Tampol Jubir Presiden Soal Jokowi Minta Dikritik, Febri Diansyah Ungkap Hal yang Lebih Keliru

- 15 Februari 2021, 16:39 WIB
Mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. /instagram.com/febridiansyah.id


GALAMEDIA - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat aktif mengkritik pemerintah mendapat respons dari mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, Senin 15 Februari 2021.

Ia mengatakan komitmen Presiden Jokowi perlu dipahami oleh bawahannya.

“Intinya jangan sampai Pemimpin komitmen menerima dan berharap kritik tetapi anak buah bikin term and condition segudang. Artinya, komitmen Presiden mestinya dipahami secara tepat oleh jajaran di bawah,” kata Febri dalam keterangan tertulisnya, Senin 15 Februari 2021.

Di satu sisi pemerintah ingin agar mendapat kritik dari masyarakat, lanjut Febri, di lain sisi masyarakat disuruh mengkaji UU ITE.

Baca Juga: Ragam Martabak dari Berbagai Negara di Dunia

“Kritik dibuka, tapi masyarakat disuruh belajar hukum dan baca UU ITE, misalnya. Jangankan masyarakat awam, para sarjana hukum saja masih berdebat ketika baca sebuah UU,” katanya.

“Ayolah lebih logis dan menitikberatkan pada kemampuan dan kepentingan masyarakat,” kata pegiat anti korupsi ini.

Dikatakan, ada yang lebih keliru lagi, yaitu masyarakat disuruh kritik, tapi harus dengan solusi.

“Gini ya, pengkritik itu bukan lembaga konsultan yang tugasnya evaluasi terus kasih solusi. Apalagi jika kritiknya keluhan pelayanan publik. Solusinya ya pelayanan publiknya diperbaiki.. dan itu tugas penyelenggara negara atau daerah,” ungkapnya.

Baca Juga: Raup Rp 13 Miliar per Postingan, Miliki Setengah Miliar Followers Kini Satu dari 15 Warga Dunia Memuja Ronaldo

Sebelumnya, Juru Bicara Presiden Jokowi Fadjroel Rachman mengatakan, jika masyarakat ingin mengkritik dan tidak dijerat hukum, maka harus memahami UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Masyarakat perlu mempelajari secara saksama UUD 1945 Pasal 28J. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis,” kata Fadjroel dalam keterangannya.

Sementara kalau memasuki media digital, kata Fadjroel, harus memahami UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Baca Juga: Ini Dia 10 Makanan Khas Mesir yang Kaya akan Rempah dan Menggoda Selera

“Baca dan simak. Perhatikan baik-baik ketentuan pidana pasal 45a ayat (1) tentang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen; ayat (2) tentang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu atas SARA,” lanjut dia.

Dikatakan, Kalau ingin menyampaikan kritik dengan unjuk rasa, baca dan simak UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.

“Jadi apabila mengkritik sesuai UUD 1945 dan peraturan perundangan, pasti tidak ada masalah, karena kewajiban pemerintah/negara adalah melindungi, memenuhi dan menghormati hak-hak konstitusional setiap WNI. Presiden Jokowi tegak lurus dengan Konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundangan yang berlaku,” tandasnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x