Buntut Penembakan 6 Laksar FPI, Penyelidik Polisi Kasus Kerumunan Habib Rizieq Dituntut Diperiksa

- 9 Desember 2020, 00:15 WIB
Ilustrasi penembakan anggota FPI
Ilustrasi penembakan anggota FPI /Arahkata/




GALAMEDIA - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta pihak Polda Metro Jaya terbuka soal jenis operasi yang dilakukan anggota polisi yang berujung pada penembakan terhadap enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) pada Senin 7 Desember 2020 dini hari.

Soalnya hal itu bakal menentukan ketepatan penggunaan senjata api dalam insiden tersebut.

"Perbedaan jenis kegiatan penyelidikan dan kegiatan intelijen menjadi penting untuk menilai ketepatan penggunaan kekuatan senjata api dalam perkara sekaligus untuk mengukur kejelasan hasil pengamatan intelijen yang diperoleh oleh kepolisian," kata Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, dalam jumpa pers secara daring, Selasa 8 Desember 2020.

Ia pun meminta kepolisian menyerahkan dokumen standar prosedur (SOP) kepada Komnas HAM atau Tim Independen yang dibentuk pemerintah.

"Akan lebih baik bila penyerahan seluruh dokumen tersebut kepada Komnas HAM atau Tim Independen guna ditimbang apakah penerapan penyelidikan yang dilakukan oleh tim dari Polda Metro Jaya itu sudah benar, tepat dan terukur sesuai SOP yang bersedia dalam penugasan semacam itu," ujarnya.

Baca Juga: Orang Tua Korban Penembakan Tantang Polisi Mubahalah, 'Nanti Siapa yang Dilaknat Allah SWT'

Muhammadiyah menyayangkan seolah polisi tak berupaya untuk melakukan olah TKP dan pengamanan di sekitar tempat kejadian.

Apabila penembakan itu dilakukan karena polisi diserang saat melakukan penyelidikan, seharusnya penyelidik melaporkan kejadian tersebut dan melakukan pengamanan tempat kejadian.

“Sehingga peristiwa tersebut menjadi langkah awal pembuktian adanya tindak pidana penyerangan terhadap petugas kepolisian yang sedang melaksanakan tugas,” kata Trisno.

Menurut Trisno, dalam peristiwa penembakan itu prinsip penanganan perkara telah diabaikan. Karena itu, kata dia, lembaganya menilai anggota yang melakukan penyelidikan kasus kerumunan Habib Rizieq dan atasannya perlu diperiksa.

“Pemeriksaan terhadap petugas kepolisian tersebut menjadi jelas maksud dari adanya penyerangan dan batasan yang dibenarkan oleh hukum untuk mencegah serangan tersebut termasuk bila perlu melakukan beladiri,” ujar Trisno.

Baca Juga: Kasus Kerumunan FPI di Megamendung, Bupati Bogor Ade Yasin Batal Diperiksa Polisi

Muhammadiyah menilai penjelasan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran melalui media tentang peristiwa itu hanya menunjukan sifat membela diri. Alasan yang diberikan penembakan anggota FPI dinilai sama dengan peristiwa penembakan di masa lalu.

Sebelumnya, 6 pengikut pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab ditembak mati aparat kepolisian di Jalan Tol Jakarta-Cikampek, Senin 7 Desember dini hari.

Polda Metro Jaya berdalih penembakan itu terjadi saat polisi tengah melakukan penyelidikan terhadap upaya pengerahan massa saat proses pemeriksaan terhadap Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab.

Saat itu, kata polisi, ada upaya penabrakan terhadap kendaraan petugas dan penembakan dengan menggunakan senjata api dari pihak lawan.

Habib Rizieq sendiri saat itu dijadwalkan menjalani proses pemeriksaan terkait kasus kerumunan massa di acara pernikahan putrinya, Oktober.

Peraturan Kapolri sendiri mensyaratkan bahwa penembakan dilakukan salah satunya setelah petugas mengungkapkan secara jelas identitasnya sebagai penegak hukum.

Senada, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengatakan penembakan di luar putusan pengadilan menghilangkan hak warga untuk mendapatkan proses persidangan yang adil.

"Orang-orang yang diduga terlibat kejahatan mempunyai hak untuk dibawa ke persidangan dan mendapatkan peradilan yang adil (fair trial) guna membuktikan bahwa apakah tuduhan yang disampaikan oleh Negara adalah benar," tutur Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu dalam keterangan tertulis, Selasa 8 Desember.

Baca Juga: Dokumen 'Rahasia' Kasus Korupsi Mensos Juliari Batubara Ditemukan KPK, Terendus Banyak Hal-hal Baru

"Hak-hak tersebut jelas tidak akan terpenuhi apabila para tersangka 'dihilangkan nyawanya' sebelum proses peradilan dapat dimulai," lanjutnya.

Ia menyebut penembakan mestinya menjadi pilihan terakhir aparat kepolisian dengan alasan yang masuk akal. Jika tidak, itu bisa dinilai sebagai pelanggaran hukum serius.

"Tindakan extra-judicial killing atau pembunuhan di luar pengadilan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap orang-orang yang diduga terlibat kejahatan merupakan sebuah pelanggaran hukum acara pidana yang serius," kata Erasmus.

"Penggunaan senjata api harus merupakan upaya yang paling terakhir dan sifatnya adalah melumpuhkan bukan mematikan," tambahnya.

Pihaknya pun mendorong penyelidikan yang serius, transparan dan akuntabel terhadap kasus tersebut.

"ICJR mendorong kepada Mabes Polri, Kompolnas, Komnas HAM, dan Ombudsman RI untuk menyelidiki dengan serius tindakan penembakan dari aparat kepolisian dalam peristiwa tersebut," tandasnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x