tim penyidik," ujar Ali.

Penyidik lembaga antikorupsi juga mengendus keterlibatan sejumlah korporasi dalam proyek pengadaan bansos itu, salah satunya PT Rajawali Parama Indonesia (RPI).

Baca Juga: Tetap Kerja di Masa Libur Pilkada 2020, Pengusaha Wajib Bayar Upah Lembur

Keberadaan PT RPI menarik sejak awal disebutkan oleh penyidik KPK. Pasalnya, pencantuman nama Rajawali Parama sekilas mirip dengan nama-nama konglomerasi besar seperti Rajawali Parama atau Rajawali Group.

Meskipun setelah ditelusuri, PT Rajawali Parama Indonesia ternyata tidak ada sangkut pautnya dengan keduanya. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri juga memastikan hal tersebut.

"Sejauh ini enggak ada hubungan," kata Ali.

Kendati tidak terkait korporasi besar, keberadaan PT RPI tetap menarik untuk diulas. Apalagi dari sisi struktur maupun komposisi pemegang saham perusahaan tersebut menunjukkan adanya kejanggalan.

Dokumen perseroan yang disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemnkumham) setidaknya mencatat tiga kejanggalan tersebut.

Pertama, dokumen itu mengungkap bahwa PT RPI baru mendapatkan pengesahan pada tanggal 4 Agustus 2020 atau didirikan saat pandemi dan pencairan program bansos berlangsung.

Baca Juga: Aa Gym Ajak Umat Islam Berdoa Agar Kebenaran Penembakan 6 Pengawal Habib Rizieq Ditampakkan Allah

Pengesahannya dicatat oleh Ditjen Administrasi Hukum Umum Kemenkumham dengan nomor SK Pengesahan: AHU-0037606.AH.01. 01.Tahun 2020.

Ada dugaan, perusahaan itu sengaja dibentuk untuk menampung proyek bansos di Kemensos. Apalagi, hasil penyidikan sementara KPK menyebutkan bahwa PT RPI diduga milik Matheus Joko Santoso, pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos yang ditangkap KPK.

Kedua, perusahaan ini hanya memiliki modal dasar senilai Rp500 juta. Padahal nilai proyek pengadaan paket bansos yang diberikan kepada tiga perusahaan, termasuk PT RPI nilainya yang nilainya mencapai Rp5,9 triliun.

Ketiga, struktur perusahaan itu bisa dibilang sangat ringkas atau sederhana. PT RPI hanya memiliki satu direktur dan satu komisaris. Direktur dijabat oleh Wan M. Guntar yang memiliki 250 lembar saham atau senilai Rp250 juta.  

Belakangan diketahui, Wan M. Guntar tidak hanya menjabat sebagai Direktur di PT RPI. Sebab, dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK, dia justru disebut sebagai Direktur di PT Tiga Pilar Agro Utama.  

Baca Juga: Presidium KAMI Gatot Nurmantyo Protes Keras Penembakan 6 Anggota FPI: Brutal dan Perbuatan Kejam!

Sementara itu, jabatan komisaris PT RPI dipegang oleh Daning Saraswati. Daning juga memiliki 250 lembar saham atau Rp250 juta. Menariknya, baik Wan M.Guntar dan Daning Saraswati masing-masing masih berusia 28 dan 27 tahun.  

Kuat dugaan, dua nama itu sengaja dicantumkan sebagai nominee dari orang yang berkepentingan dalam permainan bansos di Kemensos.

"Memang ini yang akan kami dalami lebih lanjut. Pembuktian pasal 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)," imbuhnya.


Dalam kasus tersebut KPK telah menetapkan Juliari bersama empat orang lainnya sebagai tersangka kasus tersebut, yaitu Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) serta dari pihak swasta Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS).

KPK menduga Mensos menerima suap senilai Rp17 miliar dari "fee" pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak COVID-19 di Jabodetabek.

Baca Juga: Polisi Ngaku Punya Bukti Video Bentrokan Laskar FPI dengan Petugas

"Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima 'fee' Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS (Matheus Joko Santoso) kepada JPB (Juliari Peter Batubara) melalui AW (Adi Wahyono) dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu dini hari.

Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.

"Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang 'fee' dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB," tambah Firli.

Sehingga total suap yang diduga diterima Juliari adalah senilai Rp17 miliar.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x