Gara-gara Amandemen UUD 1945, Dosen FH UGM dan Jimly Asshiddiqie ‘Serang’ Hidayat Nur Wahid

- 17 Maret 2021, 21:50 WIB
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid.
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid. /Dok. MPR RI

GALAMEDIA – Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid (HNW) menyebut bahwa di dalam Keputusan MPR Nomor 8 Tahun 2019 tentang Rekomendasi MPR 2014-2019 terdapat beberapa rekomendasi.

Meski demikian, dalam keputusan MPR tersebut tidak disebutkan rekomendasi untuk mengamandemen UUD 1945.

Bahkan, dalam pasal 2 terkait GBHN/PPHN tidak menyebut kata-kata yang merujuk ke arah amandemen, melainkan hanya ada kalimat “dengan TAP atau UU”.

Baca Juga: Hilang Saat Tsunami Aceh 2004, Personel Brimob Kedung Halang Bogor Ditemukan Kembali, Begini Kondisinya

“Bila Tempo merujuk dengan benar Keputusan MPR no 8/2019 tentang Rekomendasi MPR 2014-2019, memang disebutkan beberapa rekomendasi, tapi tidak ada rekomendasi untuk mengamandemen UUD 1945. Bahkan dalam pasal-pasal disebut terkait GBHN/PPHN juga tak disebut amandemen, tapi bisa dengan TAP atau UU. Monggo,” tulis HNW yang dikutip Galamedia dari akun Twitternya, @hnurwahid, 17 Maret 2021.

Menanggapi pernyataan HNW, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal A. Mochtar menyebut bahwa keputusan tersebut tidak bersifat mengatur oleh MPR melainkan hanya memutuskan saja.

Selain itu, GBHN juga tidak bisa melakukan hal tersebut kecuali jika UUD 1945 diubah untuk hal tersebut. Kalaupun bisa, maka keputusan tersebut akan diuji kemana kalau terdapat hal-hal yang keliru.

Baca Juga: Ketua LBP2 Sebut Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah Patut Diacungi Jempol

“Kelihatannya tidak bisa lagi ketetapan bersifat mengatur oleh MPR. Jadi memutuskan saja, semisal soal presiden. Tapi bisakah GBHN, kelihatannya tidak, kecuali kalo UUD diubah untuk soal itu. Kalopun bisa, di tulisan saya nanya, ke mana tap itu akan diuji kalo ada yang anggap keliru?,” tulis Zainal A. Mochtar yang dikutip Galamedia dari akun Twitternya, @zainalamochtar, 17 Maret 2021.

Oleh karena itu, Zainal A. Mochtar menyebut bahwa di dalam ketetapan tersebut terpampang jelas sedang membicarakan perihal amandemen UUD 1945. Bahkan, MPR mengundang para ahli untuk berbicara perihal ini.

“Jelas disitu melanjutkan rekomendasi pembicaraan amandemen tersebut. Bahkan MPR mengundang para ahli tuk bicarakan. Ya memang belum tapi bukan berarti tidak ada bukan? kalo bentuk ketetapan apa bisa MPR mengeluarkan ketetapan yang bersifat mengatur? Atau cuma beschikking,” pungkasnya.

Baca Juga: Seorang Penyanyi Perempuan Dikonfirmasi KPK Soal Aliran Uang dari Edhy Prabowo

Pernyataan Zainal ini rupanya senada dengan pernyataan mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie.

Menurutnya, rekomendasi tersebut dapat menghidupkan GBHN/PPHN, penataan kewenangan MPR dan DPD, dan kegiatan pengkajian MPR yang pasti erat kaitannya dengan amandemen UUD 1945.

“Lho kenapa mesti dibantah? Rekom untuk hidupkan GBHN/PPHN, penataan kewenangan MPR & DPD & juga kegiatan pengkajian MPR pasti terkait dengan kewenangan untuk ubah UUD. Kalo untuk ubah UU apalagi perpres bukan urusan MPR. Anggaran pengkajian MPR bisa digugat warga ke pengadilan karena tak sesuai tupoksi?,” tulis Jimly Asshiddiqie yang dikutip Galamedia dari akun Twitternya, @JimlyAs, 17 Maret 2021.

Berikut secara lengkap bunyi pasal 1 sampai pasal 7 Keputusan MPR Nomor 8 Tahun 2019 tentang Rekomendasi MPR 2014-2019.

Baca Juga: Anies Baswedan Sudah Ingatkan Ini, Jauh Sebelum Dirut Sarana Jaya Ditetapkan Sebagai Tersangka

1. Pasal 1
Rekomendasi Majelis Permusyawaratan Rakyat RI masa jabatan 2014-2019 meliputi:
a. Pokok-pokok haluan negara
b. Penataan kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Penataan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah
d. Penataan sistem presidensial
e. Penataan kekuasaan kehakiman
f. Penataan sistem hukum dan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pancasila sebagai sumber segala hukum negara
g. Pelaksanaan pemasyarakatan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, dan Ketetapan MPR.

Baca Juga: Tak Sejalan dengan Yasonna Laoly, Wamenkum HAM Kena Semprot Politisi PDIP pada Rapat Kerja

2. Pasal 2
Terhadap rekomendasi Pasal 1 huruf a, MPR RI masa jabatan 2019-2024 perlu melakukan pendalaman hasil kajian MPR RI masa jabatan 2014-2019 berkenaan dengan substansi dan bentuk hukum pokok-pokok haluan negara, termasuk membangun konsensus politik yang memungkinkan ditetapkannya dalam Ketetapan MPR, dengan catatan terdapat pandangan dari Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa pokok-pokok haluan negara juga dimungkinkan dibentuk dalam bentuk undang-undang.

3. Pasal 3
Terhadap rekomendasi Pasal 1 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, MPR RI masa jabatan 2019-2024 melanjutkan kajian mendalam.

Baca Juga: Masa Depan Hambalang yang Sempat 'Merana' Gara-gara Kasus Korupsi Kembali Diungkit Menpora

4. Pasal 4
Terhadap rekomendasi Pasal 1 huruf g, MPR RI masa jabatan 2019-2024 berwenang untuk bekerja sama dengan lembaga negara dan lembaga lainnya.

5. Pasal 5
MPR dalam melaksanakan tugas memasyarakatkan Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, berwenang untuk bekerja sama dengan lembaga yang dibentuk Presiden yang bertugas melaksanakan fungsi pembinaan ideologi Pancasila.

6. Pasal 6
Hasil kajian MPR masa jabatan 2014-2019 menjadi masukan dan pendalaman lebih lanjut.

7. Pasal 7
Keputusan ini mulai berlaku sejam tanggal ditetapkan.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x